Rate

FILE 62: Lorong-lorong Rahasia

Mystery & Detective Series 649

Ia melihat jejak-jejak sepatu dan roda ban yang terputus di tengah lapangan basket.
Ia menemukan celah berbentuk persegi panjang memiliki mekanisme buka tutup.

    INSPEKTUR Anton memeriksa peta Pulau Badai. Jalur van yang menghilang di titik jalan tertentu. Setidaknya ada beberapa titik di mana van itu lenyap. Ia menandai titik hilangnya van itu di peta Pulau Badai di layar tabletnya.
    “Apa CCTV juga ada dalam terowongan atau bungker?” tanya Inspektur Anton.
    “Ya, tapi terbatas karena jalur itu tidak banyak kendaraan yang lewat.”
    “Pantas saja van itu bisa berada di beberapa lokasi kejadian di Pulau Badai tanpa terekam oleh kamera,” gumam Inspektur Anton.
    “Hanya petugas berwenang yang memiliki akses ke terowongan dan bungker.”
    “Ya, terima kasih atas informasinya,” ujar Inspektur Anton seraya bergegas keluar dari pos itu. Petugas lalu lintas hanya mengangguk saja.
    Inspektur Anton memilih untuk menyamar demi berjaga-jaga dari kemungkinan serangan King Cobra. Topi dengan rambut palsu ikal keriting menutupi wajahnya. Ia juga mempersiapkan revolver yang terisi penuh selama mencari titik tempat di mana jalur van itu menghilang. Dengan kekuatan penyembuhan, ia tak begitu cemas. Namun, ia juga sadar kekuatannya memiliki batas.
    Dengan menggunakan mobil listrik sewaan, Inspektur Anton menyusuri tempat-tempat menghilangnya van hitam itu. Tempat pertama yang didatanginya adalah gudang. Dari warga sekitar ia mengetahui bahwa mereka pernah melihat van hitam itu.
    Menurut kesaksian warga sekitar, van hitam itu berhenti cukup lama di depan gudang kemudian masuk ke dalamnya. Anehnya, dari pengakuan warga gudang itu kosong. Jadi inspektur polisi itu menduga ada pintu rahasia yang terhubung dengan gudang itu.
    Titik kedua tempat menghilangnya van hitam itu hanyalah lapangan basket kosong yang berada di tengah tanah kosong. Anehnya tak ada warga yang berkeliaran di dekat lapangan basket itu. Ketika Inspektur Anton memeriksa tempat itu, ia melihat jejak-jejak sepatu dan roda ban yang terputus di tengah lapangan basket. Ia menemukan celah berbentuk persegi panjang yang diduga memiliki mekanisme yang dapat dibuka dan ditutup. Dari ukuran persegi panjang itu cukup untuk ukuran mobil van dapat masuk ke dalamnya.
    Inspektur Anton menghentakkan kaki ke lantai lapangan basket. Ia mendengar bunyi seperti menggema yang menandakan adanya ruang kosong di dalam garis persegi itu.
    Apakah van hitam itu berasal dari bungker dan melewati jalur terowongan air? Inspektur Anton bertanya-tanya dalam batin. Dari titik hilangnya van itu di jalur peta Pulau Badai setidaknya ada sembilan titik. Ya, sembilan titik yang memiliki hubungan dengan terowongan rahasia di bawah pulau itu. Sekarang ia harus mencari cara agar bisa menyusup ke dalam terowongan itu jika tidak diberi ijin.
***
    “Pergi ke mana Inspektur Anton?” tanya Ghost melalui sambungan headset game Blizzard yang dimainkan di laptop yang berada di dalam mobil. Ia tengah berkomunikasi dengan Faril. Melalui teleskop senapan runduknya yang ditaruh di jendela mobil, ia mengetahui bahwa Selfi tengah berada di ruang rekreasi bersama Ela.
    Arsitektur ruang rekreasi yang sebagian besar terbuat dari kaca memudahkannya mengawasi wanita muda itu. Ia sedikit canggung ketika mengawasi Selfi dan Ela yang sedang berenang di kolam.
    “Kata inspektur itu, ia hendak memeriksa jalur van hitam itu,” jawab Faril berkata melalui mikrofon di headset. Ia tengah sendirian di dalam kamar karena Selfi sedang mengikuti Ela ke ruang rekreasi. Ia masih berusaha mencari tim yang mau diajak mengikuti sub misi di game Blizzard hingga ke level tujuh.
    “Jadi, Inspektur Anton sendirian memeriksa jalur van itu?” tanya Ghost.
    “Ya, sendirian. Katanya tak berbahaya karena hanya memeriksa CCTV di jalur lalu lintas.”
    Mendengar kata ‘tak berbahaya’ itu justru membuat Ghost cemas. Apalagi ia mengetahui perangai Inspektur Anton yang berani bertindak sendirian dalam melakukan penyelidikan. Keberanian yang beresiko. Ia mengetahui bahwa inspektur itu pernah membayar mahal atas keberaniannya dengan dikubur hidup-hidup oleh mafia King Cobra. Kala itu Inspektur Anton tengah menyelidiki peredaran narkoba dalam penyamaran seorang diri. Kali ini ia tak berharap inspektur itu mengalami nasib buruk yang serupa.
    Kenapa Inspektur Anton tak menghubungiku? Ghost bertanya dalam batin. Namun, ia sadar posisinya tak boleh ditinggalkan demi melindungi orang-orang terdekatnya. Ia harus berada di sana untuk melindungi Selfi, Faril dan Ela.
***
    Titik terakhir yang diperiksa oleh Inspektur Anton berada di perkebunan di barat daya Pulau Badai. Ia melihat jalan beton yang membelah perkebunan itu. Jalan yang cukup lebar untuk dilalui mobil. Di tengah kebun itu ada gazebo dan puing-puing resor yang masih dalam tahap pembangunan. Pelataran luas mengitari gazebo yang sepi itu. Ia kembali melihat jejak roda ban mobil di sekitar gazebo. Karena berada jauh dari jalan raya, kamera CCTV tak dapat menjangkau tempat itu.
    Bunyi mekanis tertangkap oleh telinga Inspektur Anton. Kali ini bukan bunyi dengungan lebah tapi mirip mekanisme mesin yang bergerak. Ia memeriksa gazebo itu demi mencari asal bunyi yang didengarnya.
    Bunyi mekanis lagi. Kali ini Inspektur Anton merasa ada mengawasinya. Entah sesuatu … atau seseorang yang mengawasinya.
    Ketika ia memeriksa atap gazebo itu, ia menyadari sebuah kamera bergerak mengikuti arah langkahnya.
    Dugaanya benar. Ada yang mengawasi gerak-geriknya. Ia mengingat-ingat posisi kamera CCTV resmi milik dinas lalu lintas. Dan kamera yang berada di gazebo itu tak termasuk milik lalu lintas. Lantas siapa yang menaruh kamera itu di sana? tanya inspektur itu membatin.
    Inspektur itu bertingkah seperti pengunjung biasa. Ia duduk di gazebo sembari mengeluarkan sekaleng minuman ringan dan berpura-pura menikmati pemandangan di kebun itu. Walau pandangannya nampak menerang, namun otaknya berpikir keras.
    Jika markas komplotan King Cobra berada di terowongan dan bungker berarti sulit untuk menjangkau mereka. Kecuali ia mendapat ijin untuk masuk ke terowongan atau mencari jalan pintas lain yang jelas lebih sulit dari pilihan pertama.
    Inspektur Anton beranjak kemudian melemaskan badan seperti orang sedang joging. Ia sengaja memakai pakaian olah raga dan sepatu kets dalam penyamarannya. Ia berlari-lari pendek mengitari perkebunan itu dan sampai di jalur pembuangan air yang menuju terowongan demi menghindari banjir. Ia tak tau apakah terowongan itu bisa membawanya ke bungker atau tidak.
    Kemudian perhatiannya teralihkan ketika melihat sesuatu yang mengambang di sungai buatan itu. Awalnya ia mengira batang kayu. Namun, setelah diamati ia melihat sosok manusia yang mengambang di sungai itu.
    Benarkah itu mayat manusia? Inspektur Anton masih tak percaya sampai arus sungai yang mengalir tenang membawa sosok mayat itu ke tempatnya.
    Apakah orang itu mengalami kecelakaan atau tenggelam? Ataukah pembunuhan?
    Inspektur Anton hendak turun ke sungai itu. Namun, ia menduga sungai itu tidak dangkal. Ia melihat meteran sungai yang menandakan dalamnya sungai itu. Ia melihat keadaan. Namun, tak ada siapapun di sepanjang sungai itu. Lagipula jika ia masuk ke dalam air akan membuka penyamarannya.
    Inspektur Anton harus berpikir cepat untuk menarik mayat itu dari sungai. Karena kalau tidak arus sungai akan membawa mayat itu ke dalam terowongan air. Ia melihat bekas kabel listrik yang masih belum dipasang. Ia mengambil kabel itu dan mengikatnya di pagar di tepi sungai. Kemudian bergegas menuju ke seberang dengan melewati jembatan. Ia mengikatkan ujung kabel lainnya ke pagar pembatas sungai.
    Perlahan mayat itu tersangkut di kabel dan melawan arus sungai yang tenang. Untungnya arus sungai tak begitu deras.
    Kemudian ia membuat jaring dari kabel itu demi menahan mayat agar tak terseret arus sungai. Kemudian mulai menelepon polisi dan rumah sakit. Ia tak ingin pihak polisi mengambil alih mayat itu lebih cepat sebelum ia memeriksanya di rumah sakit. Ia menggunakan nomor lain demi menyamarkan panggilan ponsel itu.
    “Haloo … nomor darurat ambulan?” tanya inspektur itu.
    “Ya, ada yang bisa kami bantu?” Terdengar suara ramah dari sambungan ponsel yang terhubung ke petugas jaga di rumah sakit.
    “Saya kebetulan joging di perkebunan … dan melihat orang hanyut di sungai. Saya tak tau apakah ia hidup atau sudah tewas. Bisakah Anda datang ke tempat ini?” Inspektur Anton menyamarkan suaranya agar terdengar lebih berat.
    “Ya …, tolong sebutkan posisi Anda dan nama Anda?”
    “Di perkebunan bagian barat daya Pulau Badai … Oya, saya tak ingin terlibat dalam masalah ini….” Inspektur Anton buru-buru menutup ponselnya.
    Kemudian ia menelepon kantor polisi. “Haloo … saya Inspektur Anton barusan ada laporan yang memberitakan penemuan mayat terapung di sungai buatan … coba dicek. Saya juga akan berangkat ke perkebunan barat daya yang dimaksud.”
    Setelah itu Inspektur Anton menelepon Selfi. “Hai, say … saya agak telat pulang karena harus memeriksa mayat yang ditemukan di sungai buatan.”
    “Kau bareng siapa di sana? Bareng Ghost?!” Suara Selfi terdengar khawatir.
    “Enggak, Ghost sedang menjaga kalian. Aku sendirian dalam penyamaran tapi sebentar lagi bareng polisi yang akan datang ke tempat ini.”
    “Hati-hati ya … karena ada yang menunggumu di sini.”
    “Siap … laporan selesai.”
    Inspektur Anton bergegas pergi ke dalam mobil listrik sewaan. Ia buru-buru pergi dari tempat itu demi mengembalikan mobil sewaan itu. Setelah mengembalikan mobil ia mengganti penyamaran di toilet mall dan naik kendaraan umum untuk sampai ke perkebunan itu. Jadi ada jeda waktu agar dirinya tak dicurigai.
    Sesampai di sana, Inspektur Anton sudah melihat mobil ambulan dan polisi yang mengavakuasi korban dari sungai.
    “Siapa yang melaporkan penemuan mayat ini inspektur?” tanya polisi yang sudah datang ke tepi sungai buatan itu.
    “Entahlah, aku pikir orang iseng, tapi ternyata orang itu benar,” ujar Inspektur Anton agar tak mencurigakan bahwa ia melakukan penyelidikan sebelumnya di sekitar perkebunan itu.
    Karena ambulan lebih dulu datang. Petugas medis lebih dulu mengavakuasi mayat itu. Ketika Inspektur Anton memeriksanya ia melihat tato uroborus di lengan mayat yang sudah membengkak itu.
    “Mayat komplotan King Cobra?” gumam Inspektur Anton heran. Kemudian ia memeriksa di sekujur tubuh mayat dan menemukan luka tembak di bahu pria itu. Luka tembak yang menembus bahu itu sudah diperban. Kemudian ia menemukan luka hantaman benda tumpul di kepala korban, diduga korban tewas karena luka di kepalanya itu.
    “Lebih baik tunggu hasil otopsi di rumah sakit, inspektur. Anda tak usah ikut campur dalam kasus ini,” ujar polisi itu merasa tak senang.
    “Oke, baiklah. Silakan kalian yang meneruskan melakukan penyelidikan.” Inspektur Anton tersenyum karena telah mendapat informasi tentang mayat itu. Ia menduga anggota King Cobra kembali mengeleminasi anak buahnya karena sudah tak berfungsi. Seperti boneka usang yang tak lagi bisa dimainkan.
    Untuk beberapa lama Inspektur Anton masih memeriksa arah datangnya mayat itu. Di hulu sungai ada terowongan air lain. Ia menduga mayat itu dihanyutnya di sana, di dalam terowongan air. Ia makin yakin bahwa terowongan air itu berhubungan dengan markas King Cobra jika berada di dalam bungker.
    Dengan berkurangnya satu lagi anggota King Cobra, inspektur itu makin yakin bahwa King Cobra makin lemah. Sekarang pertanyaannya: apa yang sedang direncanakan King Cobra selanjutnya? Bagaimana cara menemukan mereka di jalur terowongan air?
    Untuk itu ia harus pulang dan menemukan petunjuk lain dari game Blizzard, ya dari Faril dan memberi informasi itu kepada Ghost untuk menyusun rencana berikutnya.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience