Chapter 8

Fantasy Series 60

BAB 8: Gengsi Bikin Pusing

Hari Rabu datang dengan cuaca sedikit mendung. Di halaman sekolah, daun-daun berguguran pelan, seolah meniru perasaan Dzakwan yang juga… nggak karuan. Meski kemarin Syavira menerima puisinya dengan senyum, tapi sampai pagi ini belum ada tanda-tanda kelanjutan.

Tidak ada balasan. Tidak ada obrolan lagi. Bahkan sapa pun, belum.

Dan itu bikin Dzakwan mulai mikir macam-macam.

> Jangan-jangan puisinya terlalu alay? Atau terlalu puitis kayak novel jadul? Atau… dia malah ilfeel?

“Wajah kamu kayak anak yang ditinggal pas lagi sayang-sayangnya,” komentar Rifky saat melihat Dzakwan melamun sambil ngunyah roti isi sarden.

“Gue lagi mikir,” jawab Dzakwan pelan.

“Pikirin siapa? Kakak kelas berinisial S?”

Dzakwan mendesah. “Kadang gue nyesel juga sih kirim puisi.”

“Loh, kenapa? Itu keren, Wan. Jarang cowok seberani kamu,” kata Rifky. “Masalahnya sekarang cuma satu.”

“Apa?”

“Kamu terlalu banyak mikir. Kalau dia nggak bales hari ini, bisa jadi dia ngetes kamu. Mau nyerah atau lanjut.”

“Serius?”

“Yah, minimal kelihatan sok bijak lah.”

---

Gengsi di Antara Dua Hati

Di sisi lain sekolah, Syavira juga punya perang batin sendiri. Di kelas 9E, dia diam-diam membuka lagi kertas puisi dari Dzakwan yang ia lipat rapi dalam buku hariannya. Kata-kata dalam puisi itu masih terasa hangat.

Tapi...

> Aku kakak kelas. Dia adik kelas. Teman-temanku bisa ngejek aku. Apa kata orang nanti?

“Ada apa, Vir?” tanya Dhea, sahabat sebangkunya, curiga melihat Syavira senyum-senyum sendiri.

“Enggak, cuma inget meme lucu,” jawabnya cepat, menyelipkan kertas puisi ke balik buku.

Syavira merasa geli sendiri. Kenapa dia harus gengsi? Dzakwan nggak pernah kasar, nggak aneh-aneh, bahkan tulisannya lebih peka dari cowok-cowok seangkatannya.

Tapi tetap saja…

> “Masa aku suka sama adik kelas?”

Kalimat itu berputar-putar seperti lagu TikTok yang diputar ulang terus-menerus.

---

Kejutan Kecil di Depan Kelas

Jam istirahat kedua, Dzakwan duduk sendirian di depan kelas 8A. Rifky sedang dipanggil guru BP karena sempat ribut di kelas lain. Dzakwan cuma melamun sambil menatap langit kelabu.

Lalu, langkah seseorang terdengar.

“Eh... Dzakwan?”

Dzakwan menoleh cepat.

Itu Syavira. Bawa buku tulis. Dan... senyum itu lagi.

“Hai... kamu sibuk?” tanyanya.

“Eh... nggak, nggak. Duduk aja, Kak,” jawab Dzakwan sambil cepat-cepat mengosongkan kursi di sebelahnya.

Syavira duduk. Wajahnya sedikit canggung, tapi tetap cerah.

“Aku baca puisimu semalam,” katanya.

“Oh...” Dzakwan langsung ingin mengubur wajahnya.

“Tapi... aku nggak ngerti bagian yang ‘kau seperti embun di ujung dedaunan senja’. Itu maksudnya apa?” tanya Syavira sambil terkekeh.

Dzakwan tertawa kaku. “Itu... metafora, Kak. Maksudnya... adem gitu... tapi juga bikin bingung.”

Syavira mengangguk sambil senyum. “Oke, oke. Tapi jujur ya... itu manis. Aku suka.”

Dzakwan hampir copot jantungnya.

“Tapi aku juga bingung,” lanjut Syavira. “Kita mau kayak gimana? Maksudku... kamu tahu sendiri kan, kamu masih kelas 8...”

“Iya,” potong Dzakwan cepat. “Aku juga mikir itu.”

Mereka diam beberapa detik. Angin sore menyentuh pipi, membawa aroma mie goreng dari kantin.

“Tapi... Kak Syavira gengsi nggak, deket sama aku?” tanya Dzakwan pelan.

Syavira terkejut. “Loh, kamu nanya kayak gitu…”

“Ya, siapa tahu jawabannya bisa ngurangin pusing aku.”

Syavira tertawa. “Gengsi itu cuma karena takut dikira aneh. Tapi kalau ngobrol sama kamu, aku malah nyaman.”

Deg.

Dzakwan nggak bisa berkata apa-apa. Dunia rasanya terhenti sebentar.

---

Kode yang Semakin Terbuka

Sebelum pergi, Syavira berdiri dan berkata pelan, “Kalau kamu nulis puisi lagi, kasih aku satu, ya?”

“Buat edisi mading?”

“Buat aku pribadi juga boleh,” katanya sambil berjalan pergi.

Dan Dzakwan langsung ingin jungkir balik di dalam kelas.

---

> Gengsi memang bisa bikin pusing. Tapi kalau rasa nyaman sudah mengalahkan semua... Kadang kita cuma perlu satu langkah kecil untuk mengabaikan pendapat orang.

Dan hari itu, Dzakwan merasa—untuk pertama kalinya—bahwa usahanya tidak sia-sia.

---

[Bersambung ke Bab 9: Detik-detik di Kantin]

Share this novel

Guest User
 

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience