Rate

FILE 75: Saksi Kunci

Mystery & Detective Series 649

Bukankah Erin telah meninggal?
Tak mungkin membawa buku harian sampai ke liang lahat bukan?

    SUARA gadis itu menggema di ruang interogasi kantor kepolisian di Pulau Badai. “Erin tunggu…! Seru saya waktu itu. Namun, Erin seakan tak mendengarnya lalu keluar dari pelataran sekolah dan memotong jalan … sebelum truk itu menabraknya. Saya yakin Erin telah tewas,” ujar Reni Ilusana. “Ya, saya yakin ia tewas seketika karena … yah, karena waktu itu saya berada di sana dan melihat … melihat tubuh Erin yang bersimbah darah. Dan buku harian itu tergeletak di dekat tubuhnya yang….” Gadis itu nampak syok. Tiba-tiba lidahnya kelu. Ia berada di ruang interogasi bersama seorang reserse. Gadis itu diminta datang sebagai saksi untuk diminta keterangan. Karena sebelumnya ia pernah menjadi saksi terkait kasus kematian misterius di sekolah internasional Pulau Badai.
    “Jadi, di mana buku harian itu sekarang?” tanya reserse itu dengan pandangan menyelidik.
    “Erin yang membawanya,” ujar Reni pendek. Wajahnya nampak lugu.
    Reserse itu mengerutkan kening. “Bukankah Erin telah meninggal? Tak mungkin membawa buku harian sampai ke liang lahat bukan?”
    Reni hendak berkata kemudian mengurungkannya. Setelah itu, ia nampak memberanikan diri untuk mengatakannya. “Hantu … ya, hantu Erin yang membawanya….”

75 B.jpg
1000x625 66.9 KB
    “Hantu, huh?” Reserse menggeleng-geleng. “Ah, jaman serba digital begini masih ada yang percaya dengan hantu?”
    Reni terdiam. Wajahnya nampak cemas.
    “Ya, sudahlah … kalau ada informasi lain yang penting segera kabarkan ya. Ini nomer ponselku.” Reserse itu mengangsurkan kartu nama lengkap dengan nomer ponsel.
    Reni hanya mengangguk-angguk sembari menerima kartu nama itu.
    “Hantu? Hah, yang benar saja,” ujar reserse itu sembari mengantarkan Reni keluar dari ruang interogasi.
    Apakah hantu masih dapat membawa buku harian?
***
    Reni melangkah keluar dari pelataran kantor kepolisian di Pulai Badai. Ia merasa ada yang mengawasinya. Ya, dari kejauhan. Di pepohonan perindang jalan yang mengelilingi kantor polisi itu.
    Seseorang … atau sesuatu yang mengawasinya memiliki pandangan tajam. Yang tidak dimiliki oleh manusia kebanyakan. Mendung masih menggelayut di atas langit. Gerimis tipis yang diterbangkan angin membasahi seragam sekolah gadis itu.
    Hantu? Hah, yang benar saja…. Suara reserse itu masih terngiang-ngiang di telinga Reni.
    Apa salahnya dengan hantu? Batin gadis itu. Hantu Erin?
    Diam-diam ia mengagumi gadis bernama Erin Lusiana. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Ia tau, Erin juga mengaguminya. Sebagai siswi yang pendiam, ia tau Erin juga menaruh perhatian kepada dirinya karena sifat periangnya. Erin yang introvert dan dirinya yang ekstrovert adalah pasangan yang sempurna. Pasangan yang dapat saling mengisi kekurangan masing-masing. Dan dapat memaksimalkan kelebihan masing-masing.
    Ia hanya perlu memberikan sedikit dorongan agar Erin bisa keluar dari kelas. Keluar dari ruangan yang pengap itu. Keluar dari zona aman. Keluar dari tempurungnya yang membuatnya menjadi anak yang pemurung. Seperti kura-kura bijak yang mendapat inspirasi dari matahari. Dirinya merasa sebagai matahari itu. Dan Erin sebagai kura-kura yang harus keluar dari tempurungnya. Tempurung kesedihannya karena hidup sebatang kara setelah ditinggal kedua orang tuanya akibat kecelakaan di laboratorium.
    Ya, ia berusaha menyelesaikan masalah itu seorang diri. Sekali lagi menjalani hari-hari yang berat sebagai siswa dan orang yang menjadi kunci dari kasus misterius yang terjadi di sekolahnya sendiri.
    Ia bertekad menyelesaikan masalah itu seorang diri. Berusaha melangkah lebih jauh melebih perkiraannya. Melebihi batas dirinya sendiri. Melampaui usahanya yang sebelumnya. Sebagai penegak keadilan. Walau dirinya tidak berada di atas angin, namun ia yakin dapat keluar dari badai itu. Badai yang pernah berkecamuk di Pulau Badai tak sebanding dengan badai yang terjadi dalam hatinya.
    Badai yang telah meluluhlantakkan egonya sendiri. Setelah mengenal Erin, ia merasa senasib dengan gadis itu. Sama-sama ditinggal orang tua demi karir. Walau sebagai gadis yang populer di sekolahnya, ia masih merasa seorang diri. Kesepian di tengah-tengah keramaian. Dan ia hanya dapat menutupinya dengan topengnya sebagai gadis dengan senyum-termanis-tahun-ini.
    Reni merasa, sosok itu masih mengawasinya dari kejauhan.
    Untuk beberapa lama kedua sosok itu saling mengamati satu dengan yang lainnya. Dari tempat mereka masing-masing.
    Mereka merasa telah saling mengenal. Dan menyadari bahwa mereka memiliki pandangan yang sama. Juga kesamaan akal dan pikiran.
    Lawan yang selama ini ternyata adalah kawan. Dan kawan yang selama ini adalah lawan. Ia pernah kehilangan petunjuk akan jati dirinya. Namun, kini ia mengerti apa yang harus dilakukannya.
    Hanya takdir yang dapat menentukan nasib di antara mereka. Di antara sosok yang saling memandang satu dengan yang lainnya dari kejauhan.
    Sosok yang pernah membuatnya tertawa dan akhirnya membuatnya menangis. Ya, Erin telah menjadi teman baiknya. Sesuatu yang tak pernah ia bayangkan dapat berteman dengan gadis aneh yang pendiam itu.
    Persahabatan di antara mereka tak akan pernah berakhir. Selamanya. Walau telah mengalami hal yang paling buruk dalam seumur hidup mereka.
    Di hari ketika Erin mengalami kecelakaan tragis. Ia berada di sana.
    Dan sekarang, Reni merasa sosok Erin masih mengawasinya dari kejauhan.
    Hantu Erin? Tidak mungkin! Batinnya sangsi. Erin telah meninggal setelah tertabrak truk!
***
    Beberapa minggu lalu

    Gerimis tipis yang turun di siang hari itu, memulai kejadian mengerikan di depan sekolah internasinal di Pulau Badai. Jalan yang lengang karena peringatan badai yang akan menerjang membuat pengendara sekada menepi atau mencari tempat perlindungan dari badai yang akan mengamuk.
    Kesunyian sebelum badai adalah kesunyian yang mematikan. Dan tak ada yang tau apa yang akan terjadi di hari itu. Termasuk siswi bernama Reni yang tengah mengejar Erin sampai ke pelataran sekolah.
    Kebetulan atau tidak, tak ada yang menyaksikan kejadian itu selain Reni dan Erin yang menjadi saksi.
    Reni menyaksikan ketika Erin membawa buku hariannya ke tengah jalan. Tanpa disadari sebuah truk melintas cepat dan…. Ia terlambat menyadari ketika tubuh Erin terpental dan jatuh di aspal jalan.
    Walau tubuh Erin bersimbah darah. Namun, tangannya masih bergerak meraih buku hariannya. Saat itu, Reni merasa dunia berputar di sekelilingnya. Tubuhnya ambruk karena melihat banyaknya darah di jalan beraspal itu.
    Suara-suara yang terdengar setelah kejadian itu perlahan lenyap. Seperti cahaya yang meredup dalam panca indera Reni. Ia tak sadarkan diri.
    Hanya ingatan itu yang berada dalam kepala Reni.
***
    Ghost hendak menghubungi Inspektur Anton. Namun, diurungkan karena ia tak ingin mengganggu acara pernikahan mereka. Beberapa menit setelahnya, ia tak dapat menyangka bahwa inspektur polisi itu yang menghubunginya lebih dulu.
    Ia tak percaya nama inspektur itu tertera di layar ponselnya. Ia hendak mematikan ponselnya agar inspektur itu tak terlibat dalam kasus misterius kali ini. Namun, ia sadar tak dapat menyelesaikan kasus itu seorang diri. Karena itu pada panggilan ponsel kedua kali, ia segera mengangkatnya.
    “Haloo ... inspektur. Gimana kabar?” tanya Ghost berusaha terdengar santai.
    “Alhamdulillah baik Ghost … kau gimana kabar?”
    “Syukurlah inspektur .... sori, aku gak menceritakan kasus ini karena gak ingin mengganggu inspektur.”
    “Oh, santai saja … rencananya, acara pernikahannya gak terlalu ribet kok. Keluarga Selfi juga kompak agar acara pernikahan dilakukan sederhana saja namun tetap berkesan.”
    “Sori lagi karena gak hadir dalam acara pernikahan inspektur dan….”
    Inspektur Anton memotong.“Lah baru minggu depan acara pernikahannya. Ini masih persiapan. Jadi, jika kasusnya sudah selesai, kamu bisa datang ke Situbondo. Aku akan kirim undangan elektroniknya.”
    “Ya, semoga kasus ini bisa segera terungkap sehingga bisa segera pergi dari pulau ini.”
    “Dari nada suaramu terdengar cemas?”
    “Yakin inspektur mau mendengarnya?”
    “Ya, katakan saja. Aku lagi bosen nih nganterin Selfi selama persiapan acara pernikahan.”
    “Ketika inspektur sedang bersiap keluar dari Pulau Badai, terjadi kasus kematian misterius di sekolah internasional. Apakah Faril sudah cerita?”
    “Oya … waktu itu Faril bercerita ketika pesawat sudah bersiap berangkat. Katanya ada kematian tanpa sebab yang menimpa siswa di sekolah internasional. Aku menyempatkan mencari beritanya.”
    “Ya, sekarang sudah ada tiga korban. Dan ketiganya meninggal mendadak dengan cara yang sama, sesak napas. Petugas medis yang menangani mayat ketiga korban itu menduga mereka gagal paru-paru. Tidak mungkin ketiga korban bisa meninggal dengan cara yang sama tanpa ada wabah atau tanpa ada luka apapun di tubuh mereka.”
    "Kau udah dapat petunjuknya? Barang bukti?”
    “Belum … ah, petunjuknya tak masuk akal. Sebuah buku harian yang katanya berhantu. Lagipula aku harus menyamar untuk mendapatkan informasi dari polisi dan petugas medis.”
    “Ah, ya, kau pasti lebih sulit menyelidikinya ketimbang aku yang seorang polisi ini. Tapi, setidaknya kau memiliki kemampuan penyamaran dan identitas ganda dengan aset khusus.”
    “Asetku perlahan dibekukan. Aku hanya dapat memindahkan sisa tabungan yang masih tersisa. Dan identitas yang masih bisa digunakan,” sesal Ghost.
    “Wah, kalau kau butuh bantuan bilang saja. Jika butuh tempat netral, datang saja ke tempatku. Beberapa rekan-rekanku yang juga sahabat dekat bisa membantumu tanpa perlu banyak bertanya tentang identitas aslimu.”
    “Ya, terima kasih inspektur … aku masih bisa bertahan beberapa lama lagi di pulau ini. Semoga sampai kasus misterius ini dapat terungkap.”
    “Lalu sejauh mana penyelidikanmu?”
    “Ketiga korban itu dihubungkan dengan siswi bernama Erin. Karena mereka satu geng yang sering menggangu Erin.”
    “Menggangu bagaimana? Bully?”
    “Ya, semacam itu.”
    “Hah, bahkan di sekolah internasional?”
    “Sifat manusia memang begitu. Bahkan manusia pun berani menghina Tuhan, apalagi presiden sampai tukang semir pun akan mendapat bullying. Gak di jalanan, di lingkungan kumuh sampai berkelas bahkan di sekolah sekelas internasional pun pasti ada kasus pelecehan seperti ini. Bahkan makin tinggi status dan ilmu manusia, biasanya akan cenderung menjajah makhluk lain. Sebuah tuntutan dari pusaran ego di tengah masyarakat yang membuat hasrat hidup, status, dan pencapaian karir menjadi tak terbatas karena kebanyakan korban bully. Tak peduli seberapa tinggi status dan pencapaian karir pasti akan ada yang akan mencela. Karena manusia gak benar-benar tau apa yang dibutuhkan. Kebanyakan manusia memiliki hasrat tak terbatas dan impian yang tak akan pernah tercapai, apalagi yang kurang bersyukur. Kita tak benar-benar tau apa yang kita butuhkan, lebih sekadar apa yang kita inginkan belaka."
    “Gak begitu juga sih … harusnya makin tinggi ilmu seseorang biasanya seperti padi. Makin berisi makin merunduk. Dan makin tinggi ilmu manusia, maka akan terlihat dengan sikap rendah hatinya. Saya yakin, pasti siswa yang mengganggu itu tak lebih pintar dari Erin.”
    Ghost mengangguk-angguk. “Akan saya catat itu inspektur.”
    “Lalu bagaimana dengan barang buktinya? Apakah masih belum ditemukan?”
    “Masih ada simpang siur tentang keberadaan Erin. Ada yang masih menganggap bahwa Erin masih hidup, sedangkan menurut yang lain Erin telah tiada. Dan buku harian yang dibawa Erin ketika kecelakaan itu masih belum ditemukan oleh polisi. Bahkan oleh petugas medis yang membawa Erin ke rumah sakit dalam ambulan.”
    “Buku harian?” tanya Inspektur Anton.
    “Ya, nampaknya buku harian itu satu-satunya petunjuk. Apalagi ketiga keluarga korban menolak otopsi. Padahal dengan otopsi akan ditemukan petunjuk mengenai penyebab sesak napas dengan memeriksa jaringan sel paru-paru salah satu korban itu.”
    Untuk beberapa lama terdengar suara lain dari sambungan ponsel itu. Ghost mengenal suara Selfi yang bertanya tentang orang yang ditelepon oleh inspektur itu.
    “Hayo, dengan siapa ngobrol inspektur? Kayaknya asyik banget.” Suara Selfi yang cemburu terdengar samar-samar.
    “Oh, bukan siapa-siapa, saya lagi nelepon teman jauh…,” ujar Inspektur Anton. Suaranya terdengar menjauh dari ponsel.
    “Hey, udah tengah malam ini … lebih baik istirahat dulu.” Terdengar suara Selfi dan bunyi seperti ponsel dipindah ke meja.
    “Oke…,” pungkas Inspektur Anton. Setelah itu sambungan ponsel itu dimatikan.
    Ghost tersenyum membayangkan Inspektur Anton merahasiakan kasus ini dari endusan Selfi. Tapi, sampai kapan? Kemudian ia mendapat pesan teks dari inspektur itu: Lanjut Ghost. Kalau sudah dapat informasi lagi, kabari ya! Boring di sini gak ada kasus.
    Ghost membalas pesan itu dengan hanya satu kata: oke!
    Kemudian ia merasa seorang diri, lagi. Dalam penyelidikan kasus misterius itu.
    Bisakah ia mengungkap kasus di sekolah internasional itu? Bersama Inspektur Anton yang berada di tempat lain?

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience