Rate

The Almighty Devil Of Underworld_95

Action Completed 38230

Royal Cemetery, Suburb luxury area, NYC.

Angin lembut itu menerpa wajah Mely yang membuat rambutnya bergerak perlahan dan menutupi sebahagian wajahnya namun, dia tidak begitu peduli dengan semua itu. Kedua mata kelabunya masih fokus ke arah sisi wajah lelaki yang berada tidak jauh dari posisi berdirinya saat ini. Jantungnya berdegup dengan kencang dan entah mengapa tiba-tiba air mata memenuhi kedua matanya sebelum mengalir perlahan di kedua pipinya.

Ini adalah kali pertama Mely melihat Gio menunjukkan ekspresi seperti ini.

Kedua mata biru itu terlihat dipenuhi kerinduan dan kesedihan yang membuat dadanya terasa sesak melihatnya. Mely tidak begitu memahami bagaimana rasanya disayangi oleh ibu atau ayah. Sejak kecil, dia tidak pernah mendapatkan perasaan hangat seperti itu namun setelah dia mula tinggal bersama keluarga Gainesville sedikit demi sedikit dia mulai memahami akan perasaan itu, walaupun tidak dengan sepenuhnya.

Melihat ekspresi lembut dan semua perubahan emosi yang memenuhi kedua mata biru itu membuat Mely menyedari bahawa ibu dalam kehidupan Gio adalah salah satu tokoh yang paling berharga dalam hidupnya.

"Mom, it's been such a long time" gumam Gio dengan suara serak. Perlahan senyum nipis terbentuk di wajahnya, kedua mata birunya masih memandang batu nisan di hadapannya dengan pandangan yang dipenuhi dengan semua emosi yang dia rasakan. "Keadaan kami semua baik-baik saja. Mom, tidak perlu risaukan kami semua lagi" sambungnya, masih dengan nada yang sama.

Keheningan menyelimuti tempat tersebut. Tiada balasan yang membalas kata-kata tersebut. Hanya ada suara angin dan daun-daun yang bergerak di sekelilingnya namun, semua itu tidak menjadi masalah untuk Gio. Tempat ini selalu menjadi tempat pelariannya setiap kali dia merasa bosan menjalani kehidupannya yang membosankan ini. Terutama setiap kali dia menyelesaikan semua hal yang berkaitan dengan komuniti dunia bawah atau setiap kali dia berhasil membalas dendamnya. Setiap orang yang mengenali Gio tahu bahawa apa yang dilakukannya itu adalah sesuatu yang paling melelahkan. Terutama ketika hal itu benar-benar memerah semua tenaganya, fikirannya dan juga mentalnya. Hanya tempat ini yang dapat memberikan dia ketenangan sebelum dia bertemu dengan kucing kecilnya.

Senyum lembut perlahan terbentuk di bibir nipisnya sebelum kedua mata birunya di penuhi kehangatan. "Mom, I've already met my one and only. Namanya Melysah Chandravina. Nama yang indah, bukan?" gumam Gio lembut yang diikuti tawa perlahan.

"You will love her, Mom. Hanya dia satu-satunya yang dapat menghadapi tingkah laku bodoh Nicholas. Suasana dalam mansion juga jauh lebih hidup dari sebelumnya. Mom pun sendiri tahu betapa suramnya mansion itu setelah mom pergi, bahkan dad memutuskan untuk pindah dari sana tetapi, semenjak aku bertemu dengan kucing kecilku ini, suasana mansion itu mengalami perubahaan yang sangat drastik"

Air mata mengalir deras pada wajah kecil Mely setiap kali dia mendengar kata demi kata yang keluar dari bibir Gio. Terutama ketika lelaki ini bercakap tentang dirinya. Dadanya terasa sesak yang membuatnya kesukaran bernafas.

Apa yang sudah dia lakukan selama ini sehingga dirinya memiliki lelaki sesempurna ini? Lelaki di hadapannya ini terlalu indah untuk menjadi kenyataan, kadang-kadang Mely merasa risau jika saat ini dia sedang bermimpi. Sekirannya suatu saat dia terbangun dari mimpi ini dan dia berada di apartemen kecilnya? Tiada lagi suara Vano, Raffael, Nick, Leo dan Deekson dalam hidupnya dan tiada lagi Butler Chong dan Bella yang selalu merisaukannya.

Apa yang harus dia lakukan sekiranya itu terjadi?

Bahkan, Mely sendiri tidak dapat membayangkan kemungkinan mengerikan itu. Dia lebih suka terperangkap dalam kegelapan seperti yang dia rasakan beberapa tahun yang lalu daripada dia harus menghadapi situasi seperti itu. Mely tahu apa yang dia rasakan ini hanyalah ketakutan semata dan dia tahu Gio akan selalu berada di sisinya, selalu melindunginya dan selalu menyayanginya. 

"Mom, aku membawa kucing kecilku kesini agar dia dapat bertemu denganmu. Agar kucing kecilku tahu, di sebalik kegelapan yang menyelubungi kehidupanku dan Nicholas, ada mom yang selalu menjadi sumber cahaya dalam kehidupan kami. Selain itu aku juga ingin beritahu yang aku sudah menemui sumber cahayaku. Kucing kecilku adalah sumber cahayaku sekarang, aku mahu mom tahu agar mom tidak merisaukan aku lagi"

Tubuh Mely bergetar perlahan sebaik saja dia mendengar kata-kata tersebut. Pandangannya menjadi kabur kerana air mata yang terus mengalir di kedua mata kelabunya namun, walaupun begitu dia masih dapat melihat wajah Gio yang saat ini memandang ke arahnya dengan penuh kehangatan di hadapannya.

Tangan besarnya bergerak untuk menarik tubuh mungil Mely ke dalam pelukannya yang membuat Mely segera membenamkan kepalanya ke dalam dada bidang yang selalu dipenuhi kehangatan. Keduanya duduk di atas permukaan lantai keramik putih yang menutupi permukaan gazebo kecil tempat batu nisan ini berada. 

Mengeratkan pelukannya pada tubuh kucing kecilnya yang saat ini bergetar kerana isakan tangisnya, Gio segera mengucup lembut dahi kecilnya dengan penuh kasih sayang. "Kenapa kamu menangis, little kitten?" gumam Gio perlahan sambil menaikkan kedua keningnya ke arah Mely yang masih membenamkan kepalanya ke dalam dada bidangnya.

"Shut up, Vano" kata Mely dengan suara yang terdengar serak yang hanya di balas dengan senyum nipis yang terbentuk di bibir nipis Gio sebelum tangannya mengusap rambut panjang kucing kecilnya ini dengan lembut.

Kedua mata birunya memperhatikan wajah kucing kecilnya yang terlihat merah yang membuat Gio menghela nafas pasrah sebelum dia menyeka bekas air mata yang terlihat jelas mewarnai wajah kucing kecilnya. "Aku sudah kata aku tidak suka melihat kamu menangis. Kucing kecilku terlihat lebih comel jika sedang ketawa" gumam Gio dengan nada lembut yang membuat Mely memuncungkan bibirnya.

Kedua mata kelabu yang merah itu memandang ke arah Gio dengan ekspresi kesal yang terlihat jelas dari pandangnya saat ini. Kamu pikir aku menangis kerana siapa, hah?!! kata Mely dalam hati sebelum dia kembali mengatur emosinya. Pandangannya bergerak ke arah batu nisan yang saat ini berada tepat di hadapannya dengan emosi bercampur.

"Hello Madam LinDenhof" gumam Mely dengan nada lembut.

Gio yang memperhatikan kucing kecilnya ini memutuskan untuk terus diam. Kedua mata birunya memandang wajah kucing kecilnya dengan penuh minat.

"Nama saya Melysah dan saya ingin berterima kasih kepada Madam kerana sudah melahirkan anak lelaki mengagumkan seperti Vano. Tanpa Madam, Vano tidak akan pernah lahir di dunia ini, tanpa Madam ...saya tidak akan pernah bertemu dengan lelaki yang mengagumkan seperti dia. Walaupun, kadang-kadang sikap Vano menjengkelkan dan tidak tahu malu tetapi, dia menjaga dan memperlakukan saya dengan baik. Tanpa Vano saya tidak akan pernah tahu apa erti kehangatan dan kekeluargaan, tanpa Vano, mungkin saya akan selalu berada dalam kegelapan dan terikat dengan orang lain, tanpa Vano mungkin saya tidak akan menjadi seperti sekarang. Oleh kerana itu ...saya ingin berterima kasih sangat-sangat kepada Madam kerana sudah melahirkan dan mendidik lelaki seperti Vano. He is the best thing that happen in my life. He's my first and will always be my last" 

Kedua mata biru Gio berkontraksi seketika ketika mendengar apa yang dikatakan oleh kucing kecilnya. Terutama dua kata terakhir yang benar-benar membuat jantungnya berdegup kencang. Gejolak emosi memenuhi pandangannya sebelum dengan gerakan cepat, dia menarik tubuh kucing kecilnya ke dalam pelukannya dan mencium bibir merah yang ada di hadapannya. 

Ciumannya kali ini dipenuhi dengan semua emosi yang memenuhi dadanya sebaik saja dia mendengar kata-kata kucing kecilnya yang terdengar santai namun, pada masa yang sama benar-benar membuat jantungnya bergetar perlahan. Mengeratkan pelukannya, dia membawa kucing kecilnya semakin dalam pelukannya. Tiada yang dapat menyatakan betapa beruntungnya dia memiliki kucing kecilnya ini. Keputusannya untuk mengejar kucing kecilnya sejak kali pertama mereka bertemu di Rainbow adalah keputusan terbaik yang pernah dia buat dalam hidupnya.

A fucking good one.

"Ugh ... Van ... Vano ...kita ada di depan ... makam ... ugh" kata Mely di tengah ciuman dalam yang diberikan Gio padanya. Ciuman ini benar-benar dipenuhi oleh semua emosi yang dimiliki lelaki ini sehingga membuat seluruh tubuhnya bergetar perlahan kerana dipenuhi oleh emosi tersebut. Wajahnya berubah menjadi merah padam kerana rasa malu dan sedar diri yang menyelimuti tubuhnya saat ini. Tangannya bergerak perlahan untuk menolak tubuh tegap di hadapannya sebelum akhirnya kedua bibir mereka berpisah.

"Vano ... kau memang gila" gumam Mely di tengah nafasnya yang masih terengah-engah. Kedua matanya bergerak ke arah sepasang mata biru yang masih menatapnya dengan penuh emosi. "Adakah kau tidak malu dengan ibumu?!" desisnya sambil membenamkan kepalanya ke dalam dada bidang Gio yang malah membuat lelaki ini tertawa perlahan ketika mendengar kata terakhirnya.

Mengeratkan pelukannya, kedua mata birunya kembali memandang batu nisan di hadapannya yang dihiasi dengan tulisan nama yang ditulis dengan indah.

Charlotte Leanora LinDenhof. 

Senyuman hangat terbentuk di bibir nipisnya seakan dia sedang memandang wajah lembut yang selalu memenuhi memori masa kecilnya.

Aku sudah boleh menjaga diri sendiri, mom. Aku sudah memiliki sumber cahaya, jadi mom tidak perlu risau lagi kalau aku terperangkap dalam kegelapan.

Lagi pula ...dendam ini akan tetap berterusan, kami semua tidak akan berhenti sehingga semua orang yang membuatmu pergi dalam hidup kami bertanggung jawab atas perbuatan yang mereka lakukan.

Jadi, sekarang mom sudah boleh berehat dengan tenang di sana, jangan risaukan kami lagi. Kami semua akan baik-baik saja.

 ***

LinDenhof Mansion, Manhattan, NYC.

Kelopak mata yang sejak tadi tertutup rapat itu bergetar perlahan sebelum terbuka sempurna. Kedua mata kelabu Mely dengan jelas melihat sisi wajah Gio yang saat ini masih memandang ke arah depan dengan ekspresi serius. Mengerutkan keningnya, tangannya bergerak mengusap wajah lelaki di atasnya.

Merasakan sentuhan lembut di sisi wajahnya, kedua mata birunya segera beralih ke arah perempuan mungil yang masih berada di dalam pelukannya. Senyuman lembut terbentuk pada wajahnya sebelum dia mencium dahi kucing kecilnya yang tertutup oleh rambut panjangnya. "Kamu sudah bangun" kata Gio sambil menaiki tangga untuk menuju ke bilik mereka.

"Kita mau kemana?" tanya Mely dengan suara serak yang terdengar seperti budak kecil yang baru terbangun dari tidur siangnya. Entah, mengapa setelah mereka kembali ke dalam kereta, dia merasa sangat mengantuk yang benar-benar sukar untuk dilawan. Untungnya Gio segera menariknya ke atas pangkuannya dan mengusap rambut panjangnya yang membuatnya tertidur dengan cepat.

"Bilik kita. Kamu masih perlu berehat" jawab Gio sambil terus berjalan dengan langkah perlahan agar dia tidak mengganggu posisi kucing kecilnya yang masih bersandar di dada bidangnya.

"Adakah kamu akan temani aku?" gumam Mely perlahan yang segera di balas gelengan perlahan oleh lawan bicaranya yang membuat Mely mengerutkan keningnya ketika melihat respon yang diberikan Gio kepadanya.

"Masih ada yang harus aku lakukan di ruang kerja. Kamu berehat dulu nanti aku akan menyusul" jawab Gio dengan nada lembut yang dibalas dengan gelengan cepat oleh kucing kecilnya. Kedua mata kelabu itu memandangnya dengan pandangan menyedihkan yang malah membuat Gio menaikkan kedua keningnya ketika melihat reaksi kucing kecilnya.

"Aku mau bersama kamu. Aku mau menemanimu di ruang kerja" kata Mely dengan nada manja yang membuat Gio speechless ketika mendengarnya.

Dari mana kucing kecilnya ini belajar bersikap seperti ini?

"Mhm. Baiklah" jawab Gio pasrah sambil berjalan ke arah koridor pejabatnya yang tidak jauh dari posisi mereka berdiri saat ini.

Ruang kerja Gio selalu membuat Mely teruja, entah kerana aura yang dipancarkan ruangan ini atau model dalaman ruangan ini. Pada dasarnya Mely selalu bersikap seperti kanak-kanak yang baru saja menemui tempat bermain barunya yang belum pernah dilihatnya sebelumnya. Kedua mata kelabunya bergerak ke sana sini, memperhatikan setiap objek yang ada di dalam ruangan ini. Bahkan ketika Gio meletakkan tubuhnya di atas sofa yang berada di dalam ruang kerja ini, sinar kegembiraan yang terpancar dari kedua mata kelabunya sama sekali tidak berkurang.

Gio, yang melihat reaksi kucing kecilnya yang berlebihan ini, hanya dapat menunjukkan ekspresi pasrah yang saat ini mewarnai wajahnya. Menggelengkan kepalanya perlahan, tangannya mengusap manja kepala kucing kecilnya. "Kamu tunggu di sini. Masih ada beberapa dokumen yang harus aku ambil" gumam Gio lembut yang segera dibalas dengan anggukan cepat oleh kucing kecilnya.

This little kitten of his...

Kenapa dia merasa kucing kecilnya ini memang ingin dia pergi dari ruang kerjanya ini? Adakah, supaya dia dapat menjelajahi ruangan ini dengan sepuas-puasnya? fikir Gio dengan ujung bibir yang berkedut keras, kilatan pasrah terlihat jelas dari kedua mata birunya sebelum dia bergerak untuk mengucup singkat dahi kecilnya.

"Be a good girl, little kitten" gumam Gio dengan nada perlahan. 

Namun, ketika Mely mendengar kata-kata Gio tadi, Mely memutar kedua matanya dengan kesal. Kenapa lelaki ini memperlakukannya seperti budak kecil yang sering berkelakuan buruk!? rungut Mely dalam hati.

"Humph, tenanglah, aku akan bersikap baik dan tidak akan melakukan sesuatu yang pelik. Sudah, sudah. Sekarang kamu boleh ambil dokumen yang kamu katakan tadi" kata Mely dengan cepat yang membuat Gio menghembuskan nafas pasrah dan berjalan meninggalkan kucing kecilnya yang masih memandang belakangnya dengan pandangan memaksa yang seakan berkata 'cepat pergi, aku tidak sabar melihat sekeliling ruangan ini, shuuu shuuu'.

Ujung bibir Gio berkerdut keras ketika menangkap maksud dari pandangan yang kucing kecilnya arahkan kepadanya beberapa saat yang lalu. Gio tidak tahu harus memberi reaksi apa ketika melihatnya, dia hanya dapat memandang kucing kecilnya ini dengan ekspresi pasrah mewarnai wajahnya.

Dia hanya berharap ketika dia kembali, ruangannya ini tidak akan berubah menjadi kapal pecah. Walaupun, sebenarnya Gio tidak akan mempermasalahkan hal kecil itu selagi kucing kecilnya merasa terhibur dan gembira...

Melihat belakang tubuh tegap Gio meninggalkan ruang kerja ini membuat kedua mata kelabu Mely dipenuhi oleh sinar excitement sebelum dengan gerakan cepat dia bangun dari posisi tidurnya. Dia sudah sering menjelajahi semua bilik yang ada di mansion ini, bahkan bangunan di mana semua pelayan dan pengawal peribadi Gio tinggal. Dari semua ruangan yang ada hanya ruang kerja ini yang belum pernah dia jelajahi sepenuhnya dan hal itu benar-benar membuat Mely excited.

Perlahan dia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan tempatnya berada saat ini. Ruangan ini bahkan lebih luas dari ruang kerja Vano yang ada di LinDenhof Corp! kata Mely dalam hati. Walaupun, ruang kerja Vano di LinDenhof Corporation sudah di lengkapi walk-in-closet, bilik mandi dan bilik rehat untuk berehat namun semua itu masih kurang luas dari ruang kerja ini.

Tsk, tsk, tsk ...orang kaya memang tahu bagaimana cara membelanjakan wang mereka, fikirnya sambil berjalan ke salah satu sisi bilik yang dipenuhi oleh bingkai gambar yang menarik perhatiannya.

Kedua matanya bergerak dari satu bingkai ke bingkai yang lain, melihat banyak wajah familiar yang memenuhi bingkai itu membuat pandangan Mely menjadi hangat. Tangannya bergerak untuk merasakan permukaan bingkai di mana terdapat lima tokoh berpakaian hitam yang sama sambil memandang ke arah kamera, bahkan Mely dapat merasakan aura gelap yang mereka semua pancarkan walaupun hanya dari dalam bingkai gambar.

Tawa perlahan keluar dari bibir kecilnya sebelum dia menggelengkan kepalanya perlahan. "Mau berusaha bagaimanapun, Nick tidak akan dapat menandingi keempat-empat lelaki yang ada di sisinya" gumam Mely di antara tawa perlahannya sambil memandang bingkai di hadapannya.

Pandangannya bergerak ke arah bingkai lain di mana terdapat tokoh lelaki dan perempuan yang berdiri berdampingan dengan senyuman lembut yang menghiasi wajah mereka. Sepertinya, Vano memang sangat mirip dengan wajah ayahnya, setiap lekuk wajah lelaki yang ada di dalam gambar ini sangat mirip dengan wajah Vano sekarang, kata Mely dalam hati sambil memandang tokoh lelaki yang ada di dalam bingkai gambar tersebut. Namun, sebaik saja kedua matanya bergerak ke arah tokoh perempuan yang berada di sisi lelaki itu. Kedua mata kelabunya berkontraksi, tubuhnya bergetar perlahan, nafasnya tiba-tiba berubah menjadi terengah-engah ketika melihat tokoh perempuan yang ada di dalam bingkai gambar tersebut.

Tidak.

Tidak mungkin.

Potongan demi potongan memori datang silih berganti yang memenuhi fikirannya saat ini, membuat pandangannya menjadi kabur untuk beberapa saat. Kedua tangannya bergerak untuk menutup bibir kecilnya, kedua matanya masih tertumpu pada bingkai gambar yang ada di hadapannya, tanpa sedar tangannya bergerak dengan cepat untuk menarik bingkai tersebut. Namun, tepat setelah bingkai itu berada di tangannya, Mely merasakan seluruh tubuhnya tiba-tiba menegang.

Perangkap?

Belum sempat otaknya memproses apa yang sedang terjadi, dia merasakan pergerakan datang dari arah belakangnya yang membuat tubuhnya membeku seketika. Perlahan dia memusingkan tubuhnya untuk melihat dua rak buku besar yang berada di sisi ruangan yang bertentangan dengan posisinya saat ini. Rak buku tersebut bergerak perlahan yang mendedahkan sebuah lorong kecil yang dipenuhi oleh deretan lampu yang menerangi lorong tersebut.

Nafas Mely tersekat seketika sebaik saja melihat hal tersebut, jantungnya bergedup kencang sehingga dia harus memegang dadanya untuk mengawal degup jantungnya. Akses bilik rahsia? kata Mely penuh dengan tanda tanya sebelum berjalan ke arah pintu masuk lorong tersebut. Pandangannya bergerak ke sana sini untuk melihat keselamatan laluan lorong ini. Setelah memastikan keselamatannya, Mely memutuskan untuk berjalan perlahan menyusuri lorong pelik di hadapannya. Entah, apa yang ada di hujung lorong ini, dia sendiri tidak tahu tetapi Mely merasakan jika dia mengikuti lorong ini dia akan menemui sesuatu yang besar.

Sama ada sesuatu yang baik atau buruk.

Langkah kakinya terhenti sebaik saja dia sampai di hujung laluan kecil yang dilaluinya. Kedua matanya memandang ke arah pintu kayu di hadapannya dengan pandangan yang sukar ditafsirkan. Adakah dia boleh berada di sini? Vano, tidak pernah membahas tentang bilik rahsia ini sebelumnya. Jadi adakah dia boleh berada di sini? Tapi, apa yang ada di dalam sini sehingga harus di simpan rapat begini? Rahsia apa yang dirahsiakan Vano? Persoalan demi persoalan memenuhi fikirannya, membuat Mely tanpa sedar menggigit permukaan bibirnya kerana rasa gugup yang tiba-tiba menyelimuti tubuhnya.

Dia bingung apa yang harus dilakukan.

Adakah dia harus masuk atau tidak?

Tetapi, dia sudah berada di sini...

 TO BE CONTINUED.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience