Rate

FILE 86: Rahasia Remasan Kertas

Mystery & Detective Series 649

“Aku akan pergi ke kantor polisi sekarang. Siapa tau mobil listrik milik korban keempat masih berada di sana. Jika keberuntunganku masih belum habis.”

    RENI kembali bercerita kepada polisi. Ia dibawa ikut serta ke rumah Erin yang terletak di pesisir pantai Pulai Badai demi melakukan penggeledahan. Sekali lagi.
    “Ada banyak potongan kertas catatan dan foto di dalam buku harian itu,” ujar Reni. “Termasuk foto polaroid Erin bersama ibunya. Anehnya ada satu foto yang dirusak dengan coretan seperti kata sandi atau kode Mr. Dr.”

86 A.jpg
1000x725 53.1 KB
    “Tulisan Mr. Dr?” tanya polisi itu sembari terus mencatat. Dahinya berkerut.
    “Entah apa artinya,” ujar Reni mendesah.

86 B.jpg
1000x756 70.3 KB
    “Ya, hanya kau yang mengetahui tentang bentuk buku harian itu,” ujar reserse yang mengantarkannya. “Jadi, kami minta bantuanmu untuk mencari buku harian itu.”
    “Kami sudah mencarinya ke mana-mana, tapi tak menemukan buku harian itu. Apalagi banyak rak buku di rumah ini.” Rekan reserse itu kembali mengamati buku-buku yang berserakan di lantai. “Ada satu pintu kamar yang tak dapat dibuka.”
    “Kan sudah kubilang buku harian itu dibawa oleh hantu Erin,” ujar Reni masih bersikeras.
    “Duh, masih tentang hantu. Gak ada hantu!”
    Reni berkata dengan lirih. “Karena aku melihatnya sendiri.”
    Polisi itu hanya dapat saling pandang ke rekannya yang lain.
***
    Rosela membuka mata. Ia terjaga setelah mendengar dering ponselnya. Ia tak ingat telah menyalakan alarm. Setelah memeriksanya ternyata salah seorang teman meneleponnya. Ia masih agak bingung setelah menyadari tidur di sofa dalam kantornya. Namun, perlahan ia mulai ingat telah menginap di dalam kantor. Karena sebelumnya ia tak pernah menginap di kantor. Jam di layar ponsel masih menunjukkan pukul lima pagi. Ia mulai mengangkat sambungan itu.
    “Haloo…” Rosela mengangkat sambungan ponsel itu.
    “Eh, kamu semalam ada di mana? Dicari teman apartemenmu tuh, katanya gak lihat kamu semalam di apartemen.”
    “Ini Mel ya? Sori masih gak nyambung baru bangun tidur. Aku lagi nginep di sekolah nih. Ntar aja deh disambung lagi. Masih ngantuk nih.” Suara Rosela masih terdengar serak.
    Sambungan ponsel itu berakhir. Dan Rosela masih berbaring linglung di sofa. Ia heran kenapa Ghost tak membangunkannya. Ia menduga mungkin masih pagi, dan pria itu tak ingin mengganggunya.
    Rosela beranjak dari sofa lalu memandang berkeliling. Ia mencari sosok Ghost. Namun, ternyata dirinya seorang diri dalam ruang kantor itu. Kemudian ia mendengar bunyi langkah sepatu di koridor. Pintu terbuka dan nampak wajah Ghost yang berseri-seri.
    “Eh, udah bangun? Aku udah mandi. Mumpung masih pagi.” Ujar Ghost nampak segar bugar. Ia membawa bungkusan yang berisi roti dan mi instan. “Sarapan dulu.”
    “Thanks Eh, kau mandi di mana?” tanya Rosela sembari mengucek-nguecek mata. Rambutnya nampak kusut. "Kan kita bisa mandi bareng ... hehe bercanda."
    “Di gudang ada kamar mandi karyawan." Ghost berusaha fokus dari godaan Rosela.
    “Oh, di kamar mandi guru lebih baik. Ya, karena jarang digunakan sih.” Rosela beranjak dari sofa kemudian meraih sebungkus roti. Ia mengunyah roti sembari keluar dari ruang itu. Kemudian, seperti teringat sesuatu ia kembali membuka pintu kantor.
    Dari ambang pintu ia berkata. “Eh, udah ada petunjuk yang kau temukan?”
    “Nanti deh kujelasin.” Ghost tersenyum.
    “Oh, siap.” Rosela membalas senyumnya. Kemudian menutup pintu kembali.
    Ghost memastikan bahwa Rosela telah pergi. Setelah Rosela menghilang ke ruang guru, ia mulai memeriksa ponsel milik Rosela. Memastikan bahwa tak ada yang mencurigakan. Ia membuka ponsel itu dan memeriksa jika ada alat perekam atau pelacak. Kemudian memeriksa tas milik Rosela, tapi tak ada yang mencurigakan. Ia agak menyesal karena masih menyimpan rasa curiga kepada wanita muda itu. Kebiasaan yang telah dilatih selama di pasukan khusus.
    Untuk membalas penyesalannya, Ghost membersihkan ruang kantor Rosela.
    Beberapa menit kemudian, Rosela sudah masuk dan melihat ruang kantornya telah tertata rapi. Perkakas komputer ditata di tempatnya. Sampah-sampah plastik dan gelas kopi telah dibawa ke dapur umum untuk dibersihkan. Pengharum ruangan di ruangan itu juga telah diganti dengan yang baru. Pot bunga yang tak terawat telah diganti dengan bunga yang lebih segar. Ruangan itu nampak seperti baru lagi. Karena hanya Rosela yang memiliki kunci ruang kantornya. Dan tak seorang pun yang diperbolehkan masuk termasuk petugas kebersihan sekalipun. Apalagi barang elektronik yang dibongkar sangat rentan untuk rusak jika dipindah tanpa berhati-hati.
    “Wah, terima kasih udah bersih-bersih. Tapi, ntar balik berantakan lagi deh.” Rosela terkekeh. Ia menghirup aroma parfum pengharum ruangan dan memandang berkeliling seperti menari-nari karena senang. Wajahnya nampak makin ceria dan bugar. Ia tak menyadari tas dan ponselnya telah diperiksa karena Ghost sedang membersihkan tempat itu. Tas dan ponselnya dipindah ke atas meja.
    “Setengah jam lagi sekolah akan dibuka. Tapi aku lagi free, gak ada jam pelajaran hari ini. Jadi, kita masih bisa berduaan mecahin kasus.” Rosela tersenyum manis.
    “Oya, bentar lagi aku bertugas. Yakin mau melihat lihat aku bersih-bersih?” tanya Ghost.
    “Kalo gitu, aku lihat di kamera aja deh. Sambil ngecek posisi kameranya,” timpal Rosela. Ia mendekati kursi beroda dan menyeretnya ke meja kerjanya. Kemudian menyalakan program dan memeriksa satu per satu kamera itu.
    “Oke,” ujar Ghost kemudian bergegas keluar untuk bersih-bersih. Sembari bersih-bersih ia memberi tanda ke arah kamera yang ditaruh di tempat tersembunyi. Kadang dengan ekspresi wajah yang lucu.
    Rosela yang berada di ruang kantornya terkekeh melihat ekspresi wajah Ghost.
    Tidak biasanya Ghost lebih bersemangat bersih-bersih. Sembari memeriksa setiap kamera yang baru dipasangnya. Ia tidak menyangka pekerjaannya bisa selesai lebih cepat dari biasanya.
    Ghost kembali ke ruang kantor Rosela setelah membersihkan diri. Rosela masih nampak melihatnya dengan konyol.
    “Aku tak membayangkan bagaimana jika rekaman kamera ini diperiksa pihak sekolah.” Rosela terkekeh. “Mereka langsung akan mencurigaimu karena kamu sadar kamera.”
    “Gak ada yang bisa mengakses kamera itu. Kan sudah dilainkan datanya.” Ghost ikut tersenyum melihat Rosela yang masih cekikikan.
    Rosela berusaha kembali serius. “Terus. Apa kau sudah menemukan petunjuk dari TKP keempat korban itu?”
    “Ya, mari kutunjukkan.” Ghost mendekati Rosela. Ia mengambil kursi roda yang lain lalu menyeretnya di dekat kursi Rosela. Kemudian mengambil alih mouse dan keyboard. Ia kembali berada sedekat itu dengan wanita anggun itu. Aroma sampo yang dipakai wanita itu kembali tercium olehnya.
    “Semalam aku telah mengolah foto itu.” Ghost mencari file foto yang telah dieditnya. Foto dari TKP yang telah diambil dari rekaman video. Foto yang agak gelap itu menjadi terang benderang. Kemudian ia memperbesar ke arah remasan kertas yang berada di lantai.
    “Remasan kertas ini ditemukan di keempat TKP. Di toilet, di panggung auditorium, di dalam lantai bus, dan di dalam mobil listrik itu.” Ghost menunjuk ke arah foto-foto yang telah diperbesar beberapa kali. Ia telah mengatur ketajaman agar benda-benda yang bertebaran di lantai bisa nampak jelas.
    “Remasan kertas?” tanya Rosela mengerutkan dahi. Ia memicingkan mata demi melihat foto yang berada di layar monitor komputer.
    “Ya, remasan kertas itu setelah diperbesar ada lubang yang menjadi ciri khasnya. Nampaknya dari bekas lubang spiral yang berada di tengah buku.”
    “Terus? Para korban dibunuh oleh kertas?” tanya Rosela. Dahinya berkerut. Wajahnya nampak sangsi karena baru pertama kali mendengar pembunuhan oleh selembar kertas. “Bagaimana selembar kertas bisa membunuh? Ah, aku masih belum sepenuhnya paham.”
    “Ya, pokoknya seperti itu. Ada sesuatu di kertas itu yang membuat para korban meninggal karena gagal paru-paru. Mungkin semacam virus atau bakteri yang menyebabkan korban meninggal mendadak karena gagal paru-paru.” Ghost berusaha berpikir keras. Jika dugaanya benar, kali ini berhubungan dengan virus evatoxin. Namun, baru sebatas dugaan karena efek virus itu berbeda dengan penyebab kematian yang menyerang keempat siswa di sekolah internasional itu.
    “Kira-kira di mana remasan kertas itu sekarang?” tanya Rosela penasaran.
    “Yah, pasti telah dibuang di tempat sampah. Atau telah menjadi bubur kertas ketika banjir melanda sekolah ini. Tapi, mungkin kita masih bisa menemukannya di buku harian Erin.” Ghost berpikir keras.
    “Hah, buku harian itu entah ada di mana sekarang. Polisi juga sedang mencarinya. Mereka saja belum menemukan buku harian itu.”
    “Masih ada peluang. Aku pernah melihatnya di lantai mobil listrik tempat korban keempat meninggal secara misterius.”
    Kemudian Rosela memandang dengan curiga. “Tunggu … ada yang aneh dengan ceritamu. Kau hanya mengolah dua foto dari TKP di toilet dan di auditorium. Tapi, kenapa bisa mengetahui lantai bus dan mobil listrik itu?”
    “Kebetulan aku masuk ke bus itu dan berada tak jauh dari mobil listrik di areal parkir itu sebelum dan sesudah polisi mengolah TKP.” Ghost memang berada di sana sebelum polisi mengolah TKP.
    Rosela mengangguk-angguk. “Jadi, ada di mana mobil listrik itu sekarang?”
    “Nampaknya berada di kantor polisi.” Ghost menduga. Semalam ia telah memikirkan cara untuk masuk ke dalam kantor polisi tanpa dicurigai.
    “Bagaimana cara pergi ke sana?” tanya Rosela.
    “Aku punya kenalan di kepolisian,” ujar Ghost. Untuk sejenak ia teringat kepada Inspektur Anton, namun ia bisa nekat menyamar menjadi polisi demi memeriksa lantai di mobil listrik itu.
    “Emang kau punya kenalan polisi? Siapa?” tanya Rosela dengan pandangan menyelidik.
    “Seorang inspektur.” Ghost kali ini tidak berbohong. Ia memang punya kenalan seorang polisi bernama Inspektur Anton. Tapi, kali ini ia hendak menyamar menjadi inspektur itu. “Aku akan pergi ke kantor polisi sekarang. Siapa tau mobil listrik milik korban keempat masih ada di sana. Jika keberuntunganku masih belum habis.”
    “Oke, aku akan menunggu kabar darimu. Sembari mengawasi kamera ini selama jam pelajaran berlangsung. Yah, setidaknya kita berusaha agar gak terjadi lagi kematian misterius di sekolah internasional ini.” Rosela nampak bersungguh-sungguh.
    Ghost bergegas keluar dari ruang kantor Rosela. Ia menuju keluar sekolah untuk menuju ke apartemen demi mempersiapkan penyamarannya. Dalam perjalanan ia mengirim teks kepada Inspektur Anton. Isinya mengabarkan bahwa dirinya akan menyamar menjadi inspektur itu. Setidaknya, ia telah meminta ijin agar tak bermasalah di kemudian hari. Apalagi ketika inspektur itu ditanya tentang alibinya ketika memeriksa mobil listrik itu, maka akan menjawab hal yang sama. Setidaknya mengonfirmasi bahwa Inspektur Anton benar-benar yang memeriksa mobil listrik itu.
    Bisakah Ghost menyamar menjadi Inspektur Anton?
    Apakah inspektur polisi itu tak keberatan jika Ghost menyamar sebagai dirinya?
    Bisakah ia mendapatkan remasan kertas yang berada di mobil listrik korban keempat yang berada di kantor polisi?

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience