Rate

FILE 84: Pasangan Mata-mata

Mystery & Detective Series 649

Rosela memerhatikan kelihaian Ghost dalam mengoperasikan program di dalam laptop itu. “Nampaknya kau fasih menggunakan program ini? Sudah berapa lama kerja di game center itu?” Ghost berhati-hati ketika hendak menjawab pertanyaan itu.

    “Waktu itu, aku menyelidiki buku harian Erin dengan seorang teman.”
    RENI kembali diperiksa oleh polisi. Kali ini bersama antrian para siswa lain yang diinterogasi di dalam ruang guru.

84 A.jpg
1000x473 41.2 KB
    Satu per satu siswa diperiksa polisi dari satu per satu kelas. Setiap hari dilakukan pemeriksaan setiap kelas. Menindaklanjuti aksi demo yang dilakukan para warga kemarin. Pendemo menuntut agar dilakukan pengusutan atas kasus misterius di sekolah mulai gencar dilakukan. Pihak sekolah mulai memberikan akses kepada polisi dan membuka lebar-lebar pintu sekolah.
    “Siapa nama teman yang bersamamu waktu itu?” tanya polisi.
    “Eh, entahlah, aku kok jadi gak ingat seperti ini ya.” Reni mengingat-ingat. “Karena kejadian itu agak lama. Jadi, aku udah lupa tuh.”

84 B.jpg
958x898 84.5 KB
    “Coba kau ingat-ingat lagi karena kami sekarang sedang menginterogasi para siswa.” Polisi itu nampak mencatat di laptopnya.
    “Nanti aku beritahu kalau sudah ingat.” Reni kemudian beranjak dari kursi. Lalu menyeret siswa lain untuk ganti diinterogasi.
    Polisi itu hanya dapat menggeleng melihat tingkah Reni. Namun, ia tak dapat berbuat apapun tanpa bukti yang jelas. Jam pelajaran siswa agak terganggu dengan acara interogasi itu. Agar tak terlalu mengganggu jam pelajaran, maka polisi menginterogasi siswa pada jam pelajaran pertama.
***
    “Aku bawa bekal nih,” ujar Rosela. Gadis itu mengeluarkan kotak bekal dari dalam tasnya. Petang itu ia sudah datang ke sekolah internasional. Ia mencari-cari Ghost ke gudang. Biasanya jam segitu Ghost sudah bersiap untuk pulang. Namun, kali ini hendak menginap di dalam sekolah demi permintaan wanita itu.
    “Wah, kok repot-repot nih,” ujar Ghost sembari menerima kotak bekal dari wanita muda itu. Ia memerhatikan penampilan Rosela yang nampak santai tapi rapi. Rosela mengenakan jaket bersyal yang melilit lehernya yang jenjang dipadu dengan celana jins. Aroma parfum wanita samar-samar tercium.
    “Habisin aja. Aku masih bawa yang lain kok.”
    “Ini jaga atau mau piknik ya,” ujar Ghost seraya tersenyum.
    Rosela tertawa lepas. “Biasanya kalau di sekolah aku tak betah lama-lama lembur. Biasanya sampai jam tujuh malam udah cabut. Takut sendirian di sekolah sebesar ini.”
    Ghost setuju. Jika dilihat memang sekolah internasional itu megah dan mutakhir. Namun, makin bertambah sunyi di sudut-sudutnya yang mentereng. “Betul. Aku juga gak betah berada di sekolah yang megah ini. Entah kenapa. Makin megah makin nampak kesunyian di sudut-sudutnya karena tak dapat dijangkau seluruhnya.”
    Rosela membawa tumpukan dokumen berisi foto-foto yang terekam kamera. Foto-foto itu dikumpulkannya dari rekaman CCTV yang mengawasi para korban yang meninggal secara mendadak itu. “Ini aku kumpulkan dari rekaman yang memuat foto-foto korban yang tertangkap kamera sebelum kejadian itu. Aku masih belum menemukan keanehan di sana. Para korban berada di antara teman-temannya nampak beraktivitas seperti biasa.”
    “Justru itu, dari aktivitas yang biasa kasus ini dimulai. Dari sejak para korban menggangu Erin. Itu sudah dianggap biasa di sekolah ini.”
    “Oya, bagaimana dengan pemasangan kamera tersembunyi tambahan? Aku tadi tak melihat kau memasang apapun.”
    “Ketika sekolah bubar. Sudah beberapa kamera yang kupasang. Dibantu Faril. Ketika kau pulang. Memang masih dicicil karena tak mungkin memasang semua kamera tersembunyi dalam waktu singkat,” ujar Ghost menjelaskan. Kemudian ia menunjukkan peta sekolah yang telah digambar titik-titik tempat kamera itu dipasang. “Aku memasang kamera tambahan di areal parkir, di lapangan olah raga dan di ruang guru. Karena hanya bisa dipasang ketika sekolah bubar agar tak membuat curiga para guru dan siswa yang masih berada di dalam sekolah. Setelah peristiwa kematian siswa di areal parkir, les tambahan di sore hari nampaknya ditiadakan. Entah sampai kapan.”
    “Tadi pagi polisi kembali menginterogasi saya di ruang guru. Mereka meminta saya sebagai ahli IT untuk mengeluarkan kembali rekaman CCTV yang ada di file komputer sekolah,” ujar Rosela nampak cemas. Masalahnya bukan hanya file saja yang dicuri. Tapi juga sistem backup juga diretas.”
    Kali ini Ghost merasa telah dituduh karena dirinya adalah pelakunya. Ia juga harus berhati-hati karena jika rekaman di areal parkir itu dapat diketahui, maka dirinya juga akan ikut menjadi tersangka.
    “Apa Faril ikut membantu?” tanya Ghost.
    “Ya, Faril juga ikut berusaha mengembalikan file yang dihapus itu. Namun, Faril juga tak bisa. Aku bahkan menemukan virus yang menyembunyikan sistem komputer yang terhubung dengan DVR. Terpaksa aku harus membersihkan virus itu dahulu walau akhirnya data-data sistem ikut terhapus.” Rosela menghela napas. “Duh, nampaknya penyusup kali ini memang seorang yang ahli informatika. Aku kenal beberapa siswa jenius yang berbakat di sekolah ini. Namun, alibi mereka tak bisa dibantah.”
    Ghost dapat bernapas lega karena Faril masih mendukungnya. Tentu saja Faril juga ikut membantu. Faril mengamankan jejak yang dilakukan Ghost ketika menyabotase data-data dari kamera CCTV. Untungnya ia dan Faril berusaha agar selalu menghindar satu dengan yang lain. Mereka berusaha agak tak membuat kontak di sekolah agar tak dicurigai telah bekerja sama. Penghubung satu-satunya dengan Faril adalah Dila, adik perempuannya.
    “Oya, sudah lama di Indonesia?” tanya Ghost berusaha mengenal lebih dekat Rosela. “Pantas masakannya enak. Asli ini rasa Indonesia.”
    “Syukurlah kau menyukai masakanku. Ya, awalnya saya mengajar di Jakarta. Udah lima tahun mengajar di sekolah sana. Terus direkomendasikan ke sini.” Setelah melihat-lihat keadaan ruang gudang itu, Rosela duduk di sofa dekat Ghost. Ia melihat Ghost dengan lahap menandaskan bekal yang dibawanya. Nampak ia senang melihat Ghost menyukai masakannya.
    “Kau juga memasang kamera di gudang ini?”
    “Belum. Aku lebih fokus memasang kamera di luar.” Tentu saja Ghost tak ingin memasang kamera di dalam gudang itu. Ia tak ingin gerak-geriknya di dalam gudang ikut terekam.
    Setelah menghabiskan bekalnya, Ghost mengeluarkan laptop yang diberi oleh Rosela. Kemudian ia membuka progam yang terhubung dengan kamera CCTV tanpa kabel itu. Kotak-kotak rekaman dari kamera nampak tergambar di layar laptop. Ada beberapa area yang terekam oleh kamera tersembunyi itu.
    Rosela memerhatikan kelihaian Ghost dalam mengoperasikan program di dalam laptop itu. “Nampaknya kau fasih menggunakan program ini? Sudah berapa lama kerja di game center itu?”
    Ghost berhati-hati ketika hendak menjawab pertanyaan itu. Karena jawaban dari dirinya kemungkinan akan dicocokkan dengan jawaban dari Faril. Jadi, jika jawaban darinya tidak cocok dengan jawaban Faril, ia bisa dicap sebagai pembohong. Dan lambat laun kedoknya pun akan terbongkar.
    “Ya, cukup lama,” timpal Ghost kemudian ia berusaha mengalihkan topik. “Kalau menurutmu, siapa yang paling mencurigakan di sekolah ini?”
    “Awalnya kukira pelakunya orang luar, karena seperti hendak mengintimidasi sekolah internasional ini. Tapi, setelah ada data-data yang hilang sepertinya juga ada orang dalam yang terlibat.” Rosela memerhatikan program yang dijalankan oleh Ghost. “Faril bilang kalau kau yang memasang CCTV di game center Nebula?”
    Kali ini pertanyaan yang mudah. “Ya, benar. Aku yang bertugas memasangnya,” jawab Ghost tangkas. Hanya itu saja, jika melanjutkan lebih jauh ia khawatir tak sama dengan jawaban Faril nantinya. Nampaknya, Rosela memang hendak mengorek informasi darinya. Tentu saja, karena wanita itu sedang mendapat tekanan karena ikut bertanggung jawab terhadap menghilangnya data-data rekaman kamera CCTV di sekolah internasional itu.
    “Oya, apa sebelumnya kau melihat sesuatu yang mencurigakan sejak kasus pertama terjadi di sekolah ini?” tanya Ghost. Kini gilirannya mengorek informasi dari Rosela.
    “Kasus pertama terjadi di dalam toilet. Tempat yang dilarang untuk dipasang alat perekam kamera. Kecuali di pintu keluar toilet, namun tak ada rekaman tentang petunjuk berarti yang tertangkap kamera,” timpal Rosela.
    “Lalu kasus kedua?” tanya Ghost.
    “Oh, kasus kedua terjadi di auditorium. Ya, waktu itu ada rekamannya.” Rosela berhenti sejenak. Ia nampak sangsi menceritakannya. “Agak ngeri juga rekamannya. Waktu itu korban seperti merangkak di lantai auditorium … aku kira itu sandiwara. Tapi, setelah mengetahui bahwa korban ditemukan telah meninggal….”
    “Korban merangkak?” tanya Ghost heran.
    “Ya, korban merangkak seperti sesak napas. Tangannya menggapai-gapai. Kakinya seperti lumpuh.”
    “Dari arah mana korban merangkak?”
    “Dari arah ruang ganti kostum. Ruangan di sebelah kanan dari panggung utama.”
    Ghost nampak berpikir keras untuk beberapa lama. Ia mengingat-ingat data-data yang didapatnya. Ia juga membayangkan foto-foto TKP yang telah dikumpulkannya.
    “Apa kau menyadari sesuatu?” tanya Rosela.
    “Ya, tentu saja. Korban pertama di dalam toilet. Korban kedua sudah sekarat sejak dari ruang ganti kostum. Korban ketiga di dalam bus. Korban keempat di dalam mobil di areal parkir,” ujar Ghost. “Jadi, pelakunya memang menghindari kamera CCTV di sekolah ini. Pelakunya sudah mengetahui letak kamera-kamera itu berada!”
    Rosela menganguk-angguk. “Aku pikir juga begitu. Wah, ternyata kau mengamati kasus ini dengan jeli ya Mas Adi? Apa kau juga berniat mengungkap kasus ini?” Wanita itu memandang Ghost yang memakai identitas bernama Adi.
    “Ya, karena ketika terjadi dua kasus itu aku sudah berada di sekolah ini … aku hanya ikut prihatin karena….” Ghost hendak berkata-kata. Namun, bunyi dering ponsel mengalihkan perhatiannya. Ia nampak kaget karena di layar ponselnya tertera nama Inspektur Anton. Jika Rosela mengetahui bahwa inspektur polisi itu menghubunginya, maka wanita itu bisa bertanya-tanya tentang hubungan Inspektur Anton dengannya. Apalagi inspektur itu sudah terkenal sejak kasus di Hotel Merkuri sampai kasus di laboratorium yang lalu. Dan Rosela pasti telah mendengar berita tentang Inspektur Anton.
    “Telepon dari siapa? Cewekmu ya?” tanya Rosela dengan nada menggoda.
    “Eh, nggak ini dari teman lama,” ujar Ghost. Untuk beberapa lama ia bimbang. Namun, hal itu malah akan membuatnya makin mencurigakan. Karena itu, Ghost bergegas mengangkat ponsel itu.
    “Ya, haloo … eh, maaf aku lagi sedang bersama Rosela nih. Gak bisa diganggu.” Lantas Ghost menyadari kalimatnya bisa bermakna ganda.
    “Ohhh … ya, ya, selamat ya Ghost. Semoga kalian bisa jadi pasangan serasi. Sori, kalau ada kepentingan telepon saja atau kirim via email ya.”
    “Ya, nanti aku telepon lagi.” Entah kenapa Ghost mulai salah tingkah. Keringat dingin membasahi punggungnya.
    “Sekali lagi selamat Ghost! Semoga kau bisa nyusul nikah. Aku gak nyangka kau bisa dekat dengan cewek hehe. Ikut berbahagia. Salam ke cewekmu yah,” pungkas Inspektur Anton sembari menutup sambungan ponselnya.
    Meski suara ponsel itu tak terlalu nyaring. Namun, Rosela berada tepat di samping Ghost. Awalnya Ghost sangsi wanita itu mendengar percakapan ponsel itu. Namun, ternyata dugaannya salah.
    “Eh, aku dikira cewekmu yah?” tanya Rosela sembari cekikikan.
    Kali ini Ghost benar-benar salah tingkah.
    “Yah, biasa temanku itu sering bercanda emang.”
    Rosela hanya dapat tersenyum-senyum sembari memandang Ghost yang salah tingkah. Pandangan yang penuh banyak arti.
    Bisakah Ghost dan Rosela mengungkap kasus di sekolah internasional itu?
    Apakah tebakan Inspektur Anton akan menjadi kenyataan? Bahwa Ghost memang dekat dengan seorang wanita?

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience