Rate

BAGIAN KEDUA The Assassins Code Name: Ghost FILE 23: Pasukan Khusus

Mystery & Detective Series 649

    SELFI membuka mata. Pandanganya sedikit buram. Serasa berada di balik plastik transparan. Tulisan pertama yang dilihatnya ditulis kapital: BIOHAZARD, berada tidak jauh darinya. Ia melihat orang-orang dari balik jendela kaca besar. Orang-orang yang berpakaian jas laboratorium itu tengah mengawasinya.
    Apa yang dilakukan orang-orang itu di dalam ruang kaca?
    Salah seorang dari mereka mengenakan masker dan pakaian terusan sekali pakai. Kemudian membuka ruang kaca itu. Selfi mulai menyadari bukan mereka yang berada di ruang kaca, melainkan dirinya.
    Aku berada di mana? Kenapa aku ada di dalam sini?
    Ingatannya perlahan pulih. Seraut wajah terbayang dalam benaknya. Dan kejadian di vila itu seperti mengempasnya kembali ke kejadian masa lalu. Setelah melihat Inspektur Anton ambruk, pandangannya buram dan dirinya seperti masuk ke dalam lorong gelap. Setelah itu tidak ada yang diingatnya lagi.
    “Apa yang kau rasakan?”
    Selfi tersentak ketika mendengar suara yang dikenalnya dari dekatnya. Suara berkeresik yang aneh. Ia menyadari suara itu berasal dari mikrofon yang menempel di samping kepalanya. Seraut wajah yang berada di balik masker membuatnya tersentak. Wajah yang sangat dikenalnya. Evangela!
    “Di mana Inspektur Anton! Apa yang kau perbuat padanya?!” tanya Selfi dengan suara serak.
    “Pria tangguh itu tengah bergulat dengan kematian … ia juga menjadi kelinci percobaan.”
    Selfi mengerang. Ia berusaha beranjak dari tempatnya, namun tidak berhasil. Ia menyadari tangan dan kakinya terikat.
    “Aku berada di mana? Kenapa aku bisa berada di sini?”
    “Kau aman di istanaku. Istana rahasia di laut selatan. Aku sudah pulih dari evatoxin karena mendapat antitoksin yang lebih kuat. Jangan banyak bergerak. Kau masih dalam masa percobaan. Eksperimen masih belum selesai.”
    “Kau pembunuh!” Selfi merasakan tenggorokannya sakit.
    “Shh... tenang kelinciku. Racunku hanya membunuh pria. Itu sudah takdir mereka sebagai pria, bukan?”
    “Apa yang kau inginkan dariku?! Sudah berapa lama aku di sini!”
    “Senjata biokimia butuh antitoksin. Kau kelinci percobaan kami. Kau nggak sendirian sendirian. Kami membutuhkanmu … lebih lama dari perkiraan kami. Lima tahun? Lima belas tahun? Selamanya? Entahlah … kau tahu sains itu sebenarnya relatif … nggak ada yang benar-benar pasti ... kita memainkan dadu yang telah diciptakan Tuhan.”
    “Lepaskan!! Ternyata selama ini kaulah dalang di balik virus Ancol?” Selfi berusaha mengeluarkan seluruh suaranya, akibatnya tenggorokannya serasa terbakar.
    “Aku yang mengganti DNA mayat gelandangan dengan DNA milik adikku sendiri, Maria. Sehingga Maria dinyatakan tewas. Dokter Morga menugaskan aku untuk menganalisa DNA, jadi aku memiliki kesempatan untuk menukar hasil DNA. Inspektur Anton juga tak mengira bahwa aku bisa mengubah data presensi sidik jari. Meski inspektur itu mencurigaiku, ia tak akan memiliki cukup bukti.
    Isu penculikan, rekaman, dan pesan minta tolong dari Maria berhasil mengecoh polisi. Bahkan Inspektur cerdas sekelas Anton Alam pun tertipu. Sekarang terbukti siapa yang lebih pintar. Wanita harus lebih pintar dari pria. Filosofi Adam dan Hawa sudah membuktikannya.”
    “Apa tujuanmu sebenarnya?” tanya Selfi sembari mengerang kesakitan.
    “Rencana kami berhasil. Para korban yang selama ini mengintimidasi, meneror, dan membuntuti Maria. Hah, mereka telah tewas.”
    “Kalian sama dengan mereka. Kalian tetap pembunuh!”
    “Dokter Morga … tolong bius kelinci berisik ini.”
    “Kalian semua pembunuh!”
    Dokter Morga menyuntikkan obat bius di selang infus yang mengalir ke pembuluh darah di pelipis Selfi. Selama ini ia membantu pengembangan dan penelitian senjata kimia, racun mematikan Evatoxin. Tentu saja harus dibuat penawarnya, Antitoxin Adamin yang tengah dikembangkan merupakan versi perdana. Hasil akhir yang lebih sempurna aman di tempat rahasianya.
    Kesadaran Selfi perlahan sirna. Mulutnya kelu. Ia hanya dapat memandang dua raut wajah yang perlahan memburam di depannya. Obat bius telah menyebar dalam pembuluh nadinya. Kemudian disusul bahan kimia lain untuk mengembangkan antitoxin.
    “Cepat tidur kelinciku … ini juga untuk kebaikan kaum kita … Suatu saat kuharap kau akan mengerti. Kau telah ditolong oleh dewi perang.”
    Suara itu lenyap. Selfi kembali tertidur tanpa mimpi, hanya
kegelapan panjang dan dalam di alam bawah sadarnya. Otaknya memang tertidur karena bius. Namun, berbagai bahan kimia tengah bertarung dengan sisa virus di dalam tubuhnya.
    Di tempat lain, kelinci percobaan kedua mengalami reaksi yang sebaliknya.
***
    Inspektur Anton hanya dapat merasakan tubuhnya dari leher hingga kepalanya. Ia merasa kepalanya telah terpotong dari tubuhnya karena virus evatoxin sedang menggerogoti tubuhnya. Virus itu merangsek hingga ke dalam sel.
    Tangan dan kakinya lumpuh tak dapat digerakkan. Walau begitu otaknya masih dapat bekerja. Sekujur tubuhnya seolah dipanggang di atas perapian. Selang-selang yang menancap di tubuhnya tak henti-hentinya mengeluarkan darah hitam dan memasukkan kembali darah segar.
    Inspektur polisi itu pernah merasakan sekarat ketika di ambang koma. Namun, kali ini rasanya berkali-kali lipat rasa sakitnya. Ia berharap kesadarannya sirna karena otaknya masih terus-menerus menerima sinyal rasa sakit yang membuatnya sangat tersiksa. Beberapa kali ia pingsan karena tak tahan dengan rasa sakit yang luar biasa di tubuhnya. Karena otak di kepalanya adalah pusat syaraf yang ikut terbakar ketika tubuhnya merasakan akibat dari virus evatoxin dan antitoksin adamin dengan dosis tinggi yang diuji coba padanya.
    Kesadarannya timbul tenggelam. Selain rasa sakit indera keenamnya makin kuat. Berbagai suara-suara terdengar dalam kepalanya. Seperti suara ramai orang yang sedang mengobrol sampai jeritan, tangisan dan bunyi seperti berkerisik dari frekuensi radio. Tidak mungkin ia dapat mendengar sinyal dari radio frekuensi karena tidak ada antena di otaknya. Namun, ia hanya dapat terheran-heran ketika mendengar seperti suara radio. Ia menduga seseorang di ruangan itu telah menyalakan radio yang disambungkan ke dalam kepalanya yang panas.
    Hentikan! Seru Inspektur Anton, namun tak ada suara lagi yang keluar dari mulutnya kecuali gelegak darah berwarna hitam kental. Hentikan suara-suara itu … hentikan eksperimen sinting ini!!
    Namun, tak ada yang mendengar suaranya.
    Suara itu berasal dari kepalanya. Hanya dirinya seorang yang mendengarnya.
    Berbagai bayangan masih berkelebat dalam benaknya. Bayangan wajah Selfi mengusiknya. Di mana gadis itu sekarang? Ia hanya dapat bertanya-tanya tanpa jawaban. Kemudian kesadarannya mulai lenyap ketika otaknya berdenyut-denyut karena menerima sinyal rasa sakit yang kembali memuncak.
    Ubun-bunnya seolah ditusuk dengan paku panas.
***
    Pulau kecil yang dirahasiakan di wilayah kepulauan seribu itu tertutup tirai-tirai hujan deras. Di atas langit awan mendung menari-nari bersama angin badai.
    Beberapa kru di dalam gedung fasilitas rahasia sibuk mendeteksi badai yang mendekat. Seagian mulai panik. Radar mereka mendeteksi badai yang bergerak mendekat. Badai yang baru pertama kali akan menerjang pulau kecil itu. Bunyi alarm tanda bahaya terdengar sayup-sayup dalam laboratorium yang tersembunyi di antara hutan di tengah pulau. Beberapa tim sudah membereskan barang-barang penting ke dalam bungker. Lorong bawah tanah mulai dibuka untuk mengatasi kemungkinan terburuk, pasang naik air dan banjir yang akan menggenangi laboratorium itu. Mereka tak berharap laboratorium tercanggih di Asia itu tenggelam. Meski antisipasi telah dibuat dengan membuat bungker dan terowongan kedap air. Namun, alam selalu memberikan kejutan.
    Tak ada yang dapat menduga bahwa operasi hiu putih tetap berlangsung di tengah badai. Perahu boat menerobos badai.
    Petugas keamanan yang mengawasi pergerakan sinyal radar di ruang kendali dalam laboratorium rahasia itu lengah. Mereka tak menyadari perahu boat yang mendekati pulau rahasia itu karena mengawasi pergerakan badai.
    “Ada perintah untuk menghentikan misi karena badai ini!” seru seorang dari anggota detasemen khusus itu. Ia harus mengeraskan suaranya melawan deru hujan deras yang menerjang kapal itu. Untungnya kapal boat itu dibuat khusus oleh Pindad untuk melaju di segala kondisi lautan yang ganas. Tubuhnya berguncang mengikuti perahu yang terombang-ambing ombak. Deru angin dan gemuruh petir bersahut-sahutan tepat di atas kapal.
    “Gimana Rajawali?” tanya rekannya yang lain.
    “Ya, kita tetap maju … perintah mundur itu datang dari pemimpin kesatuan kalian masing-masing. Bukan dari atasan.” Rajawali yang memegang kendali perahu siluman X3R Pasopati. Perahu tercanggih buatan Pindad dan perusahaan lokal PT. Gajah Mada yang sering mendapat pesanan alutisista dari luar negeri. Perahu canggih yang berkapasitas sepuluh penumpang itu didesain khusus untuk strategi infiltrasi ke perairan musuh tanpa terdeteksi radar. Desainnya yang aerodinamis dan dapat diving di bawah permukaan laut mampu menerobos badai sekalipun.
    “Kalau belum ada perintah dari atasan untuk mundur berarti misi tetap lanjut.” Pria bersandi Rajawali itu mencoba kemampuan diving untuk menghindari badai yang mengamuk. Ia mengurangi kecepatan mesin. Pandangannya tak lepas dari indikator arah angin dan arus laut demi memilih jalur agak jauh dari lokasi sinyal yang ditunjukkan di peta digital. Dengan perhitungan cermat sehingga mereka akan sampai ke lokasi yang dituju.
    Beruntung kapal boat itu dapat mendarat di pulau buatan dengan koordinat yang tepat, namun sayang tidak mulus. Ombak menyeret perahu boat itu hingga membentur penahan ombak. Sensor di haluan perahu rusak ketika membentur beton pemecah ombak. Meski terombang-ambing di kabin perahu selama beberapa jam, namun, sabuk pengaman menghindari penumpangnya dari goncangan dan benturan.
    Pasukan khusus itu segera keluar dari perahu dan menuju ke laboratorium. Mereka tak mengalami kendala berarti karena sekuriti laboratorium tidak berada di posnya. Penghuni laboratorium sibuk memindahkan barang-barang berharga ke dalam gudang kedap udara. Ratusan botol evatoxin serta penawarnya berada dalam kopor-kopor besi di rak lemari kaca anti peluru, hanya tiga petugas yang mengetahui kode pin yang berubah setiap lima jam, termasuk Evangela. Sekuriti dengan mudah dilumpukan. Apalagi bunyi alarm terdistorsi dengan peringatan bahaya badai. Sistem keamanan yang dialihkan untuk melindungi laboratorium dari banjir memudahkan pasukan khusus untuk menyusup. Kanal-kanal yang dibuat dialiri luapan air laut.
    Pasukan khusus menangkap satu per satu petugas laboratorium. Dengan kode pin dari petugas lab mereka dapat mengambil cadangan evatoxin berikut penawarnya. Pasukan dibagi menjadi dua, satu tim mengambil evatoxin, tim yang lain berusaha mencari keberadaan Inspektur Anton dan Selfi. Setelah menemukan inspektur polisi itu mereka segera memberikan dosis penawar demi menyelamatkan nyawanya. Kondisi Selfi lebih baik dari Inspektur Anton.
    Inspektur Anton dan Selfi dapat diselamatkan dengan
kondisi kritis. Dalam keadaan setengah telanjang Selfi dipakaikan pakaian pelindung anti radiasi. Satu-satunya wanita dalam pasukan khusus itu bernama alias Srikandi yang mengevakuasi Selfi, sedangkan Inspektur Anton dievakuasi oleh seorang pasukan khusus bernama alias Ghost. Mereka dibawa ke kamar isolasi untuk mendapat perawatan. Evangela berhasil lolos dari sergapan itu dan menghilang menggunakan kapal selam pribadi yang telah dipersiapkan. Maria dan dr. Morga berhasil ditangkap.
    Denara berharap Selfi dapat sembuh total dan kembali ke dalam acara Fakta dan Kriminal. Walau membutuhkan waktu.
    Karena melibatkan oknum kepolisian dan intelijen pemerintah, kasus hotel Merkuri akhirnya dipeti eskan. Walau beberapa kaki tangan dan eksekutor kasus itu telah ditangkap, namun dalang dibalik hotel Merkuri masih kebal hukum. Apalagi Evangela telah melarikan diri dan jejaknya sulit dilacak.
***
    Empat bulan kemudian

    Selfi lebih cepat pulih daripada Inspektur Anton. Ketika kesehatannya sudah pulih, Selfi berjaga siang malam di dekat inspektur polisi di ruang isolasi rumah sakit.
    Akibat eksperimen di pulau rahasia itu membuat Selfi menjadi kebal terhadap evatoxin. Meski ia harus memakai sarung tangan agar benda yang disentuhnya tidak ikut terkontaminasi kadar evatoxin dalam tubuhnya. Sedangkan Inspektur Anton juga menunjukkan gejala aneh akibat eksperimen itu, ia menjadi kebal terhadap rasa sakit. Karena siksaan evatoxin dan adamin yang beredar di tubuhnya membuat syaraf rasa sakit di tubuh inspektur polisi itu menjadi berefek sebaliknya, menjadikan rasa sakit sebagai perangsang syaraf.
    Hampir setiap hari famili, kerabat dekat dan teman-teman mereka datang menjenguk. Walau hanya melihat di luar ruang isolasi yang dibatasi kaca tebal. Termasuk pasukan khusus bernama Ghost yang telah menolong Inspektur Anton. Ghost rajin mengunjungi inspektur polisi itu.
    Perlahan kesehatan inspektur polisi itu membaik, walau terkadang ia meracau tak jelas tentang bunyi dengungan lebah yang makin nyaring terdengar dan suara-suara yang didengarnya entah dari mana. Padahal tak ada siapapun di ruang isolasi itu selain Selfi dan inspektur polisi itu.
    Setelah Inspektur Anton pulih, Selfi memanfaatkan sisa cuti yang diberikan Denara. Inspektur polisi itu yang berinisiatif mengutarakan perasaan sukanya kepada Selfi yang langsung disambut dengan hangat.
    Mereka berkunjung ke keluarga Selfi di Situbondo. Walau hanya seminggu kemudian Selfi kembali ke Jakarta bersama Inspektur Anton dengan status baru yaitu terikat oleh cincin pertunangan.
    Selfi sedang mempersiapkan segala dokumen kepindahannya sebagai warga tetap Jakarta, walau masih bimbang, sedangkan, Inspektur Anton masih terus melacak keberadaan Evangela yang ditengarai melarikan diri keluar negeri. Ia tak berharap evatoxin jatuh ke pihak asing, walau kemungkinannya besar, Evangela termasuk ilmuwan yang tak senang diatur selain oleh dirinya sendiri.
    Di tengah-tengah investigasinya, berbagai kasus lain terus berdatangan.
    Beruntung sekarang, Inspektur Anton memiliki pasangan yang setia bersama dirinya. Selfi Lena akan selalu mendukungnya, karena mereka telah melalui masa-masa sulit, jadi segala rintangan ke depan akan mereka hadapi apapun resikonya.
    Dari beberapa kasus kejahatan yang memiliki level tingkat tertentu. Ada yang mudah dipecahkan, namun ada kasus yang sulit diurai. Termasuk informasi dari intelijen bahwa akan ada pembunuhan terhadap direktur perusahaan yang ikut mendanai evatoxin, demi membersihkan nama-nama oknum pejabat yang terlibat.
    Inspektur Anton nampak terkejut ketika membaca nama salah seorang pasukan khusus yang terlibat dalam rencana pembunuhan itu.
    “Tidak mungkin Ghost terlibat…,” gumamnya. Ataukau ia hanya boneka yang menjadi korban rantai perintah? Inspektur polisi itu hanya dapat bertanya-tanya.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience