Rate

FILE 43: Misteri Peluru 9 mm

Mystery & Detective Series 649

  DOKTER Watsen Munim mendengarkan dengan saksama berita acara penyidikan di pengadilan. Suara-suara yang terdengar menggema di ruang pengadilan itu. Bagai suara maut yang terdengar dari dalam lorong panjang tanpa ujung.

    “Selanjutnya dengan adanya gambar foto korban, foto mobil sedan BMW warna silver No. Pol B 999 E dan dana operasional telah diterima maka diadakan pertemuan di sebuah gudang kosong pabrik PT. Yasun Litex di Batu Ceper Tangerang untuk mempersiapkan pelaksanaan menghilangkan nyawa korban
    Setelah perencanaan dan persiapan telah matang atau sempurna pada hari Sabtu tanggal 14 Maret 2016 sekira jam 14.30 Wib bertempat di Jalan Hartono Raya Modernland Tangerang ketika korban berada di dalam mobil BMW warna silver No. Pol B 999 E yang dikemudikan saksi Suparmin. Laju kendaraannya dihalang-halangi oleh mobil Toyota Avanza warna silver No. Pol B 8888 NP yang dikemudikan saksi Fransis dan seketika, saat mobil BMW yang dinaiki korban yang berjalan pelan akan melewati undakan (polisi tidur) lalu sepeda motor Yamaha Scorpio warna gelap No. Pol B 6666 SNY yang dikendarai saksi Hari Santos dengan memboncengi saksi Dani Saban bergerak mendekati samping kiri mobil BMW yang dinaiki korban hingga berjarak lebih kurang sekitar 0.5 (nol koma lima) meter kemudian saksi Dani Saban mengarahkan senjata api jenis revolver tipe S&W kaliber 38 yang telah dipersiapkannya ke arah kaca samping kiri belakang mobil BMW lurus searah dengan kepala korban lalu menembak atau menarik pelatuk senjata api tersebut sebanyak 2 (dua) kali, sehingga peluru menembus kaca pintu mobil dan kena tepat di kepaIa korban.”

    Dokter Watsen memerhatikan barang bukti berupa revolver yang dihadirkan di persidangan. Peluru yang ditemukan sudah berada di kepala korban adalah 9 mm yang tidak cocok dengan revolver 38. Apalagi revolver yang dihadirkan di dalam sidang itu salah satu silindernya telah macet dan merupakan revolver kaliber 38 yang tidak bisa memakai peluru 9 mm. Apalagi dibutuhkan latihan berpuluh kali untuk menembak sasaran bergerak di dalam mobil yang tertutup kaca tak tembus pandang.
    Barang bukti peluru yang diberikan Ghost dari hasil berduel dengan Srikandi adalah peluru kaliber 9 mm yang ditembakkan dari senapan runduk milik digunakan Srikandi. Diduga Srikandi menggunakan sniper jenis VSK-94 buatan Rusia atau senapan yang khusus dipesan dari perusahaan lokal. Senapan runduk yang tak dapat dihadirkan dalam sidang itu. Barang bukti tidak sesuai dengan surat dakwaan. Ia juga kecewa karena bukti pakaian korban dan rambut kepala tidak disertakan. Ia seperti kembali mendengar suara dari mimpi buruk yang bergema di kenyataan. Ia tidak mengerti apakah masih dalam mimpi atau sudah terjaga?

    “Setelah mengetahui bahwa korban telah meninggal dunia karena ditembak, saksi Sigit Haryono menghubungi terdakwa dan mengatakan, “Bagaimana nih Pak, bisa runyam kita?" Terdakwa menjawab, “Tenang saja. Saya sudah koordinasikan.”

    Ananta kembali geleng-geleng kepala. Mereka yang merencanakan, mereka pula yang panik. Hal itu saja membuat cerita itu tidak berhubungan. Saksi Sigit yang tampak panik seperti tidak pernah terlibat dalam rencana pembunuhan itu. Seharusnya ia sudah mengetahui resikonya dan bisa lebih tenang. Apakah mereka hanya berniat membuat korban sekedar cedera atau sekarat?

    “Kemudian sekitar akhir bulan Maret 2016 saksi reserse Wizardi Wizard datang ke rumah terdakwa yang diantar saksi Seto Wahyu atas sepengetahuan saksi Sigit Haryono untuk menanyakan perkembangan karir yang pernah dibicarakan sebelumnya. Akibat penembakan yang dilakukan saksi Dani menyebabkan korban Nazrudin Zulfikar meninggal dunia sebagaimana diterangkan dalam Visum Et Repertum Nomor: 1030/SK.II/03/2-2016 tanggal 30 Maret 2016 yang ditandatangani oleh dr. Watsen Munim, dokter pemerintah pada RSCM yang pada kesimpulannya menerangkan: “Pada mayat laki-laki yang berumur sekitar empat puluh tahun ini didapatkan 2 (dua) buah luka tembak masuk pada sisi kepala sebelah kiri, kerusakan jaringan otak serta pendarahan dalam rongga tengkorak serta 2 (dua) butir anak peluru yang sudah tidak utuh.
    Sebab matinya orang ini akibat tembakan senjata api yang masuk dari sisi sebelah kiri, berdasarkan sifat lukanya kedua luka tembak tersebut merupakan luka tembak jarak jauh, peluru pertama masuk dari arah belakang sisi kepala sebelah kiri dan peluru yang kedua masuk dari arah depan sisi kepala sebelah kiri, diameter kedua anak peluru tersebut 9 (sembilan) millimeter dengan ulir ke kanan, hal tersebut sesuai dengan peluru yang ditembakan dari senjata api kaliber 0,38 tipe S & W.”

    Dokter Watsen menyesal menandatangani berita acara itu. Hasil visum yang diberikannya selama ini tidak dihiraukan. Mereka bahkan membuat hasil visum lain yang sangat berbeda seperti yang terakhir ditulisnya. Berada di bawah tekanan ia tidak dapat mengatakan apapun. Ia tidak dapat berbuat banyak. Dugaannya benar, penyidik hanya menggunakan namanya saja sebagai ahli forensik terkemuka agar hasil visum dapat dipercaya terutama oleh awam.
    Dari beberapa acara persidangan itu, Ghost sudah mendapatkan nama-nama petinggi negara. Ia mengingatnya dan hendak mengajukan bukti baru dan pandangan yang sama sekali berbeda.
***
    “Apa maksudmu datang kemari diam-diam seperti maling?”
    Ghost berdiri di sudut kegelapan ruangan itu. Sosoknya membuat reserse yang menyadari kedatangannya terkejut.
    “Saya hendak memberi data baru mengenai kasus penembakan Nazrudin.”
    “Kau seharusnya datang ke pengadilan atau kantor polisi. Atau lebih baik ke rumah sakit jiwa!”
    “Saya adalah sniper yang berada di sana saat kejadian penembakan. Saya juga bersama Inspektur Anton dan dr. Watsen Munim yang menyelidiki kasus itu.”
    Reserse itu terdiam. Kemudian berkata. “Data apa yang kau punya?”
    Ghost mengeluarkan flashdisk dari jaketnya, namun ia meringkas data itu dengan berkata. “Datanya ada di sini. Di sini terdapat bukti bahwa Nazrudin ditembak di lapangan golf. Di sana ia ditembak sniper, kemudian ditembak revolver. Lalu tubuhnya dibawa ke dalam mobil BMW itu. Sedianya aku yang diberi perintah untuk menembak Nazrudin, tapi ada rencana lain yang dilakukan tim lain.”
    “Lalu untuk apa kau datang kemari memberikan data itu? Hah, percuma. Sudah terlambat.”
    “Saya ingin meminta perlindungan dari Anda. Karena Anda pejabat, jadi bisa membereskan masalah ini.”
    “Masalah ini sudah beres. Kurang apa lagi?”
    “Banyak pejabat negara yang terlibat, juga pengusaha hitam dan oknum polisi.”
    “Nah, itu kau sudah tahu, banyak yang bermain di sini. Banyak yang memiliki kepentingan. Kau pikir saya bisa membawa data itu ke pengadilan? Kau sendirian! Semua terlibat dan mendapatkan keuntungan atas penangkapan Ananta dan kasus Nazrudin.”
    “Aparat yang masih bersih pasti dapat membersihkan masalah ini.”
    “Tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kau akan mengerti setelah mendapat nama-nama pejabat yang terlibat dalam kasus ini. Semua demi memberi pelajaran kepada Ananta. Menggiringnya ke penjara butuh sumber daya manusia yang tidak sedikit. Ini seperti ramai-ramai menangkap penjahat. Tentu saja, menurut mereka Ananta penjahatnya.”
    “Tapi, saya memiliki bukti-buktinya.”
    “Lalu di mana barang bukti itu?”
    “Ada di tempat yang aman. Dan hanya saya yang tahu.”
    “Mustahil kau bisa menemukan senapan runduk itu?”
    “Proyektilnya sudah didapat ... senapannnya tidak.” Ghost mengamati gerak-gerik pejabat itu.
    Reserse itu mengeluarkan kopor mengilat dan membukanya perlahan. Di dalam nampak senapan runduk mutahir yang sebelumnya tak pernah dilihat Ghost.
    Menyadari itu membuat Ghost menjadi waspada. Ia mundur selangkah dan bersiap mencabut pistol berperedam di balik jaketnya.
    “Tenang, saya tidak bisa menembakmu dalam rumah sendiri. Lagipula aku tak ingin rumahku dikotori darah pembunuh bayaran.”
    “Itu senapan runduk yang membunuh Nazrudin?”
    "Nyaris ... Ah, kau pasti akan melakukannya jika berada di posisiku.”
    “Apa maksudnya?”
    “Nazrudin pernah menodongkan senjata padaku. Kemudian memerasku atas berbagai tuduhan. Awalnya kami tidak ada masalah sebagai teman main golf. Manis-manis di depan, tapi di belakang ternyata menikam. Begitulah Nazrudin. Begitu pula yang dilakukannya kepada Ananta. Ia melaporkan perusahaan saingannya untuk menutupi korupsi yang dilakukannya sendiri. Benar-benar wajah dadu, punya banyak wajah.”
    “Jadi Anda yang menembak Nazrudin di lapangan golf?”
    “Srikandi yang diperintah. Senapan runduk mutakhir ini hanya diproduksi dua. Ia masih bernapas waktu itu. Peluru dari sniper belum menewaskannya. Selebihnya sama seperti yang kau katakan. Untuk mengakhiri penderitaannya, aku tembak lagi dengan pistol. Kalian pasti bingung karena banyaknya orang yang berusaha merekayasa peluru itu, di rumah sakit dan di Lab. Forensik, termasuk dokter itu pasti bingung. Banyak pelaku yang terlibat rekayasa itu karena banyak yang ingin cuci tangan dalam kasus ini.”
    “Apa yang membuat Anda sampai begitu dendam?”
    “Waktu itu Nazrudin memegang koper uang dari hasil memeras. Jumlahnya milyaran. Keuntungan itu digunakan untuk melibatkan diri dalam proyek evatoxin. Aku pikir ia tidak akan berhenti melakukan itu, kecuali mengakhirinya. Koper uang berdarah itu, masih ada di dalam mobil Avanza silver. Tidak ada yang berani menyentuhnya. Karena mereka percaya, uang itu akan kembali menyebabkan kematian.”
    Ghost terdiam sejenak. Lalu berkata, “Setelah mengetahui bahwa saya memiliki data barang bukti yang sebenarnya, apa yang akan terjadi pada saya?”
    Reserse itu menghela napas. “Kau sniper kan? Ahli menghilang juga. Maka gunakan kemampuan itu. Karena rekan-rekan yang lain sekarang sedang melakukan pembersihan. Saya yakin, kau bisa menghilang.”
    “Bagaimana dengan kepemimpinan selanjutnya. Apa masih bisa menuntut keadilan?”
    “Itu tergantung semangatmu. Tapi, pasti akan mengulang cerita yang sama.”
    Tidak ada lagi yang bisa dikatakan. Ghost bergegas pergi dari tempat itu.
    “Ya, lebih baik kau lari. Larilah sejauh-jauhnya. Semoga beruntung.” Ketika Ghost sudah pergi keluar dari rumah itu, reserse itu diam-diam menekan ponselnya dan menuliskan teks yang berisi kode komando pengejaran kepada Ghost, kali ini bukan dalam keadaan hidup-hidup.
***
    Luka tembak di dada Inspektur Anton berangsur-angsur menutup. Namun, gerakannya masih kaku. Tangan kanannya masih digips. Karena kesabaran Selfi sehingga inspektur polisi itu dapat pulih lebih cepat. Meskipun Selfi masih bersikeras agar tunangannya tidak masuk kantor, namun inspektur polisi itu tetap memaksa ke kantor.
    “Aku akan meminta ijin cuti untuk persiapan acara pernikahan kita.”
    “Iya, aku ngerti, tapi kan kamu masih belum sembuh total. Bergerak aja masih kaku begitu.”
    Inspektur Anton berusaha tersenyum sembari menahan rasa nyeri di dadanya.
    “Kita bisa tunda dululah acara pernikahan sampai kau benar-benar sehat. Gimana?” Selfi berusaha mencari jalan tengah agar inspektur itu bisa lebih tenang.
    “Sebenarnya aku ingin keluar dari kota ini … untuk menyegarkan pikiranku. Dan mempersiapkan acara pernikahan menjadi pengalihan pikiran yang ampuh.”
    “Ya, aku juga berpikiran sama. Tapi, lebih baik jika kita menunggu sampai kau benar-benar pulih inspektur. Apalagi tanganmu kan masih digips.”
    “Jadi, kau mau kan mengantarkanku ke kantor?”
    “Jadi sopir? Oke aja.”
    Selfi duduk di belakang kemudi mobil milik Inspektur Anton.
    Selama dalam perjalanan Selfi nampak senang karena akhirnya bisa jalan bareng lagi dengan tunangannya. Dari saking asyiknya bercerita tentang kota asalnya sampai dirinya tak memerhatikan pikap yang bergerak keluar dari gang.
    “Hei awas!!” seru Inspektur Anton.
    Selfi terlambat menyadarinya. Karena syok ia hanya melihat saja pikap yang bergerak hendak menabrak sisi samping mobil itu.
    Bisakah mereka selamat dari tabrakan itu?

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience