Rate

The Almighty Devil Of Underworld_99

Action Completed 38244

Langkah Gio terus bergerak ke arah toilet yang berada tidak jauh dari posisinya saat ini namun, semakin dia mendekati pintu toilet itu semakin jelas juga dia mendengar suara muntah dari kucing kecilnya. Tangannya, gerakkan cepat untuk membuka pintu di hadapannya sebelum melihat kucing kecilnya yang saat ini terlihat bersandar lemas di atas permukaan wastafel dengan kepala yang tertunduk. Helaian rambutnya menutupi sebahagian wajah kecilnya membuat Gio sukar untuk melihat ekspresi wajahnya.

Dada Gio terasa sakit melihat keadaan kucing kecilnya yang seperti ini, tangannya dengan refleks bergerak untuk menahan rambut panjang kucing kecilnya agar tidak menganggunya sebelum menggerakkan tangannya yang lain untuk mengusap belakang kecilnya. Pandangan, penuh kerisauan, cemas, panik datang silih berganti mewarnai kedua mata birunya sebaik saja dia melihat betapa pucatnya wajah kucing kecilnya saat ini.

"Dear, kau tidak apa-apa? Aku panggil Lau Fhang untuk memeriksamu, ya?" kata Gio dengan nada panik yang jelas terdengar dari cara bicaranya.

Merasakan sentuhan lembut dari tangan Gio, kedua mata kelabu itu perlahan bergerak ke arah cermin yang berada di hadapannya. Mely dengan jelas melihat pandangan penuh kerisauan dan kepanikan dari kedua mata biru itu.

Membersihkan mulutnya beberapa kali, Mely segera membalas kata-kata Gio dengan menggelengkan kepalanya perlahan. "Tidak perlu, aku hanya mual biasa. Mungkin aku hanya memerlukan rehat. Lagi pula, bukankah hari ini Lau Fhang pergi ke makmal-nya yang ada di Berlin, Jerman?" gumam Mely lembut sebelum menyandarkan tubuhnya di tubuh Gio yang segera melingkarkan kedua tangannya untuk memeluk tubuh mungilnya.

"Aku boleh memanggilnya kembali untuk memeriksa keadaanmu" kata Gio perlahan, masih dengan nada risau yang sama, yang hanya di balas gelengan kepala oleh kucing kecilnya. Apa yang perlu dia buat, sekarang? Melihat wajah pucat dan tubuh lemas kucing kecilnya ini membuatnya diselimuti oleh perasaan panik dan risau yang membuat dadanya terasa sesak.

"Bagaimana, jika aku memanggil dokter terbaik yang ada di Royal Hospital? Walaupun, aku tidak mempercayai mereka seperti aku mempercayai Lau Fhang tetapi, setidaknya ada seorang dokter yang memeriksa keadaanmu" gumam Gio lembut sambil mengangkat tubuh kucing kecilnya untuk kembali ke bilik mereka.

Lagi-lagi Mely hanya membalas kata-kata Gio dengan menggelengkan kepalanya perlahan. "Tidak perlu. Walaupun, aku harus perlu pergi ke hospital, aku akan pergi sendiri. Bukankah, kamu masih ada pekerjaan yang harus di lakukan dan tadi Raffa kata kamu akan pergi bersamanya?" kata Mely dengan nada lemah.

Kedua kening Gio berkerut sebelum menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Aku boleh menundanya, kau adalah keutamaan utama untukku sekarang" kata Gio dengan cepat sambil membaringkan tubuh kucing kecilnya di atas permukaan tilam, masih dengan ekspresi yang dipenuhi kepanikan dan kerisauan.

Tawa perlahan bergema di seluruh bilik tidur tersebut sebelum Mely menggelengkan kepalanya perlahan. Ini pertama kalinya dia melihat Gio terlihat panik dan risau, bahkan dari suaranya dia dapat mendengar kepanikan dan kecemasan di dalamnya. Hal itu membuat hatinya terasa dialiri kehangatan yang membuat senyuman lembut terbentuk di wajah pucatnya.

"Darling, aku baik-baik saja. Mungkin, aku masih tidak sihat sepenuhnya. Kau pun tahu tubuhku masih sedikit lemah" kata Mely, berusaha menenangkan Gio yang masih memandangnya dengan ekspresi penuh kerisauan yang memenuhi kedua mata birunya.

Hanya melihat ekspresi wajah lelaki ini sudah membuatnya tertawa. Astaga, siapa sangka orang yang sedingin Vano boleh bersikap seperti saat ini? Bahkan, ketika dia terluka kerana perbuatan Johnson Andrewson, lelaki ini tidak bersikap berlebihan seperti ini.

"Tapi..."

Belum sempat Gio menyelesaikan kata-katanya, Mely segera memintas kata protes yang sudah berada di ujung lidahnya. Kedua mata kelabu itu memandangnya dengan ekspresi humor yang membuat Gio speechless seketika begitu melihatnya. 

Adakah, dia salah merisaukan kesihatan kucing kecilnya ini? Kenapa kucing kecilnya ini malah memandangnya dengan humor? Apa yang dia lakukan ini adalah sesuatu yang normal, bukan?

"Vano ...aku baik-baik saja. Percayalah, aku yang dapat merasakan setiap perubahan dalam diriku" kata Mely dengan tenang sambil memandang Gio dengan pandangan menenangkan yang terlihat jelas dari kedua mata kelabunya.

Tetapi, bagaimana Gio boleh tenang dengan hanya kata-kata begitu!? Kenapa kucing kecilnya ini harus bersikap keras kepala seperti ini!? kata Gio dalam hati sebelum menghela nafas pasrah. Kedua mata birunya memandang wajah pucat kucing kecilnya dengan ekspresi memohon. "Kucing kecilku, mungkin lebih baik..." 

"Vano ...tiba-tiba aku mau makan tengah hari" katanya dengan ekspresi serius yang membuat Gio terpana begitu mendengar permintaannya.

Gio benar-benar tidak menyangka yang kucing kecilnya ini akan mengalihkan topik perbualan mereka ke topik lain. Tetapi, apa yang dapat dia katakan? Bukankah kucing kecilnya ini ingin makan tengah hari sudah merupakan pertanda baik setelah dia muntah-muntah tadi?

"Hm, apa yang kau mau makan?" tanya Gio dengan nada lembut sambil mengusap permukaan wajah kucing kecilnya dengan gerakan manja yang membuat senyum lembut terbentuk di bibir kecilnya.

"Aku mau makan mushroom soup dengan roti baguette" jawab Mely dengan teruja. Membayangkan makanan itu sudah membuat kedua matanya dipenuhi oleh sinar excitement yang membuat Mely terlihat lebih baik dari sebelumnya.

Melihat hal itu membuat Gio diam-diam menghela nafas lega, "Baiklah. Aku akan pergi ke dapur dulu untuk menyiapkan makanan yang kamu inginkan. Kamu rehat dulu sementara aku menyiapkan makananmu" gumam Gio perlahan sambil mengucup setiap kelopak mata kucing kecilnya sebelum bangkit dari posisi duduknya dan meninggalkan Mely setelah melihat anggukkan kepala darinya.

Sebaik saja kedua matanya melihat tubuh Gio menghilang di balik pintu bilik tidur mereka, perlahan Mely menghela nafas sebelum menutup kedua matanya. Reaksi Vano kali ini benar-benar berlebihan. Tidak biasanya dia bersikap di luar kawalan seperti ini. Biasanya... serisau apa pun dia. Vano akan selalu dapat mengawal dirinya dengan baik tetapi kali ini sangat berbeza dari biasanya, kata Mely dalam hati sebelum membayangkan ekspresi panik Gio tadi. Senyum geli terbentuk di bibir kecilnya setiap kali dia mengingati kejadian itu.

Bodoh.

Bagaimana lelaki dingin seperti Vano boleh bersikap comel seperti itu?

Tetapi, kenapa dengan tubuhnya ini? Sedangkan tadi dia sudah merasa sehat. Kenapa dia tiba-tiba merasa mual hanya dengan...

Kedua mata kelabunya terbuka sebaik saja satu dugaan sepintas terlintas di dalam fikirannya. Jantungnya berdegup dengan kencang. Bangkit dari posisi tidurnya Mely segera berlari ke walk-in-closet di mana dia dapat melihat pantulan seluruh tubuhnya di cermin besar yang ada di dalam bilik persalinan. Kedua matanya memandang ke arah pantulan dirinya dengan ekspresi tidak percaya, tanpa sedar tangannya bergerak ke arah perut ratanya.

Rasa ngantuk berterusan, pening yang datang dan pergi, mual ketika dia mencium aroma makanan yang pelayan sajikan beberapa saat yang lalu dan keinginannya untuk makan mushroom soup dan...

Apa jangan-jangan dia ...hamil?

Kedua tangannya perlahan bergerak dari permukaan perutnya ke arah mulutnya untuk menahan semua letusan emosi yang tiba-tiba menyelimutinya.

Astaga ...mengapa dia tidak menyadarinya?

Bukankah, setiap kali mereka melakukan hubungan intim, Vano tidak pernah menggunakan perlindungan dan dia juga....

Tunggu-tunggu ...adakah ini petanda kalau dia benar-benar hamil!?

Pertanyaan itu membuat Mely kembali tersedar dari keadaan terkejutnya, kedua kakinya tanpa sedar berlari keluar dari walk-in-closet menuju ke tempat tidur yang berada tidak jauh dari posisinya saat ini. Nafasnya terengah-engah perlahan sebelum tangannya yang sejak tadi bergetar perlahan itu meraih telefon bimbit yang berada di atas permukaan meja. Kedua matanya dipenuhi dengan kerisauan sebelum ibu jarinya bergerak di atas skrin telefonnya untuk untuk mencari semua informasi mengenai kehamilan yang tersebar luas di internet.

Beberapa saat berlalu dalam keheningan yang penuh dengan ketegangan. Tubuh mungil yang sejak tadi bergetar perlahan itu semakin menggeletar kuat. Kedua matanya masih memandang tidak percaya pada skrin telefon bimbit yang ada di tangannya sebelum jatuh dari genggamannya. Fikirannya terasa kosong begitu dia membaca setiap artikel mengenai tanda-tanda kehamilan yang dibacanya di internet. Kedua matanya memandang permukaan lantai di hadapannya dengan pandangan kosong.

Apa yang harus dia lakukan sekarang? Adakah, dia harus memberitahu Vano mengenai hal ini? Tetapi, sekiranya dia memberitahu Vano mengenai hal ini? Bagaimana reaksi Vano nanti? Adakah dia akan gembira? Atau sedih? Atau kecewa? Tetapi ...adakah dia benar-benar hamil? Bagaimana, dia boleh tahu kalau dia benar-benar hamil? Lagi pula, ini hanya andaian dari artikel yang tidak dapat memberikan bukti nyata. Boleh jadi dia hanya keracunan makanan sehingga membuatnya muntah-muntah.

Atau lebih baik dia pergi ke hospital?

Ya, dia harus segera ke hospital untuk memastikan semua ini. Fikirnya dengan penuh tekad namun sebaik saja Mely mengingati situasinya sekarang, perlahan kilat penuh tekad itu pudar secara perlahan-lahan yang di gantikan dengan kegelisahan dan keraguan yang memenuhi kedua mata kelabunya.

Adakah, dia sudah siap untuk menerima hasilnya?

Bagaimana ...jika hasilnya positif? 

Apa yang harus dia lakukan?

Bagaimana, jika Vano mengetahui identitinya yang selama ini di kuburnya dalam-dalam?

Apa yang akan tejadi kepadanya nanti?

Apa yang akan terjadi dengan bayi mereka nanti?

Adakah ...Gio akan membenci mereka dan membunuh mereka berdua?

Fikiran-fikiran negatif itu kembali memenuhi fikirannya membuat air mata yang tadinya sudah berhenti mengalir kembali mengalir deras. Hatinya terasa sakit dengan semua spekulasi yang memenuhi fikiran saat ini. 

Senyum penuh ironi perlahan terbentuk di bibir kecilnya membuat ekspresinya saat ini terlihat sangat-sangat menyedihkan. Takdir benar-benar mempermainkannya dengan kejam, kata Mely dalam hati dengan penuh ironi. Namun, begitu dia mengingatkan kembali semua spekulasi yang terbentuk di dalam fikirannya, tiba-tiba rasa takut menyelimuti seluruh tubuhnya.

Dia takut.

Dia benar-benar takut.

Ini bahkan lebih menakutkan dari melarikan diri dari tempat itu atau kejar mengejar dengan psycho gila itu, kata Mely dalam hati sebelum tanpa sedar tangannya bergerak ke arah permukaan perutnya yang masih terlihat rata dengan pandangan sedih memenuhi kedua mata kelabunya. 

"Kalau mommy benar-benar hamil, apa yang harus mommy lakukan, little one? Mommy, takut kalau daddy-mu tahu siapa sebenarnya identiti mommy. Mommy, takut daddy-mu akan membenci kita berdua. Mommy tidak sanggup melihat kebencian daddy kepada kita" gumam Mely perlahan sebelum menundukkan kepalanya untuk melihat permukaan perutnya.

Mungkin, ini adalah salah satu naluri sebagai seorang bakal menjadi seorang ibu. Walaupun, menurut artikel yang baru dibacanya menyatakan bahawa dia benar-benar hamil dan bayi yang ada di dalam kandungannya masih belum terbentuk dengan sempurna tetapi, entah mengapa dia sudah memiliki naluri untuk melindungi bayinya dari segala bahaya yang ada. Namun, ketika Mely teringat akan keadaannya sekarang, akhirnya dia hanya dapat memandang kosong ke arah perutnya yang masih terlihat rata sebelum iasakan tangis keluar dari bibir kecilnya.

Ya, Mely menangis.

Dia menangis kerana masa lalunya yang gelap. Dia menangis kerana masa lalunya yang membawanya ke dalam situasi sukar ini. Dia menangis kerana takdir yang memperlakukan dirinya dengan kejam. Dia menangis kerana nasib buruknya. Dia menangis kerana little one yang kemungkinan ada di perutnya. Dia menangis atas masa depan little one dan juga masa depannya. Dia menangis untuk segalanya. 

Mely benar-benar tidak dapat menerima kenyataan kejam ini. 

Mengapa Tuhan memperlakukannya dengan rasa tidak adil begini?

Mengapa Tuhan memberinya kesempatan untuk merasakan manisnya kebahagiaan dan pada akhirnya memberikannya hakikat bahawa kebahagiaan itu tidak mungkin diraihnya.

"Maafkan mommy, little one. Seandainya, masa lalu dapat diubah, mommy akan melakukan segala cara untuk mengubahnya" kata Mely perlahan, di tengah isak tangisannya. Tangannya bergerak untuk menutup mulutnya agar dia dapat menahan semua kesedihan yang memenuhi dadanya. 

Isak tangis penuh penderitaan itu bergema di seluruh di bilik tidur tersebut.

Beberapa saat berlalu sebelum akhirnya suara tangisan itu secara perlahan-lahan berhenti. Entah, sama ada kerana dia tidak memiliki tenaga lagi atau kerana dia tahu bahawa menangis tidak akan menyelesaikan apa-apa. Mely tidak tahu apa lagi yang harus dia lakukan. Perlahan kedua mata kelabunya bergerak ke arah pintu kayu yang masih tertutup rapat.

Vano tidak boleh tahu mengenai hal ini.

Hanya satu pemikiran itu yang terlintas di dalam fikirannya. Mely masih tidak memiliki bukti mengenai kehamilannya ini, jadi untuk masa ini lebih baik jika lelaki itu tidak mengetahui apa-apa tentang dirinya kerana dia sendiri masih tidak tahu bagaimana reaksi Gio nantinya.

Fikirannya yang sejak tadi kusut itu akhirnya kembali seperti sediakala. Semua ketakutan dan kegelisahan yang memenuhi hati dan fikirannya dibuangnya secara perlahan-lahan agar dirinya terlihat seperti tidak terjadi apa-apa. 

Dia harus berfikir dengan waras untuk merancang strategi di masa akan datang. Dia tidak boleh terpancing dalam emosi, katanya dalam hati sebelum bangkit dari posisi duduknya dan berjalan ke bilik mandi yang berada tidak jauh dari posisinya berada saat ini. 

Langkah pertama yang harus dia lakukan adalah ...Vano tidak boleh tahu keadaannya yang seperti ini, dia juga tidak boleh membuat Vano merasa curiga sedikit pun, katanya dalam hati sambil mencuci wajahnya perlahan untuk menghapus jejak air mata di permukaan wajahnya.

Untuk beberapa alasan, Mely juga cukup bersyukur kerana sudah meminta Gio untuk membuatkan mushroom soup untuknya 

Setelah membersihkan wajahnya untuk ketiga kalinya akhirnya Mely menganggukkan kepalanya dengan puas ketika melihat wajahnya tidak lagi dipenuhi oleh bekas air mata yang tadinya dapat dilihat dengan begitu jelas. Kedua mata kelabunya bergerak ke arah dirinya untuk memperhatikan penampilannya sebelum menggerakkan bahunya tidak acuh.

"Tiada yang tidak dapat dilakukan oleh sentuhan ajaib dari make-up" gumam Mely sebelum keluar dari bilik mandi tersebut dan masuk ke walk-in-closet. Di mana dia meletakan semua alat soleknya.

Beberapa saat berlalu dalam keheningan yang menyelimuti bilik tidur utama ini, suara familiar itu bergema di seluruh ruangan.

"Little kitten?"

TO BE CONTINUED.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience