Rate

The Almighty Devil Of Underworld_94

Action Completed 38230

A week later, LinDenhof Mansion, Manhattan, NYC.

Angin sepoi yang bergerak di halaman belakang LinDenhof mansion ini, membuat daun-daun yang ada di atas pokok bergerak dengan lembut yang membuat melodi alam ini sangat indah untuk di dengar. Selain dari suara angin dan dedaun, terdengar juga suara melodi piano yang bergema di sekitar halaman ini. Beberapa pelayan yang berada di halaman belakang ini menghentikan langkah mereka tanpa sedar ketika mendengar melodi indah yang berada tidak jauh dari posisi mereka saat ini. Kedua mata mereka memandang ke arah perempuan mungil yang saat ini tenggelam dalam melodi muzik yang dimainkannya.

Tiada yang dapat mengalihkan pandangan mereka dari pemandangan yang benar-benar menakjubkan ini.

Bunga wisteria yang terlihat mekar, grand piano putih yang berada di tengah-tengah gazebo kayu dan perempuan menawan yang saat ini masih larut dalam permainan muziknya benar-benar merupakan pemandangan yang dapat membuat orang yang melihatnya akan menahan nafas mereka, lantaran takut hanya dengan suara nafas mereka mampu merosakan pemandangan mengagumkan ini.

Namun, teguran Butler Chong yang berada di belakang mereka membuat beberapa pelayan yang masih terpukau dengan pemandangan di hadapan mereka ini akhirnya tersedar. Dengan wajah yang merah, mereka semua kembali melanjutkan pekerjaan mereka namun, di tengah pekerjaan yang mereka lakukan mereka juga mencuri-curi pandang ke arah young madam yang saat ini terlihat sangat menawan.

Sudah tentu hal sekecil itu tidak luput dari perhatian Butler Chong, ujung bibirnya berkedut keras, menahan senyum yang akan terbentuk di bibirnya begitu melihat reaksi beberapa pelayan yang terlihat seperti orang yang terhipnotis di dekatnya. Menggelengkan kepalanya perlahan, kedua matanya memandang ke arah young madam yang masih sibuk memainkan piano dengan pandangan lembut. Kehangatan terlihat jelas di kedua matanya sebelum senyum nipis terbentuk di wajah tuanya.

"Senior madam, anda tidak perlu risaukan master lagi. Dia sekarang sudah menemukan pasangan hidupnya" gumam Butler Chong perlahan. Dia berharap kata-katanya ini akan terbawa angin petang, yang akan membantunya menyampaikan pesanannya kepada tokoh yang selalu dia rindukan. Genangan air mata memenuhi kedua matanya sebelum tangannya yang selalu di balut oleh sarung tangan putih itu bergerak untuk mengesat air mata tersebut, perlahan tubuhnya berpusing dan meninggalkan tempatnya saat ini.

Tidak menyedari bahawa dia berhasil menarik perhatian orang-orang yang ada di sekelilingnya, tangan Mely masih bergerak di atas tuts piano untuk memainkan melody yang memenuhi fikirannya saat ini. Senyum lembut terbentuk pada bibir kecilnya dengan kedua mata yang masih memandang ke arah tuts piano di hadapannya. Ketika lagu yang dimainkannya itu berakhir, kedua mata kelabunya ditutup perlahan untuk menikmati ketenangan yang memenuhi hatinya. Tangannya tanpa sedar bergerak untuk mencengkam dadanya seakan berusaha menahan kehangatan dan ketenangan yang selama ini selalu di cari-carinya agar tidak keluar dari tempatnya.

Deringan telefon bimbit yang bergema di sekelilingnya ini, membuat kedua mata kelabu itu kembali terbuka sebelum tangannya bergerak untuk meraih telefon bimbit yang berada di atas piano putih yang ada di hadapannya ini. Sebaik saja kedua matanya melihat nama 'Unknown' pada skrin telefonnya, entah mengapa jantungnya tiba-tiba berdegup kencang. Pandangannya menjadi gelap seketika, keningnya berkerut dalam seakan dia sedang berfikir mengenai panggilan yang masih berdering di dalam genggaman tangannya saat ini.

Akhirnya, setelah beberapa saat jari kecilnya bergerak di atas skrin telefon bimbit untuk menerima panggilan tersebut. Namun, belum sempat Mely membuka mulut untuk menanyakan identiti orang yang menghubunginya. Suara familiar yang sudah lama tidak didengarinya bergema di telinganya, membuat seluruh tubuhnya bergetar perlahan. Kedua mata kelabunya dipenuhi oleh sorot tidak percaya sebelum air mata memenuhi pandangannya.

"Princess, sudah lama aku tidak menghubungimu. Adakah kamu masih rindukan aku walaupun kamu sudah memiliki teman lelaki baru?" kata suara itu.

Senyuman hangat perlahan terbentuk di bibir kecilnya sebelum air mata mengalir di kedua pipinya. "Bodoh. Di mana kau sekarang, hah? Kenapa kau tiba-tiba menghilang begitu saja" kata Mely dengan suara serak kerana emosi memenuhi dadanya saat ini.

"Mmm. Aku tahu kamu rindukan aku. Siapa lagi yang akan kamu rindukan jika bukan aku? Betul, tidak? Hehehe. Kamu apa khabar, princess?" tanya suara itu dengan nada ceria yang masih sama seperti bertahun-tahun yang lalu.

Mendengar suara familiar itu membuat Mely dipenuhi oleh aura nostalgia yang menyelimuti tubuh mungilnya. "Kau masih tidak berubah, ya. Aku baik-baik saja dan sekarang aku sangat bahagia. Adakah kamu rasa moments seperti begini akan tiba pada akhirnya?" gumam Mely perlahan sambil mengeratkan genggamannya pada telefon bimbit yang saat ini masih berada di salah satu telinganya.

Hening.

Tiada balasan dari tokoh tersebut, begitu juga dengan Mely yang saat ini sama sekali tidak membuka mulutnya. Keheningan ini terus berlanjutan selama beberapa saat sehingga akhirnya suara familiar itu kembali bergema di telinganya. "Aku tahu kau bahagia dan gembira sekarang, princess. I'm happy for you" kata suara itu dengan nada lembut, air mata Mely yang tadinya sudah berhenti mengalir kembali mengalir dengan deras.

Isak tagis yang keluar dari bibir kecilnya membuat Mely segera mengangkat tangannya untuk menutup mulutnya agar dia dapat merendam suara tangisan yang berusaha dia tahan sebaik saja dia mendengar balasan dari tokoh tersebut. "Kalau bukan kerana kau ...aku tidak mungkin dapat semua ini. Kalau bukan kerana kau, aku tidak mungkin dapat merasakan kebebasan ini dan akhirnya menemui kebahagiaan ini. Kalau bukan kerana kau menyekat sistem keselamatan kerajaan Itali dan menghubungi keluarga angkatku dan juga mengurus semua data-dataku. Aku ...aku tidak mungkin akan berada di sini" kata Mely di tengah isak tangisnya.

Keheningan kembali menyelimuti keduanya, tiada balasan dari lawan bicaranya namun, Mely tidak masalah kerana dia tahu tokoh itu akan selalu ada untuknya, selalu mengawasi dan memperhatikannya dari jauh dan selalu melindunginya. Senyum penuh rasa terima kasih perlahan terbentuk di bibir kecilnya sebelum dia kembali membuka mulutnya. "Terima kasih. Terima kasih atas semua yang sudah kamu lakukan. Terima kasih untuk segala-galanya" sambungnya sambil mengesat air matanya dengan punggung tangannya.

"Sama-sama, princess. Hey ...berhenti menangis!! Aku baru tinggalkan kau selama beberapa tahun dan sekarang kau sudah menjadi cengeng seperti budak kecil! Adakah Giovano LinDenhof selalu menyakiti kamu sehingga membuat kamu menjadi cengeng?!" kata suara itu dengan nada sombong yang membuat Mely tertawa perlahan.

"Hey, jangan bawa-bawa nama Vano!! Dia tidak pernah membuat kesalahan, malah dia menjagaku dengan baik begitu juga dengan keluarganya. Mungkin aku terlena dengan semua kebaikan yang diberikan mereka sehingga membuat aku menjadi mudah emosional" jawab Mely dengan perlahan.

"Humph! Lihat kamu sekarang. Tsk, tsk, tsk ...kau sudah mula membela orang lain dan bukannya membela aku, humph!" kata suara itu dengan nada merajuk yang lagi-lagi membuat Mely tertawa perlahan begitu mendengarnya.

"Tapi, aku senang kamu dapat menunjukan emosimu dengan mudah. Ini adalah sesuatu yang benar, princess. Kita manusia harus memiliki gejolak emosi seperti yang kamu rasakan saat ini" gumam suara itu dengan nada lembut yang membuat dada Mely terasa sesak.

Senyuman lembut yang tadinya terbentuk di bibir kecilnya perlahan menegang sebelum berubah menjadi senyuman kaku yang saat ini mewarnai wajah kecilnya. Sorot kesedihan terlihat jelas pada kedua mata kelabunya sebelum dia menganggukkan kepalanya perlahan. "Mhm. Ini semua kerana usahamu. Kalau bukan kerana usahamu aku tidak akan dapat merasakan semua emosi ini. Dari kehangatan, kegembiraan, kesedihan, sakit hati, kemarahan, kebencian, kebahagiaan dan semuanya. Terima kasih" gumam Mely perlahan yang untuk kesekian kalinya keheningan kembali menyelimuti keduanya untuk seketika.

"Hey, adakah kau tidak takut jika panggilan ini di kesan oleh mereka?" tanya Mely dengan nada cemas sebaik saja dia teringat yang sekarang keadaan mereka berdua tidak begitu kondusif. Apa lagi Alex dan tokoh itu masih berada di luar sana.

Namun, suara itu bukannya cuba menenangkannya, dia malah tertawa kuat ketika mendengar pertanyaan Mely tadi. "Princess, adakah kau fikir aku bodoh? Sudah tentu mereka semua tidak dapat mengesan keberadaan kamu dan aku. Bahkan, lelaki yang diarahkan oleh kekasihmu tidak dapat menjejak keberadaanku" kata suara itu dengan nada bangga yang membuat Mely mengerutkan keningnya.

"Kekasihku? Vano? Diarahkan? Nicholas? Raffael? Leo? Atau Deekson?" jawab Mely perlahan, menyebut setiap nama yang saat ini terlintas di dalam fikirannya.

"Sudah tentu Leonardo Marque's, princess. Adakah kau lupa keluarga Marque's menguasai pergerakan maklumat dan perisian komuniti dunia bawah dan dunia atas?" kata suara itu dengan nada mengejek seolah-olah dia baru saja bercakap dengan orang bodoh.

Mendengar nada mengejek itu membuat Mely mencebikkan bibirnya. "Aku lupa, tapi kau tidak boleh menyalahkan aku, humph" kata Mely dengan nada protes yang saat ini jelas terdengar dari nada bicaranya.

"Princess, adakah kau tahu siapa yang berada di sebalik penculikan itu?" tanya suara itu tiba-tiba yang membuat tubuh Mely terpana ketika mendengar pertanyaannya.

Sudah tentu Mely tidak terkejut kalau tokoh ini mengetahui semua pergerakannya. Dia hanya terkejut kenapa tokoh ini tiba-tiba membahas topik itu.

Perlahan wajah Mely berubah serius yang membuatnya terlihat sangat berbeza dengan perempuan beberapa saat yang lalu. Kedua mata kelabunya dipenuhi kilatan gelap, tangannya tanpa sedar mengeratkan genggamannya pada telefon bimbit yang masih dipegangnya sejak tadi. "Alex yang menculik aku dan tokoh itu sudah mulai bergerak" kata Mely dengan nada serius.

"Alex dan 'dia' ..." kata suara itu sebelum keheningan kembali menyelimuti keduanya. Berbeza dengan keheningan sebelumnya yang terasa tenang, keheningan saat ini dipenuhi oleh aura serius dan ketegangan yang membuat dada Mely berdegup kencang.

"Sepertinya 'dia' sedang memainkan sesuatu" gumam suara itu yang terdengar seperti dia sedang menganalisis sesuatu.

Mendengar balasan tersebut membuat Mely mengerutkan keningnya dengan dalam. "Permainan apalagi? Orang itu benar-benar semakin gila" desis Mely dengan nada mengejek. Kedua mata kelabunya dipenuhi oleh sorot kebencian ketika mengingati tokoh gila itu.

"Kau pun tahu dia orangnya bagaimana. Kau harus berhati-hati. Mental psycho itu sangat sukar untuk kita ramalkan. Apa lagi setiap pergerakannya. Jangan lengah dan kalau perlu minta bantuan kekasihmu untuk melatih tubuh kecilmu. Kita tidak boleh lengah seperti dulu" kata suara itu dengan nada serius membuat Mely menganggukkan kepalanya perlahan.

Mengingati kelalaian mereka semua beberapa tahun yang lalu membuat hati Mely seakan di tikam oleh pisau berulang-ulang kali. Kejadian itu adalah salah satu mimpi buruk yang selalu menghantui setiap malamnya selama beberapa tahun kebelakang ini.
"Berhenti, menyalahkan diri sendiri. Kematian abang angkatmu bukan kerana kesalahanmu" kata suara itu dengan nada serius seakan dia mengetahui apa yang saat ini Mely fikirkan ketika mereka membahas topik sensitif ini.

Senyum nipis terbentuk pada wajah kecilnya, kedua mata kelabunya memandang ke arah bunga-bunga yang ada di hadapannya dengan pandangan melamun. "Bagaimana aku tidak menyalahkan diriku sendiri. Lelaki baik itu mati kerana melindungiku. Walaupun, keluarga angkatku tidak menyalahkan aku tetapi aku tahu mereka sangat sedih. Dia adalah satu-satunya anak mereka. Dosa besar ini tidak akan pernah hilang walaupun aku melakukan segalanya untuk mereka" gumam Mely dengan pandangan yang penuh dengan kesedihan.

"Berhenti berkata begitu. Kejadian itu adalah bayaran atas kelalaian kita semua dan bukannya sepenuhnya kesalahanmu. Tetapi, kali ini kita tidak boleh melakukan kesalahan seperti itu lagi" kata suara itu dengan nada lembut, berusaha menangkan Mely saat ini yang membuat Mely kembali tersedar dari lamunannya. Perlahan dia menganggukkan kepalanya sebelum dia bergumam perlahan untuk menunjukkan persetujuannya.

"Princess, kalau boleh aku tahu ...adakah kamu benar-benar serius dengan Giovano LinDenhof?"

Pertanyaan tiba-tiba itu membuat Mely mengerutkan keningnya kerana tidak biasanya tokoh ini mencampuri urusan peribadinya seperti saat ini.

"Ya, sudah tentu. Baru kali ini aku bertemu dengan lelaki menganggumkan seperti dia yang menerima aku apa adanya tanpa mengira latar belakangku. Hey, kenapa kau tiba-tiba, tanya?" gumam Mely penuh dengan rasa curiga.

"Ugh ...kau tahukan status lelaki itu dalam komuniti dunia bawah?" tanya suara itu lagi yang membuat Mely semakin mengerutkan keningnya.

"Sudah tentu aku tahu, lagi pula dia sudah menceritakan hal itu kepada aku" kata Mely dengan nada serius.

"Princess, lebih baik kau tidak terlalu jauh berurusan dengan Giovano LinDenhof" kata suara itu dengan nada serius, yang memberi amaran kepada Mely yang terkejut ketika mendengarnya.

"Hah?"

"Princess, keluarga LinDenhof tidak semudah yang kau fikirkan. Kau mungkin tidak tahu segala-galanya tentang mereka. Tetapi, aku mengetahui semuanya mengenai keluarga itu dan aku takut kalau kau jatuh terlalu ..."

Belum sempat suara itu menyelesaikan kata-katanya, Mely segera memintas kata-kata tersebut dengan nada kesal. "Tunggu, tunggu, tunggu. Apa maksud kau? Bukankah, kamu kata yang kamu ikut gembira kerana Vano menjagaku dengan baik tapi kenapa kau tiba-tiba bakata begini?" kata Mely dengan cepat. Kali ini dia benar-benar tidak dapat meneka jalan pemikiran tokoh ini, baru kali ini dia masuk campur seperti ini.

"Ugh ... princess ... keluarga LinDenhof ..."

"Vano datang, telefon aku lagi nanti" kata Mely dengan cepat sebelum mematikan panggilan tersebut ketika dia mendengar suara langkah kaki yang berjalan mendekat ke arah posisinya saat ini. Jantungnya seakan berhenti berdegup untuk beberapa saat sebelum dia merasakan dua tangan besar yang menarik tubuh mungilnya ke dalam pelukan hangat yang membuat tubuhnya yang sejak tadi terasa kaku kerana dipenuhi ketegangan kembali normal.

"Mmm. Why you always smell so nice?" gumam Mely perlahan sambil membenamkan kepalanya ke dalam dada bidang lelaki di hadapannya ini yang saat ini tertawa ketika mendengar kata-katanya.

Mengeratkan pelukannya perlahan, kedua mata biru itu memandang perempuan di hadapannya ini dengan penuh kehangatan sebelum satu tangannya bergerak untuk mengusap puncak kepala kucing kecilnya. "Apa yang kamu buat sejak tadi?" tanya Gio dengan nada lembut.

Mendengar pertanyaan yang terdengar seperti orang yang sedang menyoal siasat itu membuat Mely tertawa perlahan. "Aku bosan di dalam mansion dan aku rindukan tempat ini. Lagi pula, aku belum sempat menyentuh piano ini jadi, sejak tadi aku bermain dengan piano ini" jawab Mely perlahan dengan kedua mata yang bersinar penuh excitement.

Namun, di sebalik reaksi ceria kucing kecil ini dan seberapa lebar senyumannya saat ini, kedua mata Gio masih dapat melihat jejak air mata dia kedua pipi halusnya, perlahan tangannya bergerak untuk membelai permukaan pipi kucing kecilnya ini. "Kamu habis menangis. Bekas ini masih jelas di sini dan matamu masih terlihat merah. Ada apa, little kitten?" tanya Gio dengan lembut sambil mengerutkan keningnya.

Mely terpana untuk beberapa saat ketika mendengar pertanyaan Gio tadi, kedua mata kelabu itu menatap polos ke arah sepasang mata biru yang saat ini memandangnya dengan sedikit risau yang mewarnai kedua mata birunya. "Aku menghubungi Cath tadi tapi tiba-tiba aku rindukan dia. Hanya itu" gumam Mely perlahan sambil menggelengkan kepalanya perlahan.

Dahi Gio semakin berkerut ketika mendengar alasan tersebut. Kedua mata birunya memandang Mely dengan pandangan yang jelas-jelas tidak mempercayai kata-katanya. Namun, begitu Mely melihat reaksi Gio, dia malah tertawa perlahan sebelum tubuhnya bergerak untuk mencium permukaan bibir nipis di hadapannya dengan penuh kasih sayang.

Kilatan pasrah terlihat jelas pada kedua mata birunya sebelum tangannya kembali melingkari tubuh kucing kecilnya. Mendalami ciumannya, tangan Gio semakin membawa tubuh kucing kecilnya ke dalam pelukannya seakan ingin menyatukan tubuh mereka berdua. Beberapa saat berlalu sebelum akhirnya mereka melepaskan ciuman tersebut. Dengan nafas terengah-engah Mely bersandar di dada Gio sambil mendengar degupan jantung tidak keruan lelaki ini sebelum perlahan-lahan kembali normal.

"Kalau ada apa-apa kamu boleh ceritakan kepada aku, Vina" gumam Gio sambil mengeratkan pelukannya yang membuat Mely tersenyum lembut.

"Hmmm. Aku tahu. Aku tahu kamu akan sentiasa ada untukku, Vano" gumamnya lembut.

"Mmm. Hari ini aku akan bawa kamu keluar. Adakah kamu berminat?" tanya Gio dengan lembut yang segera dibalas dengan pandangan penuh excitement dari kedua mata kelabu yang saat ini masih memandangnya.

Wajah kecilnya segera di angkat ke arah Gio dengan ekspresi penuh harapan. Senyuman lebar terbentuk pada bibir kecilnya. "Kemana kita akan pergi? Adakah jauh?" tanya Mely dengan teruja. Dia masih ingat, setiap kali Gio mengajaknya keluar dia akan selalu membawanya ke tempat-tempat yang benar-benar menakjubkan.

Fairbanks dan Paris adalah contoh terbaik. Sudah tentu dia teruja untuk keluar, apa lagi dia sudah terlalu lama di dalam mansion ini.

Melihat reaksi kucing kecilnya yang teruja, senyum nipis perlahan terbentuk pada wajahnya sebelum dia meraih tangan kucing kecilnya dan menggenggamnya dengan erat sebelum memimpinnya ke arah teres depan, di mana sebuah Roll Royce Phantom black terlihat di hadapan mereka.

Kedua mata kelabu Mely bersinar penuh kagum ketika melihat kereta hitam tersebut, pandangannya segera beralih ke arah Gio yang masih memperhatikan gerak-gerinya dengan ekspresi kagum yang mewarnai wajah kecilnya.

"Ini adalah kereta termahal yang ada di dunia" kata Mely dengan nada teruja, menekankan pernyataan tersebut di bandingkan pertanyaan kepada Gio yang saat ini hanya menganggukkan kepalanya perlahan sambil memimpin Mely ke arah pintu masuk kereta yang sudah dibuka.

"Mhm. Kereta ini special edition. Aku minta syarikat Rolls Royce untuk memberikan kereta built-in khas untuk aku" kata Gio dengan santai seolah-olah apa yang baru saja dia katakan adalah ini tidak semahal kereta termahal di dunia.

Kedua kening Mely terangkat dengan sempurna ketika dia mendengarnya. "Built-in khas?" ulang Mely seolah-olah menanyakan maksud yang dikatakan oleh Gio tadi.

Perlahan kereta hitam itu bergerak keluar dari perkarangan Mansion LinDenhof dan menuju ke tengah-tengah bandar Manhattan yang dipenuhi orang ramai.

"Mhm. Kereta ini hanya dibuat untuk aku. Jadi hanya ada satu di dunia ini. Dengan bahagian dalam yang aku pesan, cermin kalis peluru dan beberapa ciri digital yang dapat meningkatkan keselamatan kereta ini. Jadi ...boleh dikatakan kereta ini seperti kereta tentera dengan reka bentuk yang mewah" jawab Gio dengan santai sambil mengusap kepala kucing kecilnya yang sejak tadi bersandar di dadanya dengan isyarat malas.

Sikap kucing kecilnya ini benar-benar terlihat seperti kucing yang sedang bermalas-malasan.

Kedua mata kelabu itu memandang ke arah Gio dengan penuh rasa kagum. "Vano kamu benar-benar sangat kaya" kata Mely perlahan sebelum kedua matanya menangkap jahitan benang perak yang merupakan inisial nama yang menghiasi tempat duduknya saat ini.

"GLL? Adakah ini inisial namamu?" tanya Mely penuh tanda tanya ketika melihat tiga huruf tersebut. Tangannya bergerak dengan lembut untuk menyentuh jahitan tersebut yang benar-benar terlihat sangat kemas.

"Mhm" jawab Gio sambil menganggukkan kepalanya perlahan yang membuat Mely mengerutkan keningnya.

"Giovano LinDenhof. Apa maksud perkataan L dalam inisial ini?" sambungnya, masih tenggelam dalam spekulasinya yang membuat Gio tertawa perlahan ketika melihat sikapnya saat ini.

"Nama tengahku. Lucas " jawab Gio singkat namun, ketika Mely mendengar jawapan lelaki ini, kedua matanya segera memandang ke arah Gio dengan ekspresi tidak percaya.

"Lucas?"

"Mhm. Nama lengkapku, Giovano Lucas LinDenhof. Nama tengah itu pemberian mendiang ibuku" jawab Gio masih dengan nada yang sama namun, berbeza dengan sikap santainya. Mely memandangnya dengan pandangan terkejut, speechless dan tidak percaya.

Kedua tangannya di silang sebelum kedua matanya mengecil. "Kenapa kau tidak beritahu aku dari awal?" desis Mely dengan penuh kekesalan yang hanya di balas dengan kedua kening diangkat sempurna oleh lawan bicaranya.

"Kenapa kamu tidak tanya?" kata Gio kepada Mely yang membuatnya speechless sebaik saja mendengar kata balasan Gio tadi.

"You" gumam Mely dengan nada pasrah yang mengimbangi ekspresi wajahnya. Dia benar-benar tidak dapat memberi komen apa-apa lagi mengenai sikap lelaki ini. Sudahlah, mau sampai bila-bila pun dia tidak akan dapat marah dengan lelaki menjengkelkan ini. Sekurang-kurangnya dia sudah tahu nama penuh kekasihnya ini.

Giovano Lucas LinDenhof. Nama yang sangat indah.

"Bagaimana dengan Nick? Adakah dia juga memiliki nama tengah?" tanya Mely lagi.

"Mhm. Hervin. Nicholas Hervin LinDenhof" kata Gio dengan tangannya yang masih bergerak perlahan di atas kepala kucing kecilnya. "Valentino adalah nama tengah Raffael. Raffael Valentino LinDenhof" sambung Gio yang di balas anggukkan perlahan oleh Mely.

"Kamu semua memiliki nama yang indah" gumam Mely dengan senyuman lembut yang mewarnai wajah kecilnya yang membuat pandangan Gio menjadi lembut.

"Namamu juga cantik. Melysah Chandravina" kata Gio dengan nada serius yang membuat Mely tertawa perlahan mendengarnya.

Perlahan dia menggelengkan kepalanya sebelum tangannya bergerak untuk mengeluarkan rantai perak yang selalu menghiasi lehernya sejak dia kecil. "Sebenarnya, aku tidak tahu berasal dari mana namaku. Orang-orang panti asuhan memberikan aku nama Melysah. Ketika mereka temui aku di depan pintu masuk aku memakai rantai ini yang memiliki tulisan nama. Jadi mereka menyangka yang tulisan ini adalah namaku" gumam Mely perlahan dengan pandangan melamun.

Dada Gio terasa sesak ketika melihat ekspresi sedih kucing kecilnya sebelum dia segera menarik tubuh mungil tersebut ke atas pangkuannya dan memeluknya dengan erat. "Apa pun latar belakangmu. Apa pun masa lalumu. Semua itu tidak penting. Mulai sekarang dan seterusnya aku akan selalu berada disisimu bersama dengan yang lain. Kamu tidak akan bersendirian lagi, little kitten" gumam Gio dengan nada lembut. Seakan dia berjanji pada dirinya sendiri, apa pun yang terjadi dia tidak akan meninggalkan kucing kecilnya ini sendiri.

Aliran hangat menyusup ke dalam dadanya, membuat Mely merasakan kehangatan yang selalu dia dapatkan dari lelaki di hadapannya ini. Senyuman hangat terbentuk pada wajah kecilnya sebelum dia menganggukkan kepalanya perlahan. "I know, Vano. I know" gumamnya lembut.

Akhirnya, setelah beberapa saat kereta hitam tersebut tiba di tempat tujuan, Gio segera turun dari kenderaannya dan membantu kucing kecilnya untuk turun perlahan-lahan. Kedua mata biru itu dengan jelas melihat pandangan bingung kucing kecilnya yang saat ini diarahkan kepadanya.

Namun, bukannya Gio menjawab dia hanya menepuk perlahan belakang tangan kucing kecilnya sebagai isyarat menenangkan sebelum memimpin kucing kecilnya masuk ke dalam kawasan makam mewah yang berada di hadapan mereka.

Keheningan menyelimuti keduanya, tiada yang membuka mulut namun, keheningan ini dipenuhi dengan ketenangan yang sering orang-orang dapatkan ketika mereka mengunjungi makam perkuburan. Kedua mata kelabu itu bergerak ke sana sini untuk melihat batu-batu nisan yang berada di sisi kiri dan kanannya sebelum Gio mengajaknya untuk berjalan lebih jauh ke dalam kawasan makam perkuburan tersebut.

Langkah Gio terhenti seketika membuat Mely ikut menghentikan langkahnya. Kedua mata kelabunya melirik ke arah sisi wajah Gio yang saat ini masih memandang ke arah depan. Tiada yang dapat meneka apa yang sedang difikirkannya saat ini.

"Aku sudah lama ingin mengajak kamu ke tempat ini tetapi, di sebabkan kesibukan kita, baru sekarang aku dapat mengajakmu kesini" gumam Gio lembut sebelum melirik ke arah Mely dengan senyum yang memenuhi kedua mata birunya. Perlahan dia memimpin Mely untuk mendekati batu nisan putih yang berada di hadapannya.

Melepaskan genggaman tangannya, Gio berjalan semakin dekat dengan kubur tersebut dengan ekspresi yang bercampur memenuhi kedua mata birunya. Perlahan tangannya menyentuh batu nisan di harapannya yang saat ini terlihat seperti menyambut kedatangannya.

"Hello, mother"

TO BE CONTINUED.

Dosa besar yang tidak dapat dia lupakan sampai bila-bila. - Almighty The Devil Underworld.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience