Chapter 1

Fantasy Series 60

---

BAB 1: SENYUM YANG MENJEBAK

Jam dinding di kelas 8A menunjukkan pukul 06.55 pagi. Angin semilir menyusup lewat jendela yang terbuka lebar, membawa aroma khas pagi dan sedikit debu dari lapangan voli. Suasana kelas sudah mulai riuh, obrolan anak-anak yang baru datang, gurauan yang dilempar dari bangku ke bangku, dan suara gesekan kursi yang tak ada habisnya. Di sudut ruangan, seorang siswa laki-laki duduk dengan tenang, matanya menatap lurus ke buku catatan yang sudah terbuka di mejanya, meski dari tadi tak satu kata pun ia tulis.

Afla Dzakwan, si ranking dua besar abadi di kelas, terkenal dengan wajah tenangnya dan sikap yang sedikit terlalu dewasa untuk anak seusianya. Tapi pagi itu, ada sesuatu yang membuat ekspresi Dzakwan berbeda. Tatapannya kosong, bukan karena mengantuk atau lapar. Tapi karena... dia baru saja melihat senyum yang menjerat hatinya.

Senyum itu datang dari seseorang yang bahkan bukan dari kelasnya—Syavira, kakak kelas dari 9E. Gadis yang belakangan ini mulai sering lewat di depan kelas 8A setiap pagi. Rambut hitam panjangnya dikuncir rapi, seragamnya selalu licin tanpa noda, dan senyumannya? Ah, senyuman itu seperti jebakan manis yang bikin jantung Dzakwan tidak berdetak normal selama tiga puluh detik penuh.

"Tuh, si Dzakwan bengong lagi. Kayaknya virus cinta udah nyebar," celetuk Rifky, teman sebangkunya, sambil menyikut pelan.

"Hah?" Dzakwan tersentak pelan, buru-buru menunduk dan pura-pura menulis sesuatu.

"Jangan bohong, Wan. Lu ngelihatin kakak kelas kan tadi? Yang rambutnya diikat dan bawa map ungu?"

Dzakwan menelan ludah. "Emangnya kenapa?"

"Ngaku aja. Lu suka ya?" Rifky nyengir lebar.

Dzakwan menghela napas pelan. Dalam hati, dia ingin bilang iya. Tapi yang keluar dari mulutnya malah, "Enggak lah. Gila kali gue suka kakak kelas."

Padahal… dalam hati, dia sendiri tahu: iya. Dia suka. Dan dia udah suka sejak tiga minggu lalu.

---

Tiga Minggu Sebelumnya

Hari itu, SMPN 3 Balung kedatangan tamu dari dinas pendidikan. Siswa-siswi dari berbagai kelas dipilih untuk menyambut dan mempersembahkan sambutan kecil. Salah satunya—tentu saja—adalah Syavira dari kelas 9E. Dengan suara merdu dan senyum yang selalu ada di wajahnya, Syavira berhasil bikin semua orang memperhatikan. Termasuk Dzakwan, yang awalnya hanya ikut bantu beres-beres aula.

Saat semua sudah bubar, Dzakwan yang sedang membawa sound system ke gudang, secara tak sengaja bersenggolan dengan seseorang di lorong sempit dekat UKS.

"Eh, maaf!" kata suara lembut itu.

Dzakwan hanya sempat mengangguk dan membungkuk kecil. Tapi saat ia mendongak—matanya bertemu dengan mata bulat bening yang tersenyum padanya. Senyum manis. Senyum pertama dari Syavira.

Dan hari itu, Dzakwan resmi kehilangan arah. Sejak itu, lorong sekolah jadi jalur wajib yang dia lewati setiap pagi. Bukan karena penting, tapi karena dia berharap... bisa bertemu lagi dengan senyum itu.

---

Kembali ke Hari Ini

Syavira lewat lagi pagi ini. Tapi ada yang beda. Hari ini dia nggak sendiri. Dia jalan bareng dua temannya, tertawa kecil sambil ngobrol. Dan di momen itu, dia sempat melirik ke arah kelas 8A. Lebih tepatnya—ke arah Dzakwan.

"Rifky," bisik Dzakwan pelan. "Barusan Syavira ngelihat gue gak sih?"

Rifky melirik malas. "Syavira siapa?"

"Yang rambut panjang, kakak kelas, kelas 9E, yang—ya pokoknya dia lah."

Rifky terkekeh. "Waduh, parah ini. Lu sampai hafal kelas dan ciri-cirinya. Jatuhnya udah bukan suka, tapi investigasi."

Dzakwan melempar penghapus ke arah Rifky, tapi wajahnya sudah merah padam. Ia menyandarkan kepalanya ke meja. Dalam diam, pikirannya penuh oleh satu hal: gimana caranya bisa ngobrol sama Syavira tanpa kelihatan kayak cowok SMP yang sok kenal?

---

Jam Istirahat

Di kantin sekolah, tempat paling ramai dan penuh drama di SMPN 3 Balung, Dzakwan duduk di bangku pojok bareng Rifky. Tangannya memegang gorengan, tapi matanya sibuk mengintai dari sudut.

Dan ya, di sanalah dia. Syavira duduk di bangku panjang bersama teman-teman ceweknya. Suaranya terdengar samar, tapi tawa cerianya jelas memecah suasana. Saat matanya tak sengaja bertemu dengan Dzakwan dari kejauhan, ia tersenyum… lagi.

Dan jantung Dzakwan meledak untuk kedua kalinya hari ini.

"Rif… dia senyum ke gue!" bisiknya dengan suara tertahan.

"Yakin dia nggak senyum ke yang di belakang lu?"

Dzakwan langsung menoleh. Di belakangnya cuma tembok. Artinya… iya. Benar-benar ke dia.

---

Malam di Kamar Dzakwan

Malam harinya, Dzakwan duduk di depan buku catatannya yang kosong. Tapi pikirannya penuh. Ia memikirkan Syavira. Bukan soal bagaimana caranya nembak, bukan. Tapi… bagaimana caranya ngobrol.

"Besok... gua sapa aja deh. Minimal bilang ‘pagi’."

Tapi seperti biasa, besok paginya, saat Syavira lewat di depan kelas, Dzakwan cuma bisa diam sambil nunduk. Dan saat Rifky bertanya, jawabannya masih sama:

> "Gue nggak suka dia, kok."

Padahal… hatinya berbohong.
Dan senyum itu…
sudah benar-benar menjebaknya.

---

[Bersambung ke Bab 2: Gugup di Lorong Sekolah]

---

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience