Rate

FILE 12: Legenda Sang Ratu

Mystery & Detective Series 649

  "LANGIT Pajajaran sore itu lebih cepat gelap dari hari biasanya. Pada abad ke-15 masehi. Warga di pedukuhan di sekitar Kerajaan Pajajaran terheran-heran menyaksikan rombongan awan hitam yang terbentuk di atas gunung. Memenuhi langit wilayah kerajaan. Kemudian berarak terbang melintasi hutan menuju ke atas bangunan keraton Kerajaan Pajajaran. Diam tidak bergerak untuk beberapa lama.
    Dalam penglihatan orang awam, awan itu terlihat seperti mendung biasa. Namun, dalam penglihatan Mpu sakti di dalam kerajaan, awan mendung itu berujud ratusan keris pusaka. Sihir hitam yang ditujukan kepada putri Kerajaan Pajajaran, Putri Kadita.
    Sang putri yang tengah berada di dekat kolam ikan di tengah Keputren tengah bimbang. Ketika melongok ke kolam yang airnya jernih, ia terkejut melihat perubahan pada wajahnya. Ia meraba garis kasar dan kerutan dalam yang perlahan terbentuk di pipinya. Tidak berapa lama wajahnya seburuk kulit kayu. Membusuk dan mengeluarkan aroma nanah. Ia menyadari dirinya tengah terkena sihir hitam. Ia memilih melarikan diri dari kerajaan.
    Tidak ada yang melihat ketika Putri Kadita menyembunyikan wajahnya dengan jubah usang. Ketika sampai di atas karang pesisir pantai Laut Selatan, ia menceburkan diri ke tengah deburan ombak yang bergulung-gulung. Ombak membawa tubuhnya ke tengah samudera, laut selatan Jawa.
    Di kedalaman samudera yang membiru. Tubuh Putri Kadita mengapung dalam kegelapan samudera. Gelembung udara terakhir keluar dari hidung dan mulutnya. Tiba-tiba seberkas cahaya kehijauan datang dari atas permukaan laut. Menerobos kegelapan samudera. Menyelubungi tubuh Putri Kadita dengan pendaran cahaya kehijauan.
    Perlahan kulit yang membusuk mulus kembali. Kemudian muncul seekor naga dari batu karang. Tubuh naga itu melilit tubuhnya. Kulit naga itu mengeluarkan cahaya kemilau kehijauan. Kemudian Kanjeng Ratu Kidul mulai menampakkan diri dari dalam kerang raksasa, di dalamnya terdapat singgasananya. Kanjeng Ratu Kidul, penguasa laut selatan, bertitah bahwa saat itu Putri Kadita menjadi patihnya. Memberinya gelar Nyi Roro Kidul.
    Penghuni lautan berbondong-bondng keluar dari kegelapan samudera. Mereka menyambut Putri Kadita. Mereka memberi hormat dan bersumpah setia menjadi bala tentaranya.
    Pasukan kerajaan laut berencana membalas dukun kerajaan yang telah mengirim sihir hitam kepada Dewi Kadita. Namun, Sang Dewi menolaknya. Ia mengampuni orang yang telah menyihirnya. Ia memerintahkan pasukannya untuk memperluas kerajaan laut selatan. Dan menolong setiap perempuan yang juga mengalami nasib serupa.
    Abad berganti abad. Kerajaan Ratu Laut Selatan semakin ramai. Banyak perempuan sakit hati yang telah ditolongnya ketika hendak mengakhiri hidupnya.
    Pada Abad ke-19. Di tanah Betawi, tepatnya di kampung Ancol. Perempuan bernama Siti Ariah tengah bersusah payah dalam pelariannya. Ia menolak dijodohkan dengan pria tua, seorang bandit kaya raya di desanya. Cukong kaya itu mengirimkan anak buahnya untuk menangkap Siti Ariah, hidup atau mati, karena telah menolak lamarannya mentah-mentah. Ketiga centeng berhasil menangkap Siti Ariah di atas jembatan gantung Ancol. Namun, Siti Ariah memberontak. Niat untuk menggagahi Siti Ariah timbul. Sebelum ketiga centeng berhasil menggagahi Siti Ariah, mereka tiba-tiba terkena sihir hitam. Kulit ketiga centeng itu membusuk, kering seperti mayat hidup. Mereka tewas seketika di depan tubuh Siti Ariah yang nyaris telanjang. Siti Ariah merapikan pakaiannya kembali.
    Dari ujung kegelapan di kali Ancol. Sosok perempuan bertubuh naga mengapung ke arah Jembatan Ancol. Perempuan itu tidak lain adalah Ratu Laut Selatan. Ia mengangkat tubuh Siti Ariah yang telah lemah dan terluka ke atas bagian tubuhnya yang berujud naga.
    Siti Ariah dan Nyi Rara Kidul menghilang dalam kegelapan di muara kali Ancol. Sejak saat itu Siti Ariah menghilang. Tubuhnya tidak diketemukan. Warga di kawasan Ancol sering melihat penampakan Siti Ariah alias Si Manis Jembatan Ancol.
    Sejak tahun 1995 sampai sekarang … legenda itu kembali lagi..."

    Narasi acara televisi berjudul Mitos yang tayang di Golden TV sesekali disertai cuplikan adegan dan foto-foto dari tempat kejadian. Foto yang diambil dari lukisan klasik jaman Belanda hingga foto digital jaman sekarang. Adegan-adegan diperankan oleh aktor. Mengisahkan legenda dari kisah Nyi Rara Kidul, Ratu Laut Selatan, patih Kanjeng Ratu Kidul sampai Si Manis Jembatan Ancol. Keduanya bernasib sama; wanita yang sakit hati.
    Opening scene program acara televisi berjudul Mitos mengawali berita tentang menghilangnya artis sekaligus model Maria Eliza di dekat Jembatan Ancol. Lalu host menggiring imajinasi pemirsa bahwa Maria telah diculik Si Manis Jembatan Ancol. Dan membuat kesimpulan bahwa kasus menghilangnya Maria merupakan rentetan kutukan dari penyakit aneh yang menyebar di hotel Merkuri.
    Program acara berdurasi satu jam tayang setiap hari pada siang tengah hari.
    Untuk setengah jam Selfi menyimak acara televisi itu. Tidak bergerak di kursi di ruang kantor stasiun Metropolis TV. Pikirannya tengah berkecamuk. Belahan dirinya memikirkan keluarganya yang berada di Jawa Timur. Ia membayangkan adik-adiknya tengah menunggu kedatangannya untuk tertawa bersama. Sudah setahun ia tak pulang, kalau pun pulang hanya beberapa hari.
    Di sisi lain ia memikirkan misteri tanpa ujung yang tengah dihadapinya. Sampai-sampai ia tidak menyadari seseorang yang mendekatinya.
    “Jurnalis lain tengah mengaduk-aduk berita ini. Persis gado-gado.” Suara Denara membuat Selfi terlonjak dari kursinya. Ia mendapati Denara sudah berdiri di sampingnya.
    “Kapan kau ke sini?” tanya Selfi.
    “Kau keasyikan nonton sih. Siaran itu dari Golden TV, saingan kita, bahkan lebih agresif,” sambung Denara. “Dan terkesan sembrono. Mereka menghubungkan kasus kematian yang terjadi di hotel Merkuri dengan pembalasan ‘hantu’ artis muda berbakat Maria yang dikabarkan telah meninggal dan merencanakan untuk balas dendam.”
    “Artis termahal saat ini?” Selfi menunjukkan majalah yang ditemukannya di kamar hotel.
    “Ya, Maria Eliza menghilang ketika syuting film terbarunya. Entah kebetulan atau tidak, ia menghilang di dekat Jembatan Ancol.” Denara nampak berpikir keras.
    “Aku masih gak ngerti.” Selfi mengerutkan kening.
    “Ssstt… kita simak dulu acara mereka. Sebelum mereka melihat acara kita.”
    Setelah jeda iklan, program TV Mitos tayang kembali.
    Selfi dan Denara membisu ketika menyimak acara itu.
    Host acara Mitos, Ratna Palin, muncul dengan ekspresi dan suaranya yang khas. Terdengar dibuat-buat. Menciptakan nuansa misteri yang kental. Ditambah musik latar acara yang serasi dengan suasana acara.

    “Berangkat dari mitos dan legenda … berbagai versi kisah Nyi Lara Kidul dan Si Manis Jembatan Ancol memberikan kesan tersendiri … Kisah perempuan yang dipasung martabatnya dari sejak jaman Siti Nurbaya sepertinya terulang kembali … benarkah hilangnya Maria berkaitan dengan legenda Nyi Lara Kidul dan Si Manis Jembatan Ancol? Kabar angin tentang meninggalnya artis berdarah Sunda-Rusia itu semakin menambah misteri … Apakah pria yang mati terkena kutukan Ancol di hotel Merkuri adalah orang yang bertanggung jawab atas kematian Maria? Apakah hantu Maria ditolong Si Manis Jembatan Ancol untuk menuntaskan dendamnya….?”

    Denara meraih remote lalu mematikan TV di depannya sembari mengeleng-gelengkan kepala. “Nggak mungkin menghilangnya Maria karena diculik ‘arwah’ gaib. Nggak masuk akal!!” sindirnya. “Mistis adalah jalan pintas tercepat untuk menyimpulkan sesuatu dengan sembrono. Tapi ada sedikit fakta yang terungkap di sana. Kita perlu mencari hubungan Maria dengan kasus ini. Jurnalis lain dan polisi tengah memasang mata ke arah Maria. Anehnya, kasus menghilangnya Maria terjadi tepat setelah kasus kutukan Ancol itu, masih di kawasan yang sama.
    “Jadi berita tadi ada benarnya, dong?” tanya Selfi. “Walau sedikit?”
    “Ya, harus kuakui. Entahlah, benar atau tidak, kayaknya kita kalah selangkah dengan stasiun TV lain dalam mengembangkan kasus ini.” Denara menghela napas. “Bagaimana kabar Inspektur Anton?”
    “Loh, kok tanya ke saya? Emang saya siapanya?” Selfi heran.
    “Jadi kamu belum diajak makan malam bareng sama dia?”
Denara mengedipkan mata. “Kalau gitu gimana kalau kamu yang mengajak dia untuk bertemu?”
    “Oh, pliss.” Selfi mendengus.
    “Kamu kan sudah diberi nomer ponselnya. Aku deh yang traktir, sebut saja nama restorannya.”
    “Kalau makan bareng gimana? Kalau sendirian aku belum bisa.” Selfi nampak memohon untuk tidak ditugaskan mendekati inspektur polisi muda itu.
    “Loh, kenapa aku harus ikut? Kan bisa merusak suasana. Kamu sendiri saja yang masih muda. Usia kalian kan masih belum terlalu jauh terpaut.” Denara masih bersikeras. “Gimana kalau kau menyamar saja? Mafia pun pernah kau kecoh kan? Masa dengan inspektur polisi saja takut? Dia gak akan menggigit kok.”
    “Dia itu bukan inspektur sembarang. Dengan satu kali melihat pun dia pasti bisa membongkar penyamaranku.” Selfi tersenyum geli. “Dan nampaknya dia juga ahli menyamar, lihat saja penampilannya yang seperti seniman.”
    “Coba saja dulu, ini perintah. Atau bonusmu kupotong bulan ini.”
    “Duh, kalau menghadapi mafia aku lebih berani daripada
inspektur itu.” Selfi mendapat tatapan ‘seorang bos’ dari Denara. “Oke... oke... deh, aku coba.” Ia tak mau kehilangan bonus bulanan yang akan dipakai untuk membeli hadiah untuk adiknya yang baru menikah.
    Selfi melatih logatnya agar nampak seperti bule. Ia lancar lima bahasa: Arab, Mandarin, Prancis, Inggris dan Jerman. Bahasa inggrisnya cukup lancar dan fasih. Namun, biasanya lawan bicaranya akan mengajak untuk menggunakan bahasa setempat. Ia akan kembali menggunakan identitas sebagai reporter asing yang akan menulis kasus di hotel Merkuri. Sebagai Agatha Casey Holmes. Kali ini ia memakai rambut warna tembaga.
    “Sang Ratu Penyamaran telah kembali!” seru Denara menyoraki Selfi.
    “Plis deh jangan lebay. Salah-salah aku bisa ditangkap sama inspektur itu!” Selfi menghela napas.
    “Enak kan? Ditangkap ke dalam penjara hatinya?” goda Denara.
    “Hussshh!” Selfi segera mematut-matut diri di depan cermin. Mengawasi penampilannya yang baru. Perlahan ia memasang kacamata dan melatih logatnya.
***
    “Agatha… Casey… Holmes,” ujar Inspektur Anton di sudut kafe itu. Keningnya berkerut. Ia memeriksa tanda pengenal press yang disodorkan gadis itu padanya. “Jadi Anda dari Sidney? Majalah sains? Orang tua Anda pasti penggemar novel Agatha Christie dan Sherlock Holmes?”
    “Yap … agar lebih enak ngobrolnya, saya pakai bahasa Indonesia saja ya.” Agatha membetulkan letak kacamata yang melorot di hidungnya. “Ehem. Bisa kita mulai?”
    “Oke silakan. Tapi sebelumnya saya sudah pesan menu enak di kafe ini. Anda beruntung karena hari ini atasan saya yang traktir. Dia juga merekomendasikan Anda untuk menulis berita di media luar. Jadi santai saja ya.”
    Inspektur Anton di pagi itu memakai setelan kemeja lengan pendek dan celana katun. Topinya menutupi rambutnya yang berombak menutupi telinga. “Kebetulan aku juga belum sarapan. Jadi, santai saja makan perlahan, ngobrol santai ya.”
    Agatha melirik pasrah. Ia mengambil tisu dan mengusap butir keringat di dahinya. Ia mengira Denara yang telah mentraktirnya dan menyiapkan undangan itu. Ternyata Denara yang telah melobi atasan Inspektur Anton untuk menyiapkan pertemuan itu. Ia tak mengetahui bahwa Denara berani berbuat sedemikian jauh. Agatha Casey Holmes alias Selfi Lena tak begitu tenang duduk dihadapan inspektur itu.
    “Jadi apa yang akan kita bahas kali ini?” Inspektur Anton bertanya sembari bersiap menyantap makan paginya. “Anda nampak gugup? Apa pernah berurusan dengan polisi di Indonesia?”
    “Ya … ya tentu saja saya pernah berurusan dengan segala prosedur di sini. Dan benar, polisi di sini selalu membuat saya gugup.” Agatha kembali ke topik. Berusaha kembali bersikap tenang. “Tentang kasus Ancol. Apa sebenarnya yang menyebabkan kematian di sana? Apakah benar kutukan?” Agatha masih tak menyentuh piringnya. Jemarinya bersiap mencatat.
    “Bukan kutukan sebenarnya. Tapi semacam virus baru yang sekarang sedang diteliti oleh ilmuwan kita. Jadi, saya harap Anda tidak ke sana, karena dikhawatirkan akan menyebarkan virus itu ke luar negeri.”
    Inspektur Anton membasahi tenggorokannya dengan segelas jus jeruk. “Jadi, catatan ini off the record. Saya juga belum tau virus apa. Kami akan infokan setelah mengetahui jenis virusnya.”
    Agatha hanya mengangguk sembari mencatat.
    Virus tanpa nama? Virus X?
    Apa yang sebenarnya terjadi di hotel Merkuri?

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience