Rate

FILE 85: Jejak Digital

Mystery & Detective Series 649

“Barang-barang yang biasa ternyata adalah sebuah petunjuk? Barang-barang biasa yang sebenarnya tak biasa berada di TKP?” Rosela ikut berpikir.

    RENI nampak masuk diam-diam ke dalam kelas yang kosong. Waktu jam istirahat itu tak ada seorang pun di dalam kelas. Temannya mengikuti dari belakangnya. Kemudian ia memeriksa ke dalam kolong bangku yang biasa diduduki Erin.

85 B.jpg
1000x792 69.5 KB

    Gadis itu melongok seperti mencari-cari sesuatu, kemudian ia mengeluarkan buku harian itu. Untuk beberapa lama gadis itu membuka buku harian Erin dengan kunci yang telah dibawanya.

85 C.jpg
1000x928 76.7 KB
    Untuk beberapa lama Reni memeriksa buku harian itu. Kemudian ia mengunci dan memasukkan kembali ke dalam kolong bangku, kemudian bergegas pergi dari dalam kelas. Erin kemudian datang tepat ketika Reni telah meninggalkan kelas yang kosong itu.
***
    File rekaman CCTV di dalam kelas Erin itu tak sengaja ditemukan Rosela. Tanggalnya dari bulan lalu. Malam itu, ia tengah mencari-cari petunjuk dengan memeriksa rekaman file video satu per satu. Setelah memeriksa sebagian besar rekaman video, ia menemukan rekaman itu. Malam kedua itu ia sedang berada di dalam ruang kantornya bersama dengan Ghost.
    Ghost berusaha agar matanya tak mengantuk ketika mengawasi setiap kamera yang berada di layar monitor. Karena banyaknya kamera tersembunyi yang ditaruh di dalam dan luar sekolah, panel rekaman yang harus diawasinya semakin banyak.
    “Ternyata Reni pernah membuka buku harian itu,” ujar Rosela tanpa menoleh ke arah Ghost yang juga tengah memeriksa rekaman CCTV yang berada di beberapa monitor sekaligus.
    “Hah, apa?” tanya Ghost kemudian baru sadar bahwa Rosela berbicara kepadanya.
    “Reni pernah membuka buku harian milik Erin dan memeriksanya. Waktu itu Erin keluar kelas tak membawa buku hariannya. Ruang kelas yang kosong pada jam istirahat itu membuat Reni leluasa memeriksa buku harian Erin.” Rosela menunjukkan data rekaman yang diperlihatkannya kepada Ghost. Ia mengulang-ngulang adegan ketika Reni memasuki kelas yang kosong itu.
    Ghost menggeser kursi rodanya mendekati Rosela. Aroma parfum dari tubuh Rosela kembali mengusik konsentrasi pria itu. Namun, ia berusaha fokus. Apalagi bekal yang dibawa Rosela membuatnya mengantuk.
    “Anehnya kenapa Reni tak mengalami kejadian seperti empat korban itu?” tanya Ghost lebih bertanya kepada dirinya sendiri.
    Rosela ikut berpikir. Untuk beberapa lama ruangan itu kembali sunyi.
    “Apa kau juga memiliki rekaman ketika keempat korban itu mengganggu Erin?” tanya Ghost.
    “Ya, aku sudah memeriksanya. Keempat korban itu memang keterlaluan. Kalau Reni hanya memeriksa buku harian itu kemudian mengembalikannya lagi, sedangkan yang lain tidak. Ditambah lagi, keempat korban itu meledek Erin, membuang buku harian itu, memasukkan kecoa atau ulat bulu mainan atau mengoper buku harian ke teman-teman mereka.” Rosela menjelaskan rekaman yang telah diperiksanya sebelumnya.
    “Jadi, sebenarnya Reni tak mengganggu Erin. Gadis itu hanya memeriksa buku harian itu lalu memasukkannya kembali ke dalam kolong bangku. Apalagi Erin tak mengetahui bahwa buku hariannya telah diperiksa?” Ghost mengambil kesimpulan.
    “Tapi, sepertinya Erin sengaja meninggalkan buku harian itu. Di rekaman sebelumnya ia selalu membawa buku harian itu. Hanya di hari itu saja ia meninggalkan buku hariannya di dalam kolong bangku. Seperti sengaja menaruh buku harian itu agar diperiksa oleh Reni.” Rosela menduga-duga dengan bukti rekaman yang telah diperiksa olehnya. “Apalagi waktu itu Reni berada di luar kelas. Melalui jendela kelas, Erin pasti menyadari bahwa Reni juga mengawasinya. Apalagi Reni memang penasaran dengan gadis itu.”
    “Jadi, hanya Reni yang dikecualikan oleh Erin. Hanya Reni yang masih hidup sampai sekarang. Dari data-data Reni, kehidupan mereka nyaris sama. Reni juga sering ditinggal oleh kedua orang tuanya. Begitu pula Erin.” Ghost mengingat-ingat data siswa yang pernah dicarinya di komputer di ruang guru.
    “Ah, apakah ini hanya kebetulan berhubungan dengan Erin dan buku hariannya. Menurutku ini hanya isu saja. Lagipula tak ditemukan jejak di TKP yang berhubungan dengan buku harian Erin?” Rosela memeriksa foto TKP yang dicetak dari rekaman kamera CCTV. Ia kembali mengamati foto-foto TKP keempat korban yang ditempelkan di papan white board di dinding kantornya.
    Ghost ikut beranjak dari kursi demi memerhatikan foto-foto TKP itu.
    “Barang-barang yang ditemukan di TKP adalah barang-barang yang biasa. Tapi … tunggu dulu … ya, mungkin justru itu yang terlewat oleh kita.” Ghost berkata seolah menjelaskan kepada dirinya sendiri. Diam-diam ia telah mengirim data-data itu kepada Inspektur Anton, namun masih belum ada balasan email dari inspektur polisi itu. Ia berusaha paham bahwa inspektur polisi itu tengah melangsungkan acara pernikahan. Sebenarnya ia juga merasa bersalah karena telah melibatkan inspektur itu dalam kasus kali ini.
    Ghost berusaha mengungkap kasus itu seorang diri.
    “Barang-barang yang biasa ternyata adalah sebuah petunjuk? Barang-barang biasa yang sebenarnya tak biasa berada di TKP?” Rosela ikut berpikir.
    “Nampaknya kita harus mencatat setiap barang yang ada di TKP itu,” ujar Ghost. Kemudian ia mengambil kertas dan mulai mencatat.
    Rosela ikut membantu mencatat dengan stilus di layar tabletnya.
    “Oke mulai dari TKP pertama. Apa saja barang yang ada di sana. Bukan perabotan atau barang permanen yang sudah ada di sana,” ujar Ghost seperti menjelaskan kepada dirinya sendiri.
    “TKP pertama di toilet. Di lantai nampak ada buku catatan, sampah plastik, tisu, remasan kertas, kertas selebaran, dan kaleng minuman ringan. Juga ada kotak sampah yang terjatuh….” Perkataan Rosela terpotong oleh suara Ghost.
    “Bukan tempat sampahnya … tapi benda yang ada di kotak sampah itu.”
    “Kotak sampah itu terjatuh. Mungkin ketika korban sedang berusaha keluar dari toilet dan hendak mencari udara segar karena sesak napas. Lalu tanpa sengaja menyenggol kotak sampah itu.”
    “Isi kotak sampah itu bertebaran keluar. Termasuk sampah plastik, tisu, dan remasan kertas.” Ghost memicingkan mata demi mengamati foto dari rekaman CCTV itu.
    Sayangnya rekaman CCTV yang dicetak tak terlalu tajam dan agak gelap    “Kau tak mengedit foto ini?” tanya Ghost. “Menambah kecerahan dan kontrasnya?”
    “Enggak, belum diedit,” jawab Rosela mulai paham.
    “Foto ini bisa diperbesar dan diedit lagi dengan program khusus,” ujar Ghost.
    “Oke, kita bisa melakukan nanti.” Ghost mulai memeriksa foto TKP kedua. Di lantai panggung ruangan auditorium. “TKP kedua di ruangan auditorium.”
    “Di lantai nampak kertas yang bertebaran dari naskah yang dipegang oleh korban kedua. Lalu ada gelas plastik berisi air mineral, dan aksesoris perlengkapan teater yang terjatuh itu seperti gulungan pita. Dan potongan properti dari gabus yang rusak karena dibentur oleh tubuh korban yang sedang merangkak keluar dari ruang kostum.” Rosela mulai menunjuk foto yang tertempel di dinding, sedangkan Ghost mulai mencatatnya.
    Rosela berhenti untuk meneliti sekali lagi foto TKP kedua. Ghost ikut kembali meneliti foto yang baru saja diteliti Rosela. Tanpa sadar mereka begitu dekat sampai
bahu Rosela menyentuh bahu Ghost.
    “Eh,” ujar Rosela ketika bahunya bertabrakan dengan Ghost. Wajahnya nampak tersipu dan bersemu merah.
    “Sori,” timpal Ghost. Konsentrasinya nyaris buyar.
    Rosela menghela napas dan tersenyum. “Apa sebaiknya kita lanjutkan besok saja?”
    “Oh, kalau kau mau istirahat silakan saja.” Ghost mempersilakan Rosela untuk istirahat di sofa yang berada di sudut ruangan. “Biar aku yang melanjutkan memeriksa foto ini. Apalagi besok kau harus mengajar siswa.”
    “Bagaimana denganmu, kau kan butuh istirahat juga karena besok harus bersih-bersih di dalam sekolah.”
    “Kalau aku biasa lembur. Apalagi ini kerja otak bukan otot.”
    “Justru kerja otak itu yang bikin tidur gak nyenyak. Kalau kerja berat pakai otot biasanya tidur malah akan makin nyenyak.”
    Ghost mengangguk-angguk. “Ya, ya betul.”
    Entah apa yang menyebabkan Rosela tiba-tiba memeluk tubuh Ghost. Kepala wanita itu direbahkan ke dada bidang assassin itu.
    Ghost tak menduga Rosela melakukan gerakan itu. Untuk beberapa kejap ia tak dapat berpikir. Tanpa disadari olehnya, ia membalas pelukan Rosela. Walau tak lagi konsentrasi terhadap kasus, ia masih mengingat di mana menyimpan pena pistol itu. Insting yang telah dilatihnya tak dapat dilenyapkan begitu saja. Tubuhnya masih waspada dan menegang. Aliran darah mendesir ke bagian kelaki-lakiannya. Ia sudah dilatih untuk tetap waspada walau dalam keadaan seperti apapun. Bahkan ketika digoda wanita secantik Rosela yang wajahnya mirip Keira Knightley.
    “Tolong jika kasus ini telah berhasil terungkap bawa aku keluar dari sekolah ini,” bisik Rosela di dekat telinga Ghost. Uap napas yang keluar dari bibirnya terasa hangat di tengkuknya. Aroma sampo dan parfum dari tubuh Rosela makin menghipnotisnya.
    Tiba-tiba seleret cahaya senter nampak dari pintu kantor Rosela. Seorang sekuriti mendorong pegangan pintu. Lalu ia terheran-heran melihat guru cantik Rosela tengah berpelukan dengan seorang petugas kebersihan. Wajahnya nampak tak senang, cemburu.
    “Oh, sori ganggu,” ujar sekuriti itu lantas menutup kembali pintu kantor. Terdengar ocehan sekuriti itu dari luar. “Bah, pacaran sama cleaning service!”
    Ghost masih tak bergeming di tempatnya. Setelah sekuriti itu pergi, Rosela perlahan melepas pelukannya.
    “Fiuh, nyaris saja sekuriti itu memeriksa ke dalam sini,” ujar Rosela sembari mengedipkan mata ke arah Ghost. "Sori, tadi aku lupa mengunci pintu."
    “Eh,” Ghost mulai menyadarinya. “Jadi, kau tadi melihat cahaya senter sekuriti itu? Melalui kaca pintu kantor?”
    “Ya, untunglah penyelidikan kita tak diketahui sekuriti itu.” Rosela menuju ke sofa dan berbaring. Pipinya menempel di bantalan kursi sofa.
    Ghost mengerutkan dahi. Ia masih belum sepenuhnya paham. “Lantas kalau sekuriti itu mengetahui kita melakukan penyelidikan, apa dampaknya?”
    “Aku tak ingin dewan guru mengetahui kalau kita telah memasang kamera tambahan. Apalagi sudah ada polisi yang menyelidiki kasus ini. Bukannya dipuji, kita malah akan makin mencurigakan. Apalagi dewan sekolah hendak menutupi kasus ini.”
    Mulut Ghost membentuk huruf O besar. Kemudian ia menganguk-angguk. “Iya, ya. Bener juga. Aku nyaris tak dapat berpikir apapun tadi.”
    “Hebat, kau bahkan tak berpikir macam-amcam?” Rosela tersenyum menggoda.
    “Yah, kuakui kau memang wanita cerdas. Namun, juga penuh trik,” ujar Ghost datar.
    “Tapi, kata-kataku tadi bukan main-main," ujar Rosela datar setengah mengantuk. "Aku sudah muak berada di sistem sekolah internasional ini. Walau nampak mewah dan modern, namun ada jeruji dan rantai perbudakan yang tak kasat mata. Belum lagi peraturan yang ketat. Aku sudah tak tahan berada di sekolah yang malah menutupi kasus kematian ini. Bukankah mereka itu lebih jahat dari pelaku sebenarnya? Menutupi kasus kematian demi menyelamatkan altar prestise sekolah internasional ini?”
    “Ya, semua memang tentang mereka. Tak ada yang penting kecuali ego mereka. Hal yang lain tak dipedulikan. Pihak sekolah hanya berpikir bagaimana agar ego mereka bisa tetap berjaya di sekolah ini.”
    Rosela tak menjawab. Wanita muda itu nampak memejamkan mata.
    “Kalau kau mau pulang, ayo kuantarkan?” tanya Ghost menawarkan diri.
    Untuk beberapa lama tak ada jawaban. Kemudian Rosela berkata. “Di apartemen tak ada siapa-siapa. Berada di sini bersamamu bisa membuatku lebih merasa aman.”
    Untuk beberapa waktu Ghost berusaha mencerna kata-kata itu. Ya, benar, Rosela senasib dengannya. Tak ada yang menunggunya di kamar apartemennya yang dingin. Didorong rasa kasih sayang, ia bergerak mengambil selimut milik Rosela, kemudian menutupi tubuh wanita itu.
    “Thanks … kalau kau mau lembur harap berhati-hati. Katanya di sekolah ini ada hantunya loh." Suara Rosela terdengar seperti dengkuran kecil.
    “Eh, emang kau pernah melihat hantu itu?” tanya Ghost penasaran dengan mimpi buruknya tempo hari.
    Rosela hanya tersenyum sembari menggelengkan kepala dengan pelan.
    Untuk beberapa lama tak ada yang bersuara. Rosela nampak mulai terlelap dalam tidurnya, sedangkan Ghost masih memerhatikan wanita cantik yang tertidur itu. Kemudian ia mulai menghadapi foto-foto TKP itu lagi. Sekarang pikirannya lebih jernih melihat kasus itu. Ya, ada benda biasa yang tak biasa berada di sana.
    Apa yang dimaksud Ghost benda biasa, namun menjadi petunjuk itu?
    Apakah mulai muncul perasaan yang berbeda di hatinya terhadap Rosela?
    Dan apakah Rosela juga ternyata menyimpan perasaan kepada hantu satu itu?

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience