Rate

The Almighty Devil Of Underworld_87

Action Completed 38206

Abandoned mansion, Outskirt city, NYC.

Bunyi enjin empat helikopter yang tadinya terdengar sangat kuat, kerana baru saja mendarat di permukaan tanah kosong, secara perlahan-lahan berhenti sepenuhnya. Pintu helikopter pertama yang berada di tengah-tengah itu terbuka perlahan sebelum satu susuk tubuh lelaki yang lengkap dengan pakaian serba hitam berjalan turun dari helikopter tersebut sambil menarik tubuh perempuan mungil yang dipenuhi oleh ekspresi dingin yang membuatnya saat ini memancarkan aura menyeramkan yang membuat orang-orang yang melihatnya saat ini ragu untuk mendekat ke arahnya.

Tidak peduli dengan reaksi anak-anak buahnya yang memandang ke arahnya dengan ekspresi bercampur, Alex terus berjalan santai sambil menarik tangan perempuan mungil yang saat ini berada di sisinya. Perlahan, ujung mata coklat gelapnya melirik ke arah sisi wajah Mely dengan pandangan dipenuhi oleh rasa bangga kerana perempuan ini yang awalnya terlihat dipenuhi oleh emosi putus asa saat ini berhasil mengawal emosinya dan kembali menutup semua emosi yang bergolak dalam tubuhnya. Alex benar-benar kagum dengan kemampuan Mely dalam mengawal emosinya.

Perlahan kumpulan yang dipimpin oleh Alex berjalan masuk ke dalam mansion besar yang terlihat sudah lama di tinggalkan. Kedua mata kelabu itu bergerak ke sana sini untuk melihat keadaan di sekelilingnya saat ini. Mely, tahu menangis dan menyalahkan orang lain tidak akan dapat membantunya dalam situasi ini. Dia harus berpikiran dingin untuk membuat keputusan penting agar dia dapat keluar dari tempat ini. Keningnya, berkerut setelah menyedari cahaya redup menyambut mereka ketika mereka melangkah masuk ke dalam mansion lama ini. Hidung Mely berkedut ketika mencium bau kayu busuk yang menyerang deria baunya. Ugh ...bau busuk ini benar-benar menjijikkan, maki Mely dalam hati sebelum melirik ke arah Alex yang masih fokus memandang arah depan.

"Alex, apa yang kita buat di tempat ini?" tanya Mely perlahan.

Tiada jawapan. Alex masih terus diam sambil berjalan semakin dalam yang membuat Mely semakin mengerutkan keningnya. Setelah mempertimbangkan beberapa kemungkinan, Mely akhirnya memutuskan untuk kembali membuka mulutnya.

"Hey, Alex. Kamu tahu kan kalau mansion lama sudah lama di tinggalkan akan ada penunggu di dalamnya. Adakah kamu tidak takut mengganggu hantu-hantu di sini?" tanya Mely dengan nada sangat perlahan. Kedua matanya bergerak ke sana sini untuk melihat semua bilik kosong yang dipenuhi kegelapan yang membuat Mely tanpa sedar menelan liurnya. Aiyo, mansion lama ini benar-benar menyeramkan. Gaun putihnya yang terseret di atas lantai ini benar-benar membuatnya terlihat seperti perempuan yang merupakan penunggu di dalam mansion lama ini.  

Ujung bibir Alex berkedut keras ketika mendengar kata-kata Mely tadi. Kedua matanya masih memandang lurus kehadapan seolah-olah dia tidak mendengar kata-kata perempuan mungil di sisinya ini. Ekspresi dingin dan datar masih mewarnai wajahnya seakan dia tidak peduli dengan perempuan yang ada di sampingnya saat ini. Hm ...masih ada beberapa sikap yang tidak berubah dengan perempuan ini. Kata Alex dalam hati sambil menghela nafas perlahan.

Melihat pintu besar di hadapannya, Alex segera menggerakkan tangannya untuk memberi isyarat kepada salah satu anak buahnya untuk membuka pintu besar tersebut. 

Bunyi pintu yang terbuka bergema di seluruh ruangan yang membuat Mely meringis perlahan. Kedua matanya segera memandang ke arah sekeliling bilik yang terlihat lebih baik di bandingkan dengan bilik-bilik yang lain dan juga sedikit terang dari bilik-bilik lain yang dipenuhi kegelapan. Kedua mata Mely mengecil ketika melihat satu susuk tubuh yang duduk di salah satu sofa yang berada di tengah-tengah ruangan tersebut.

"Saya sudah membawanya" kata Alex dengan nada datar yang membuat kedua mata Mely membulat ketika mendengar kata-kata Alex tadi.

Bawa?

Jangan cakap tokoh ini ...dia?

Keringat dingin terus membanjiri tubuhnya sebelum dia berusaha meronta dengan kuat yang membuat Alex mendengus dan menolak tubuh mungil disisinya ini ke lantai di hadapannya dengan gerakan kasar.

Merasakan lantai sejuk dan kotor di hadapannya membuat Mely terbatuk-batuk sambil memejamkan kedua matanya untuk menahan rasa sakit yang menyerang ke seluruh tubuhnya. Perlahan, Mely membuka kedua matanya untuk memastikan tokoh di hadapannya namun, sayangnya sebagian dada dan wajah lelaki ini tertutup oleh bayangan gelap yang membuatnya sukar untuk melihat wajah lelaki tersebut.

"Jangan hubungi saya lagi. Tugas saya selesai disini" kata Alex dengan nada yang sama yang membuat tubuh Mely tersentak seketika. Kedua mata kelabunya beralih ke arah Alex dengan pandangan penuh memohon pertolongan namun, sebaik saja Alex melihatnya dia hanya memandang wajah Mely untuk beberapa saat sebelum berjalan ke arah sofa dan merebahkan punggungnya di sofa tersebut.

Melihat Alex tidak meninggalkan tempat ini, diam-diam Mely menghela nafas lega. Setidaknya, dia tidak keseorangan disini. Kata Mely dalam hati sebelum kembali mengalihkan pandangannya untuk melihat tokoh misteri di hadapannya dengan kening berkerut. Dia dapat melihat tokoh itu memiliki tubuh badan yang besar dan kaki gemuk...

Tunggu.

Badan besar dan kaki gemuk?

Bukankah badan lelaki itu tinggi dan tegap seperti Alex?

Memikirkan hal itu membuat kening Mely semakin berkerut. Dia sudah dapat membuat kesimpulan bahawa tokoh di hadapannya ini bukanlah tokoh yang ditakutinya, hal itu membuat Mely memandang tokoh tersebut dengan pandangan penuh provokasi.

Syukurlah bukan dia.

"Kau siapa? Apa yang kau mau dengan aku? Kalau tujuan kau adalah untuk mengancam, Vano. Semua yang kau lakukan tidak berguna. Vano, tidak akan jatuh ke dalam perangkap kau dengan mudah. Semuanya hanya sia-sia" kata Mely dengan nada mengejek sambil memutar kedua matanya dengan malas.

Ujung bibir Alex berkedut ketika melihat sikap perempuan mungil yang berada tidak jauh dari posisi duduknya ini. Adakah, budak kecil ini masih tidak menyedari kalau keadaannya saat ini benar-benar, buruk? Perempuan bodoh ini ...tsk, tsk, tsk. Memang benar kata orang-orang, kadang-kadang ada beberapa sifat yang sukar untuk diubah. Kutuk Alex dalam hati sebelum menutup kedua matanya dengan satu telapak tangannya untuk merehatkan tubuhnya untuk seketika. Namun, sebaik saja otaknya mengingati satu tokoh lelaki berwajah dingin yang memilih aura pembunuh yang akhir-akhir ini selalu berada di sisi perempuan mungil ini, kedua mata coklat gelapnya kembali terbuka. Pandangannya saat ini dipenuhi oleh kilatan membunuh yang dapat dilihat dengan jelas oleh orang-orang namun, sayangnya telapak tangannya masih menutup kedua matanya.

Bukannya tokoh itu menjawab pertanyaan Mely ketika dia mendengar kata-kata penuh provokasi tadi, dia malah tertawa kuat yang membuat Mely meringis perlahan. "Kau memang tidak berubah" jawab lelaki tersebut yang membuat tubuh Mely menegang seketika. 

Suara ini ...?

Kedua mata Mely membulat besar sambil terus memandang lelaki di hadapannya ini. Bukankah suara ini ...suara bekas atasannya dulu? Johnson Andrewson. Bukankah, Vano kata yang lelaki tua bastard ini sudah berada di bawah pengawasan polis? Kenapa dia boleh ada di sini? Adakah, dia melarikan diri?

Soalan demi soalan memenuhi kepalanya, membuat Mely merasa muak memikirkan semua kemungkinan yang ada. Astaga ...kenapa dia belum mati. Maki Mely dalam hati, dia benar-benar mengutuk nasib buruknya saat ini.

"Johnson Andrewson?" gumam Mely dengan nada penuh keraguan yang kembali di balas tawa kuat oleh lelaki tersebut.

"Tidak sangka kau masih ingat aku" jawab Johnson sambil menggerakkan tubuhnya untuk mendekat ke arah Mely yang saat ini menatapnwya dengan kedua mata yang di kecilkan. Sebahagian tubuhnya yang tertutup oleh bayang-bayang kegelapan mulai terlihat kerana cahaya lampu yang menyinari ruangan besar tersebut.

"AHH!!!" jerit Mely dengan penuh ketakutan, seperti melihat hantu yang tidak pernah dilihatnya sebelumnya. Kedua matanya memandang Johnson dengan pandangan terkejut yang bercampur dengan rasa tidak percaya begitu melihat wajah Johnson di hadapannya. Jantungnya berdegup sangat kencang kerana rasa terkejut yang tiba-tiba menyerang tubuhnya.

Wajah Johnson yang duduk di hadapannya saat ini sangat menyeramkan. Bekas jahitan yang terlihat di bahagian rahang bawahnya dan beberapa luka dalam benar-benar membuat wajah lelaki ini terlihat menyeramkan sehingga Mely tidak menyangka bahawa lelaki di hadapannya ini adalah Johnson Andrewson.

Apa yang sudah terjadi dengan wajah jeleknya?

Adakah ini penderitaan yang dia dapat di penjara?

Kedua pertanyaan itu memenuhi fikirannya namun, semuanya terjawab ketika Johnson yang berada di hadapannya dengan cepat mencengkam rahangnya dengan salah satu tangan besarnya.

"Ini semua kerana kekasihmu! Kalau bukan kerana bangsat itu, wajahku tidak akan jadi begini!" jerit Johnson dengan penuh amarah yang membuat Mely terkejut ketika mendengarnya. Otaknya seakan berhenti berfungsi ketika mendengar jeritan Johnson tadi. Bahkan, dia tidak peduli dengan air liur yang tersembur di wajahnya saat ini.

Ke ...kekasihku?

Vano?

Kalau bukan kerana Vano, dia tidak akan jadi seperti ini? Wajah Johnson jadi begini kerana perbuatan, Vano?

Dengan kening berkerut, Mely menepis tangan Johnson yang masih mencengkam rahangnya. Kedua matanya mengecil perlahan. "Jangan cuba-cuba memfitnah, Vano!" kata Mely dengan nada amarah.

Mendengar kata-kata itu membuat Johnson kembali tertawa kuat sebelum tangannya mencengkam rambut panjang perempuan di hadapannya ini. Kedua matanya dipenuhi oleh sorot kegilaan yang bercampur dengan kebencian, seperti lelaki yang sudah mulai hilang akal.

"Slut, kau fikir wajahku jadi begini kerana siapa? Ini semua kerana perbuatan Giovano LinDenhof! Bangsat, itu menyeksa aku hanya kerana aku menghantar kumpulan bodoh untuk membalas perbuatanmu malam itu!" kata Johnson dengan nada penuh emosi. Kemarahan memenuhi seluruh tubuhnya ketika dia kembali mengingati semua penderitaan yang dia rasakan di tangan bangsat itu.

Dia tidak akan tenang selagi dia tidak membalas dendam!!

Giovano LinDenhof harus mati!!

Dan satu-satunya cara untuk menghancurkan Giovano LinDenhof, adalah dengan menghancurkan satu-satunya kelemahan yang dia ada! 

Dia, harus menghancurkan perempuan sialan ini!

Mendengar kata-kata tersebut, membuat Mely kembali speechless. Hanya ada satu persoalan yang muncul di dalam fikirannya saat ini dan persoalan itu adalah.

Mengapa Vano tidak memberitahunya?

Sedikit rasa kecewa memenuhi hatinya sebaik saja Mely menyedari bahawa lelaki yang dia cintai itu masih menyembunyikan beberapa hal darinya. Namun, ketika dia mendengar bahawa Gio melakukan hal itu untuk membalas dendamnya, perlahan dia merasakan kehangatan memasuki dadanya. Kilatan hangat terlihat sekilas pada kedua mata kelabunya sebelum kilatan tersebut menghilang seketika.

Namun, sayangnya kilatan itu masih dapat dilihat oleh Alex yang sejak tadi memperhatikan interaksi mereka berdua. Kilatan gelap kembali memenuhi kedua matanya sebelum Alex mengepalkan tangannya tanpa sedar.

Senyuman mengejek terbentuk di wajah kecilnya membuat ekspresi Mely saat ini terlihat lebih mendominasi. "Kalau begitu, kekasihku melakukan hal yang benar. Kau layak mendapatkannya" ejek Mely dengan senyum yang masih terbentuk di wajahnya yang membuat emosi Johnson semakin membara.

"Shut up, slut!!" jerit Johnson dengan penuh emosi sambil menguatkan cengkamannya pada rambut Mely yang membuatnya meringis kesakitan. 

Pandangan Alex menjadi semakin gelap begitu melihat sikap lelaki menjijikkan di hadapannya. Tangan yang sejak tadi dikepal dengan sekuat tenaga akhirnya mengalirkan sedikit darah. Namun, sebaik dia merasakan telefon bimbit yang ada di dalam poketnya bergetar. Dengan gerakan refleks dia meraih telefon bimbitnya untuk melihat pesanan ringkas tersebut yang membuat kedua matanya berubah menjadi sukar digambarkan. Menghela nafas perlahan akhirnya Alex bangkit dari posisi duduknya sebelum berjalan ke arah pintu keluar ruangan tersebut dengan langkah santai.

Rasa sakit menyerang seluruh tubuh Mely saat ini, terutama bahagian kulit kepalanya yang terasa panas kerana tarikan kuat Johnson sialan ini. Kedua matanya mengecil sebelum dia berusaha memberontak untuk melepaskan dirinya dari cengkaman lelaki gila yang saat ini berdiri dihadapannya. Belum sempat dia membuka mulutnya untuk memaki Johnson, dia melihat tubuh belakang Alex berjalan ke arah pintu yang meninggalkannya sendiri di tempat ini.

"ALEX!! Alex jangan tinggalkan aku!!" jerit Mely dengan panik sambil terus memberontak. Malangnya, lelaki tinggi itu masih terus berjalan ke arah pintu seolah-olah dia tidak mendengar jeritan tersebut.

"Kau fikir dia akan menolongmu?! Dia yang membawamu ke sini. Dia yang menyerahkan kau kepadaku. Dia dan Mr. Stan yang membantuku agar kau berada di sini bersamaku" kata Johnson sambil menarik rambut Mely dengan kuat agar wajah kecil perempuan ini menghadap ke arahnya. Kedua matanya dipenuhi oleh kebencian yang membuat tubuh Mely bergetar ketika melihatnya.

Kedua mata kelabu yang dipenuhi oleh panik itu bergerak kesana sini untuk mencari jalan keluar. Tubuhnya masih menggeliat untuk melepaskan diri dari cengkaman erat Johnson. Pandangannya beralih ke arah susuk tubuh lelaki yang berjalan semakin jauh meninggalkannya.

Tidak! Ini tidak mungkin!

Alex, bukankah selama ini kau melatih aku untuk menjadi kuat!?

Kau yang mengajar aku untuk menjadi seperti sekarang! 

Tetapi, kenapa kau malah melakukan ini!?

Kenapa sekarang kau menolong lelaki jahat ini!!?

Tidak. Dia tidak dapat menerima semua ini.

"Alex, kau tidak boleh tinggalkan aku! Kita dibesarkan bersama! Kita juga berasal dari tempat yang sama! Kau sudah seperti abang yang tidak pernah aku, ada! Alex, berhenti!!! Mengapa kau sanggup lakukan ini kepada aku!?" jerit Mely yang penuh dengan keputusasaan. Air matanya semakin mengalir di kedua pipinya.

"Alex, kau tidak boleh tinggalkan aku sendiri! Bukankah, kau pernah berjanji akan selalu melindungiku!? Kau yang cakap waktu aku berumur 10 tahun yang kau satu-satunya saudara yang akan selalu melindungiku! Jangan pergi Alex!"

"ALEX, STOP RIGHT THERE!!!"

Dadanya terasa sakit melihat lelaki yang dia anggap sebagai abang yang selama ini melindunginya malah mengkhianatinya.

"Ely"

Panggilan familiar dari suara garau Alex membuat tubuh Mely terpana seketika. Kedua matanya yang dipenuhi air mata itu memandang ke arah Alex dengan pandangan penuh putus asa dan sedih, membuat ekspresi wajahnya saat ini terlihat sangat menyedihkan namun, berbeza dengan Alex.

Dia memandang perempuan di hadapannya ini dengan pandangan dingin seolah-olah mereka hanyalah orang asing. Kedua mata coklat gelapnya memandang Mely dengan pandangan gelap yang menyukarkan orang untuk meneka apa yang ada di dalam fikirannya saat ini.

"Ely, bukankah kau yang tinggalkan aku?"

Satu pertanyaan itu seakan membuat tubuh Mely hancur berkeping-keping. Hatinya saat ini terasa seperti baru saja di sambar petir yang membuat seluruh tubuhnya bergetar kuat. Air matanya semakin membasahi wajahnya, dengan gerakan perlahan dia menggelengkan kepalanya perlahan.

"Alex ...aku ...aku ...kau tahukan aku tidak dapat bertahan ..."

"Aku tidak bermaksud ...aku ...aku"

Ucapan Mely yang tersakat-sekat itu bergema di seluruh ruangan tersebut, membuat Alex yang sejak tadi memandang ke arahnya segera memusingkan tubuhnya. "This is a lesson for you, Ely" gumam Alex dengan dingin.

"Johnson Andrewson, saya akan meninggalkan separuh anak buah saya untuk membantu anda disini" sambung Alex dengan nada dingin yang sama.

"ALEX STOP! ALEX DON'T LEAVE ME HERE!"

Namun, mau sekuat apa pun Mely menjerit, sebanyak apa pun air mata yang keluar dari kedua matanya, sebesar apa pun dia memohon. Lelaki tinggi itu sama sekali tidak menoleh ke arahnya. Alex masih berjalan dengan langkah stabil, meninggalkan Mely yang masih memandang ke arah belakangnya dengan ekspresi penuh kekecewaan.

"Slut ...now is just you and me. Aku akan membuatmu merasakan apa yang sudah dilakukan oleh Giovano LinDenhof kepadaku" kata Johnson dengan nada menyeramkan yang membuat Mely menutup kedua matanya sebelum kembali memberontak dari cengkamannya.

"Lepaskan, bastard!!!"

Mereka berdua tidak menyedari lelaki tinggi yang meninggalkan mereka di dalam ruangan ini, meninggalkan jejak titisan darah yang dapat dilihat dengan jelas kerana terlihat sangat kontras pada permukaan lantai putih ruangan ini kerana dia sangat kuat mengepal kedua tangannya untuk mengatur gejolak emosi yang memenuhi tubuhnya.

Mereka berdua tidak menyedari sejak tadi tubuh lelaki itu bergetar perlahan, berusaha menahan emosi yang sudah berada di ambang tahap kesabaran. Terutama, ketika mendengar setiap kata-kata perempuan mungil yang sudah dia anggap sebagai adik perempuannya.

Mereka berdua tidak menyedari sekilas kedua mata coklat gelap itu dipenuhi dengan sorot kesedihan sebelum menghilang sepenuhnya dan kembali seperti sediakala.

TO BE CONTINUED.

Ia menyakitkan ketika anda menyedari bahawa anda tidak begitu penting bagi seseorang seperti yang anda pernah bayangkan .... Almighty The Devil Underworld

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience