Rate

The Almighty Devil Of Underworld_88

Action Completed 38230

He's gone.

He's leaving.

Kedua mata kelabu itu masih memandang ke arah pintu yang saat ini sudah tertutup rapat. Senyuman mengejek perlahan terbentuk dibibir kecilnya dengan pandangan mencemuh yang terlihat jelas pada kedua mata kelabunya. Mely, benar-benar mengutuk kebodohannya saat ini, kerana tidak mungkin Alex menolongnya sedangkan dia sendiri yang meninggalkan lelaki itu beberapa tahun yang lalu.

But, still ...damn it hurts.

Adakah, ini yang dirasakan Alex ketika dia menghilang kerana dia meninggalkannya? kata Mely dalam hati dengan ekspresi pahit yang mewarnai wajah kecilnya. Tsk, tidak mungkin lelaki datar itu merasakan perasaan sentimental seperti ini, sambungnya dalam hati sebelum menggelengkan kepalanya perlahan.

Mely masih ingat dengan jelas setiap memori yang berhubungan dengan lelaki dingin itu. Ketika dia masih kecil, dia tidak tahu kemana dia dibawa dan tempat apa dia berada ketika itu. Yang dia tahu adalah. Akhirnya, setelah sekian lama dirinya dapat keluar dari tempat mengerikan itu yang namanya rumah anak yatim. Di mana hidupnya selalu menderita disana, selalu ditindas, selalu dibuli, selalu dipukul dan selalu dihina.

Pada malam dia dibawa ke tempat itu, dia bertemu dengan seorang budak lelaki yang berdiri di tengah-tengah ruang tamu mewah yang dikelilingi oleh barang-barang antik yang membuat little Mely tidak menyangka bahawa di dunia ini terdapat barang-barang berkilat seperti itu.

Budak lelaki itu mungkin lebih tua 5 tahun daripadanya, kedua mata coklat gelap itu memandang ke arahnya dengan pandangan dingin. Awal pertemuan mereka little Mely menyangka budak lelaki itu sangat menakutkan, terutama ekspresinya yang datar dan kedua matanya yang terlihat kosong seolah-olah tiada tanda-tanda kehidupan disana.

Itu adalah moment pertemuan pertama mereka namun, ketika little Mely bertanya siapa nama budak lelaki di hadapannya dengan suara kecilnya. Budak lelaki itu sama sekali tidak menjawab pertanyaannya hanya keheningan menyelimuti mereka berdua sebelum akhirnya budak lelaki itu membuka mulutnya, untuk pertama kalinya dan hanya satu kata yang keluar dari bibir nipisnya.

"Alex"

Suara budak lelaki yang kedengaran dingin tanpa adanya emosi itu bergema disekeliling mereka namun sudah cukup membuat little Mely terpegun ketika mendengarnya. Perlahan senyuman lebar terbentuk di wajah kecilnya yang membuat ekspresi wajahnya terlihat semakin comel.

"Alex ...nama yang bagus. Nama saya Melysah, senang dapat berkenalan dengan kamu, Alex" kata little Mely dengan nada penuh kegembiraan yang malah membuat budak lelaki di hadapannya ini terpana melihatnya.

Semenjak hari itu mereka menghabiskan sebahagian besar waktu mereka bersama. Alex, memiliki sikap yang dingin dan tidak kenal namanya ampun. Setiap kali dia diberi tugas untuk melatih little Mely, dia akan selalu melakukannya dengan serius dan sama sekali tidak peduli dengan keluhan atau rintihan little Mely. Dan, setiap kali mereka habis berlatih, tubuh kecil little Mely akan selalu dipenuhi oleh luka baru dan lebam hitam yang mewarnai seluruh tubuh kecilnya.

Mely juga masih ingat ketika mereka berlatih kemahiran bertarung yang baru ketika tubuhnya dipenuhi oleh luka goresan pisau belati kerana dia selalu gagal mengelak serangan Alex yang selalu menyerangnya selama latihan berlangsung. Dengan, air mata yang membasahi wajah kecilnya, dia mengambil kotak ubat yang ada di dalam laci untuk merawat semua luka yang memenuhi kulit putihnya. Namun, sebaik saja dia meletakkan kotak ubat tersebut di atas meja yang ada di dalam bilik latihan itu, satu tangan kuning langsat tiba-tiba mengambil kotak ubat tersebut. Hal itu membuat little Mely terpana seketika sebelum kedua mata kelabunya bergerak perlahan untuk melihat lelaki yang memandang ke arahnya dengan pandangan dingin yang membuat little Mely tanpa sedar menelan air liurnya. Kilatan panik dan takut mewarnai kedua matanya.

Sepasang mata coklat gelap yang melihat reaksi budak perempuan di hadapannya, hanya memegang kotak ubat dengan satu tangannya dan tangan satunya bergerak untuk menarik tubuh kecilnya untuk segera mengikutinya ke arah kerusi yang berada tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Tiada suara yang keluar dari cela bibir mereka, tiada juga pertukaran kata-kata diantara mereka. Hanya ada keheningan yang menyelimuti mereka berdua. Dengan gerakan cepat tangan Alex menolak tubuh kecil little Mely untuk duduk di salah satu kerusi sebelum dia membuka kota ubat itu dan mengeluarkan semua keperluan yang diperlukan untuk merawat luka-luka di tubuh little Mely. Pergerakan, tangan Alex terlihat sangat cepat seolah-olah dia sudah hafal dengan semua keperluan yang dia perlukan mungkin kerana dia sering menggunakan keperluan tersebut.

Tidak mempedulikan pandangan bingung yang little Mely arahkan kepadanya, Alex segera membersihkan luka-luka yang ada dengan menggunakan alkohol yang membuat little Mely meringis kesakitan. Air mata yang tadinya sudah berhenti mengalir kembali mengalir deras ketika rasa pedih dan sakit itu menyerang seluruh tubuhnya. Sambil mendesis kuat, little Mely berusaha keras menahan esak tangis yang keluar dari cela bibir kecilnya.

"Tidak perlu menangis. Kita harus kuat untuk bertahan hidup di dunia ini. Menangis adalah tanda bahawa kamu lemah. Orang yang lemah akan cepat mati. Jangan menangis"

Walaupun kata-kata Alex pada waktu itu terdengar sangat kasar namun, kata-kata itu membuat little Mely yang sejak tadi mendesis kuat, terdiam. Kedua mata kelabunya memandang terkejut ke arah Alex yang masih fokus membersihkan dan mengubati luka-lukanya. Ini adalah kali pertama dia mendengar Alex bercakap lebih dari tiga kata kepadanya dan itu membuat little Mely merasakan kehangatan dalam hati kecilnya untuk pertama kalinya.

Pada saat itu little Mely sedar bahawa disebalik wajah dan sikap dingin Alex, budak lelaki ini masih memiliki hati yang baik kepadanya. Sekiranya, Alex tidak baik tidak mungkin dia mau membantunya untuk mengubati luka-lukanya. Little Mely selalu menganggap Alex sebagai saudaranya.

Malaikat pelindung yang akan selalu melindunginya.

Semenjak itu Mely menjadi lebih terbuka kepada Alex namun, sayangnya banyak yang terjadi sewaktu mereka membesar bersama yang membuat sikap Mely berubah 180 darjah. Tetapi, sikap dingin Alex masih tetap sama kepadanya. Dingin, datar dan kejam namun pada masa yang sama lelaki dingin itu tidak pernah membuatnya merasa keseorangan selama dia hidup dalam kegelapan. Lelaki itu adalah salah satu rakan yang Mely percayai untuk melindunginya ketika mereka melakukan sesuatu.

Mengingatkan semua kejadian itu membuat senyum nipis terbentuk di wajah kecil Mely. Kedua matanya masih memandang ke arah pintu dengan pandangan penuh kesedihan. Air mata yang sejak tadi dia tahan akhiranya kembali mengalir membasahi wajahnya yang membuat ekspresinya saat ini terlihat semakin menyedihkan.

"Bagaimana rasanya, Melysah? Di tinggalkan begitu rasanya menyakitkan, bukan?" suara garau menjijikkan itu bergema di sekeliling ruangan tersebut, membuat Mely kembali tersedar dengan situasi yang terjadi saat ini.

"Tikus buruk macam kau lebih baik diam. Kau tidak tahu apa-apa, asshole" kata Mely dengan nada dingin yang membuat kedua mata Johnson membulat ketika dia mendengar kata-kata perempuan mungil ini sebelum melayangkan tamparan kuat ke sisi wajah Mely.

Rasa panas dan rasa masin membuat Mely terbatuk darah yang saat ini memenuhi mulutnya. Sepertinya, permukaan bibirnya terkoyak sehingga dia mengeluarkan darah, kata Mely dalam hati sebelum memandang dingin ke arah lelaki yang saat ini berdiri di hadapannya dengan nafas yang terengah-engah kerana emosi memenuhi dadanya.

Namun, bukannya Mely menunjukkan rasa putus asa seperti Alex meninggalkannya, dia malah memandang Johnson dengan pandangan merendahkan yang terlihat jelas pada kedua mata kelabunya. Senyuman nipis yang terbentuk di bibir kecilnya membuat ekspresi Mely saat ini benar-benar terlihat seperti orang yang memandang rendah apa saja yang ada di hadapannya.

"Hanya ini kekuatanmu? Tsk, tsk, tsk ..tidak sakit. Lagipun, mungkin kau kurang makan di tempat ini dan lagi tikus busuk macam kau memang sesuai tinggal di tempat begini" kata Mely dengan nada dingin yang terdengar sangat provokatif.

"You!!!"

Mendengar kata-kata itu membuat Johnson kembali mencengkam rambut panjang Mely sebelum menariknya dengan kuat untuk meninggalkan ruang tempat mereka berada saat ini.

Walaupun kulit kepala Mely benar-benar terasa sakit namun, dia sama sekali tidak mengeluarkan suaranya dan tidak juga meringis kesakitan. Kedua mata kelabunya terus memperhatikan sekelilingnya untuk melihat semua anak buah Alex yang saat ini terlihat di sekitar bilik dan di sepanjang koridor. Semua orang yang ada di sana masing-masing memegang senjata api laras panjang yang membuat Mely merungut dalam hati ketika melihat keadaan sukar ini.

Mengapa nasipnya selalu ditimpa nasip buruk!?

Adakah, Vano sudah sedar kalau dia menghilang dari ruangan ballroom itu?

Adakah, Vano sedih, marah atau membimbangkan keselamatannya?

Persoalan demi persoalan mengenai lelaki yang selalu memandangnya dengan penuh kasih sayang dan kehangatan itu, tanpa sedar membuat tubuhnya secara beransur-ansur menjadi lebih kuat daripada sebelumnya. Seolah-olah hanya memikirkan Gio sudah dapat memberinya tenaga tambahan seperti ada tangan hangat yang mendorongnya untuk terus maju dan bertahan.

Sesungguhnya, hanya dengan memikirkan tentang orang yang kita sayang sudah dapat membuat kita melupakan semua keperitan dan penderitaan yang sedang kita lalui.

Buktinya adalah dirinya sendiri.

Namun, setiap persoalan yang memenuhi seluruh isi fikirannya beralih kesisi negatif yang membuat hati Mely dipenuhi oleh ketakutan yang membuat hatinya terasa seperti dicengkam oleh banyak tangan. Mengapa, Vano tidak mencarinya? Mengapa Vano tidak menolongnya? Di mana Vano sekarang? Adakah Vano tidak mencarinya? Adakah Vano membiarkannya begitu saja? Adakah Vano meninggalkannya?

Tidak!!

Vano tidak mungkin akan melakukan hal kejam seperti itu.

Vano tidak mungkin meninggalkannya.

Vano tidak mungkin mengkhianatinya.

Sebaik saja pemikiran negatif itu mulai memenuhi hatinya, perlahan kedua mata kelabu tersebut dipenuhi oleh ketidakberdayaan yang semakin terlihat jelas. Tanpa Mely sedar dia dan Johnson sudah berada di satu ruangan kecil yang hanya ada satu kerusi di tengah-tengah ruangan tersebut.

"Johnson, kau mau buat apa, hah?" jerit Mely sambil meronta-ronta, berusaha melepaskan cengkaman tangan Johnson yang sejak tadi menarik tubuhnya dengan cara menarik rambutnya.

"Oh? Jadi sekarang kau mulai risau dengan nasibmu?" kata Johnson dengan nada mengejek sebelum tertawa kuat. Dengan gerakan kuat Johnson menarik tubuh mungil Mely untuk duduk di kerusi kayu yang berada di hadapannya saat ini.

Kepala Mely terasa pening, kedua matanya terasa kabur kerana sejak tadi rasa sakit memenuhi seluruh tubuhnya. Tubuhnya terduduk lemah di atas kerusi kayu, kepalanya tertunduk tidak berdaya menghadap ke arah Johnson yang masih memandangnya dengan penuh kebencian.

"Lihat betapa menyedihkannya kamu sekarang. Kau tahu kalau bukan kerana perempuan sialan seperti kau! Aku tidak mungkin berada dalam situasi seperti ini," kata Johnson dengan nada penuh kebencian sambil memandang ke arah Mely yang masih terduduk lemah di hadapannya.

keheningan menyelimuti mereka berdua, tubuh Mely sama sekali tidak bergerak, kedua matanya tertutup rapat, kedua tangannya terkulai lemah dengan hujung jarinya yang bergetar perlahan.

Akhirnya, seteleh beberapa saat, kelopak mata yang sejak tadi tertutup itu terbuka perlahan sebelum dia berusaha memfokuskan pandangannya yang terasa kabur. Dengan gerakan perlahan Mely menggerakkan kepalanya untuk memandang ke arah lelaki menjengkelkan di hadapannya dengan pandangan kosong yang dipenuhi aura dingin.

"Akhirnya, puteri tidur kembali sedar" sindir Johnson sambil berjalan ke arah meja kecil di mana terdapat beberapa model pisau military yang memenuhi permukaan meja sebelum dia meraih salah satu pisau yang paling dekat dengan posisinya. Kilatan penuh kegilaan mewarnai kedua mata Johnson sebelum kembali berjalan mendekati perempuan mungil yang masih terdiam memandangnya dengan dingin. Senyuman lebar yang terbentuk di wajah Johnson saat ini benar-benar membuatnya terlihat seperti pembunuh gila.

"Kenapa diam? Kau mulai takut dengan apa yang akan aku lakukan? Kau tidak perlu takut princess, aku hanya ingin kau merasakan apa yang Giovano LinDenhof pernah buat kepada aku. Jadi, memohonlah princess" kata Johnson sambil membelai permukaan wajah Mely dengan pisau yang berada di tangannya.

Senyuman nipis perlahan terbentuk di wajah Mely sebelum dia tertawa perlahan sambil menggelengkan kepalanya. Perlahan Mely memandang dingin ke arah wajah Johnson yang berada tepat di hadapannya ini dengan ekspresi datar. "Kau tidak tahu tentang dua perkara Johnson Andrewson" kata Mely dengan suara perlahan yang terdengar dingin.

Mendengar itu membuat Johnson menaikkan sebelah keningnya. "Please give me enlightenment, princess"  kata Johnson dengan nada mengejek, masih dengan senyuman lebar.

"Pertama. Aku tidak akan memohon dengan tikus busuk seperti kau. Aku tidak takut dengan apa yang akan kau lakukan. Jika, apa kau melakukan ini untuk membalas dendam dengan Vano maka lakukanlah tetapi kau perlu ingat ...my man is a person who loves to count every single grudge he had. Jadi, sudah pasti kau akan lebih menderita daripada, aku" kata Mely dengan nada datar yang membuat api kemarahan yang sudah membara di dalam diri Johnson semakin berkobar.

"YOU!!!" jerit Johnson dengan penuh emosi. Wajahnya semakin merah kerana emosi amarah yang menyelimuti tubuhnya.

"Kedua. Sejak kali pertama kau berfikir ingin menyakiti aku sehingga detik ini kau berada di hadapanku. Nasib kita berdua sudah ditentukan bagaimana kesudahannya. Ya, mungkin hidup aku akan tamat di tanganmu tetapi, begitu juga dengan hidupmu. Sebaik saja aku menjejakkan kaki di tempat ini, akhir hidupmu sudah digariskan dengan jelas kerana orang yang akan menamatkan hidupmu Almighty Devil itu sendiri. Itu adalah hutang yang harus kamu bayar kerana berani memprovokasinya" kata Mely dengan senyuman nipis terbentuk di bibir kecilnya. Dengan pergerakan santai, Mely menyilangkan kakinya untuk duduk dengan lebih selesa di kerusi kayu tersebut.

"Oleh itu, lakukan yang terbaik untuk menyeksaku kerana ... ketika syaitan yang maha kuasa itu mula menunjukkan dirinya, saat itu juga semua jiwamu akan habis olehnya. Oh, ya! Satu hal lagi ...nothing can save you from his clutches so good luck, Johnson Andrewson" sambung Mely sambil memandang ke arah lelaki yang saat ini membeku di hadapannya dengan ekspresi mengejek yang mewarnai wajah pucatnya.

Tubuh Johnson membeku sebaik saja dia mendengar nada santai tersebut. Kedua matanya membulat, sorot panik dan ketakutan memenuhi kedua matanya, terutama ketika dia melihat ekspresi lemah perempuan di hadapannya. Seakan perempuan ini sama sekali tidak takut jika dia mengambil nyawanya sekarang. Tangannya yang bergetar tanpa sedar membuat ujung pisau yang sejak tadi berada di sisi wajah Mely bergetar yang menyebabkan hirisan halus terbentuk di permukaan wajahnya. Melihat hal itu membuat kedua mata Johnson semakin membulat sebelum pisau yang berada di genggamannya jatuh ke permukaan lantai tersebut.

Perlahan darah segar mengalir kepermukaan pipi Mely sebelum mengalir ke arah leher putihnya. "Kenapa? Adakah kau takut?" tanya Mely perlahan yang membuatkan tubuh Johnson tersentak.

Seolah-olah dia baru tersedar dari ketakutannya, kedua mata Johnson mengecil seketika sebelum tangannya kembali meraih pisau military yang ada di kakinya. Dengan gerakan cepat dia meletakkan pisau tersebut ke arah wajah Mely dengan pandangan penuh kebencian. "Perempuan sialan, kau sengaja menakut-nakutkan aku, ya!!" jeritnya dengan kuat.

Namun, bukannya Mely menjerit ketakutan atau dipenuhi kepanikan dia malah tertawa mendengar jeritan Johnson. Kedua mata kelabunya memandang Johnson seperti manusia paling bodoh yang pernah dia temui dalam hidupnya. Siapa, sangka masih ada orang sebodoh ini? Siapa, yang cuba menakutinya? Itu adalah kenyataan yang sudah dapat sahkan, ejek Mely dalam hati.

"Kau terlalu bodoh, Johnson Andrewson. Jelas-jalas itu adalah kenyataannya. Kamu fikir siapa itu Giovano LinDenhof? Dia adalah ketua keluarga LinDenhof yang menduduki kedudukan tertinggi dalam kekuatan komuniti dunia bawah. Adakah, kau tahu apa itu komuniti dunia bawah? Organisasi pembunuh, komuniti pasar gelap, kumpulan mafia yang tersebar di seluruh benua. Dan, semuanya berada di bawah kawalan Giovano LinDenhof" kata Mely perlahan seolah-olah cuba membuat Johnson memahami setiap kata yang dia katakan tadi.

"And you're nothing in his eyes. It's just a pity that you provoked him by taking me here" sambung Mely masih dengan cara bicaranya yang sama.

"Diam!!! Diam!!" jerit Johnson sambil mendekatkan pisau yang ada di tangannya dekat dengan leher Mely yang membuat satu luka kecil yang mulai dipenuhi oleh genangan darah yang mewarnai kulit lehernya. Namun, Mely tetap tidak mengeluarkan suara. Kedua matanya masih memandang Johnson dengan tenang yang saat ini semakin tersalut emosinya ketika melihatnya.

"Adakah kamu sedar? Sejak awal kau hanyalah bidak yang di mainkan dalam permainan catur kehidupan. Kau hanya lah salah satu bidak yang di gerakkan untuk menghadapi Giovano LinDenhof" kata Mely perlahan, masih dengan senyuman nipis.

"You're a dead man, Johnson Andrewson"

"DIAM!!" jerit Johnson penuh dengan kepanikan dan ketakutan yang dapat dia rasakan walaupun hanya dengan mendengar kata-kata tersebut. Tangannya, tanpa sedar menikam bahu Mely dengan kuat yang membuat tubuh Mely tersentak sebelum darah segar mengalir mewarnai gaun putihnya.

Mely mengetap giginya dengan kuat, pandangannya dipenuhi oleh kilatan gelap yang sepintas terlihat pada kedua mata kelabunya. Senyuman mengejek perlahan terbentuk di wajah kecilnya. "Hanya ini kekuatanmu? Ini masih tidak seberapa, Johnson. Kau seharusnya dapat melakukan lebih daripada ini" kata Mely dengan nada penuh provokasi yang membuat emosi Johnson semakin tidak stabil ketika mendengarnya.

"Diam, Melysah Chandravina. Diam!!" jerit Johnson sambil memukul wajah menjengkelkan di hadapannya dengan penumbuk tangannya yang membuat wajah Mely bergerak kesebelah ke kanan.

Vano, hanya ini yang dapat aku lakukan untukmu.

Aku hanya dapat menunda waktu untukmu agar kamu segera menemuiku.

Aku percayakan kamu.

Aku percaya kamu akan menemuiku.

Kerana hanya kamu yang dapat menemukan aku di antara lautan perempuan yang selalu mengelilingimu. Oleh itu, aku akan menunggumu, Giovano LinDenhof.

TO BE CONTINUED.

Dia tidak akan meninggalkannya. Dia akan percaya kepadanya - Almighty The Devil Underworld

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience