Rate

FILE 40: Superhuman

Mystery & Detective Series 649

   “KASUS penembakan terjadi lagi. Kali ini yang menjadi korban adalah Inspektur Anton. Inspektur polisi itu kini tengah dalam kondisi kritis di rumah sakit. Kejadian itu tidak jauh dari kantor polisi di kawasan Tangerang sekitar pukul 14.00. Ditengarai berhubungan dengan kasus penembakan Nazrudin yang sedang diselidikinya. Kejadian itu sempat terekam CCTV milik polisi.
    Dalam rekaman itu tampak bahwa Inspektur Anton tengah bersama seseorang. Mobil polisi yang dikendarainya melaju dari arah Modernland. Kemudian sebuah mobil boks menyalip dan menghalangi di depan sampao mobil polisi itu berhenti. Saat itulah pintu mobil boks terbuka dan rentetan tembakan di arahkan ke mobil polisi itu. Masih belum diketahui bagaiman sosok penembaknya karena berada di dalam boks. CCTV merekam kejadian dari samping mobil boks.
    Karena berada tidak jauh dari kantor polisi, bantuan datang beberapa menit setelah kejadian, namun nyawa Inspektur Anton tidak tertolong. Yang masih menjadi misteri, siapa penumpang yang berada di jok depan mobil polisi itu? Dan siapa kelompok yang menaruh dendam kepada Inspektur Anton? Kami akan kembali setelah jeda iklan berikut… tetap di Fakta dan Kriminal.”

    Dokter Watsen melihat ke arah televisi di rumahnya dengan pandangan tidak percaya. Wajah Selfi yang biasanya nampak di layar kaca sekarang digantikan penyiar lain. Lebih tak percaya lagi ketika ia mendapat telepon dari seseorang tanpa nama yang bernada ancaman.
    “Haloo.”
    “Babe sudah lihat sendiri kan?”
    Kemudian suara orang seperti meringis kesakitan.
    “Siapa ini?”
    “Jika sampai barang bukti itu sampai ke pengadilan, tau sendiri akibatnya!”
    Kemudian sambungan ponsel itu terputus.

***

    Srikandi menahan nyeri akibat tembakan di punggungnya, meski mengenakan rompi anti peluru tapi punggungnya seperti dihantam sebatang besi. Kulitnya tampak melepuh dan memerah karena memar.
    Setelah lolos dari kejaran Ghost, ia segera melancarkan serangan balasan ke mobil polisi yang dikendarai Inspektur Anton. Ia kecewa karena hanya polisi itu yang tewas, sedangkan Ghost berhasil selamat. Namun, ia merasa Ghost mendapatkan pelajaran dari penembakan itu. Sekarang, tinggal dr. Watsen yang belum pernah menerima ancaman. Karena itu ia menelepon ahli forensik terkemuka itu dan kembali melancarkan ancaman. Karena Ghost pasti mendatangi dr. Watsen untuk uji balistik senapan sniper dan gotri yang ditemukan di lapangan golf. Senjata sniper itu adalah senjata organik yang memiliki nomor serial pasukan khusus. Jika diselidiki siapa pemilik sniper itu pada akhirnya Srikandi tidak akan dapat menghindar. Meski sniper itu bukan miliknya tapi hasil dari meminjam anggota polisi yang telah disersi.

***

    Setelah kehilangan rekan terbaiknya, Inspektur Anton, Ghost memutuskan untuk menemui salah seorang petinggi polisi. Ia tidak berencana bertemu dr. Watsen karena kenyataan yang telah terjadi: polisi dengan mudah tewas. Ia merasa bersalah karena pertemuan itu direncakan olehnya. Karena itu, ia tidak ingin kembali membahayakan rekannya yang lain, juga keluarganya.
    Peliknya masalah yang dihadapinya membuatnya meneliti siapa sebenarnya yang bermain dan siapa target sebenarnya. Ia berharap dapat bertemu dengan aparat penegak hukum seperti Inspektur Anton. Ia mulai mencari data-data pejabat yang terlibat dalam masalah itu, terutama ketua KPKN Ananta. Dari data itu ia mencari pejabat tinggi yang mungkin bisa didatangi untuk meminta perlindungan dan keadilan.
    Mungkin di antara pejabat yang korup masih ada malaikat penolong.
    Jadi, sebenarnya siapa Ananta ini? Hingga membuat panik polisi, bahkan agen khusus Srikandi hingga berujung pada jebakan kasus penembakan Nazrudin?
    Ghost mencari data-data berita online dan membacanya.
    Di layar laptopnya tertulis:

    MediaOnline-Riwayat Ananta Azhar dari Jaksa Sampai Tersangka Pembunuhan

    Ananta Azhar membuat gebrakan hanya dalam waktu lima bulan setelah dilantik sebagai ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Nasional. Dari tanggal 6 Desember 2015 sebagai ketua KPKN. Bahkan berani memenjarakan dan menyadap para pejabat tinggi negara.
    Padahal awal ketika mencalonkan diri, berbagai elemen masyarakat gerakan anti korupsi sepakat menolak Ananta Azhar. Namun setelah terpilih, Ananta membuat gebrakan yang membuat gentar koruptor, penguasa, pengusaha hitam, anggota DPR korup maupun mafia calo proyek termasuk memprotes laboratorium milik pemerintah yang tak transparan dan condong dikuasai asing. Melihat sepak terjang Ananta, maka masyarakat pun berbalik mendukungnya.
    Gebrakan menakutkan bahkan terlalu berani saat KPKN menangkap lalu membui besan pejabat, deputi Gubernur Bank Indonesia Raya, Ahmad Tantowi Rohan menjadi awal genderang perang yang ditabuh kubu Ananta di KPKN sampai menyeretnya ke kasus pembunuhan sampai pencopotan jabatannya.

    6 Desember 2014. Banyak pihak tidak menduga, jaksa karir bernama Ananta Azhar terpilih sebagai ketua KPKN masa jabatan 2015-2018. Pada sesi kedua pemungutan suara anggota Komisi III DPR, Ananta mendapat dukungan 41 suara, mengungguli Candra Hamid yang mendapat 8 suara. Padahal sebelumnya pada sesi pertama, Candra meraih 44 suara, sedangkan Ananta hanya 37 suara. Dewi fortuna seperti berbalik mendukung Ananta.

    18 Desember 2014. Namun, masih banyak pihak yang meragukan Ananta. Meski telah dilantik bersama empat anggota KPKN lainnya di Istana Negara, Jakarta, sebagai ketua KPKN yang sah. Empat lainnya adalah Candra Hamid, Bobot Rianto, Hariono Umam dan Ahmad Jasin.

    2 Januari 2015. Ananta mulai menampakkan sepak terjangnya, ketika menahan Walikota Medang Abu Dilah atas dugaan korupsi proyek pengadaan pemadam kebakaran. Ini penangkapan pertama kalinya setelah menjadi ketua KPKN.

    3 Januari 2015. KPKN memeriksa secara paksa Wakil Walikota Medan Ramli Yudis dari Medan, dan ditetapkan sebagai tersangka korupsi proyek pengadaan pemadam kebakaran

    16 Januari 2015. KPKN menangkap mantan reserse Rudi Harja yang menjadi Dubes Ridi Malaysa yang dijadikan tersangka dugaan korupsi dana pungutan liar pembuatan dokumen keimigrasian KBRI di Malaysia.

    27 Januari 2015. Genderang perang paling mengerikan ketika KPKN menyatakan gubernur Bank Indonesia Raya, Burhan Udin sebagai tersangka kasus aliran dana YPPI BIR senilai Rp 31,5 miliar ke DPR. Berselang 2 hari, besan pejabat negara Ahmad Tantowi Rohan tebar pesona. Ayah artis Anis Roham itu meluncurkan 3 buku menyangkut Bank Indonesia Raya dan terus melemahnya nilai rupiah. Kemudian bermunculan spekulasi menyebut gebrakan KPKN mengungkap skandal aliran dana 31,5 miliar dari BIR ke DPR menjadi sandungan untuk Rohan. Pada Mei 2008, empat bulan setelah penetapan tersangka Gubernur BIR, Rohan disebut sebagai calon kuat pengganti Burhan Udin.

    29 Oktober 2015. KPKN tetapkan Ahmad Tantowi Rohan sebagai tersangka bersama tiga mantan dewan gubernur BIR lainnya Slim Tajudin, Suman Suherman, dan Bun Bunan Huta.

    27 Nopember 2015. Ananta berhasil menyeret besan pejabat negara hingga dijebloskan ke penjara

    2 Maret 2016. Jaksa Sarap Trianguna, selaku mantan ketua tim BLBIR II. Sarap ditahan KPKN karena menerima suap dari pengusaha Artana Suria.

    3 Maret 2016. Artana Suria ditahan KPKN karena diduga memberikan uang suap sebesar 660.000 dolar AS kepada Surip.

    9 Maret 2016. KPKN menangkap basah anggota DPR Amin Nur yang diduga menerima suap kasus pengalihan fungsi hutan di Pulau Badai di Kepulauan Seribu, yang menjadi tempat transit pembuatan laboratorium rahasia. Amin ditangkap bersama Sekretaris Daerah Kabupaten di Pulau Badai, Anjirwan.

    14 Maret 2016. Direktur PT. Putra Rajawali Nazrudin Zulfikar tewas setelah ditembak dalam mobilnya usai main golf di Modernland, Tangerang.

    4 Mei 2016. Ananta dijadikan tersangka penembakan Nazrudin.

    Dari data-data singkat itu, Ghost masih belum menemukan nama reserse yang terlibat dalam kasus itu. Karena itu ia masih hendak mencari data-data lain termasuk menghadiri persidangan dan mendengar nama-nama pelaku yang terlibat dari versi lain.

***

    Inspektur Anton membuka mata dan hal pertama yang dikenalinya adalah wajah Selfi. Wajah tunangannya itu nampak sembap karena menangis. Telapak tangannya digenggam oleh tunangannya. Ia berusaha mengucap satu dua patah kata. “Hei, hei … Aku sudah baikan kok. Nampaknya operasinya berjalan baik ya.”
    Selfi mengusap sisa air mata yang membasahi pipinya dengan tisu. Ia berusaha tersenyum. Wajahnya nampak cemas campur bingung tak tau hendak mengatakan apa. Ketika mendengar bahwa inspektur itu kena tembak, Selfi segera meninggalkan lokasi syuting untuk pengambilan gambar program acara Fakta dan Kriminal. Beruntung Denara dapat memahami suasana hati Selfi dan segera mencari penyiar pengganti.
    “Mungkin berkat eksperimen evatoxin di pulau itu waktu lalu… tubuhku nyaris tak merasakan sakit. Dan dosis antitoksi adamin membuat penyembuhan lebih cepat.”
    “Jadi karena itu kau masih bisa membawa dirimu ke rumah sakit?”
    “Ya, waktu itu aku pikir akan mencabut sendiri peluru yang bersarang di tubuhku ... tak pernah kubayangkan melihat darah sebanyak itu keluar dari tubuhku.”
    Suara Selfi terdengar bergetar. “A—aku … lihat banyak darah di jok depan mobil itu … aku pikir kau tak akan tertolong lagi … aku … aku….” Ia tak dapat menahan air matanya yang mulai membuncah. “Aku … tak ingin kehilangan….”
    “Maaf….” Inspektur Anton nampak menyesal telah membuat tunangannya bersedih.
    Selfi mengusap air mata dengan punggung tangannya.
    “Hei … lihat sisi baiknya … kau sekarang bisa bertemu denganku kapan saja,” imbuh Inspektur Anton berusaha menenangkan tunangannya itu.
    “Aku akan ambil cuti untuk merawatmu selama di rumah sakit.” Selfi berusaha tersenyum.
    “Ah, gak perlu … gak perlu karena kendala satu orang harus mengorbankan orang banyak. Apalagi Denara pasti membutuhkanmu. Aku hanya berpesan agar jangan terlalu kritis terhadap kasus ini, ambil yang di permukaannya saja. Aku juga akan memberi pesan kepada rekan-rekanku untuk menjagamu … terutama dari sniper itu….”
    Selfi mengangguk. “Iya, aku akan ekstra waspada … aku juga akan selalu menjagamu inspektur, ingat itu.”
    “Hei, wajahmu nampak pucat … kau belum makan?”
    “Ah, enggak … hanya sedikit capek apalagi karena syok.”
    Inspektur Anton hendak berkata ketika bunyi pintu dibuka terdengar. Seorang perawat dan dokter beserta asistennya membawa peralatan untuk mengecek kondisi kesehatan inspektur polisi itu.
    “Mbak Selfi setia banget ya. Senang bisa ketemu setiap hari di sini … saya fans berat Mbak Selfi loh. Saya gak pernah melewatkan program Fakta dan Kriminal loh,” ujar perawat yang masuk ke ruangan itu. Aroma disinfektan tercium dari peralatan medis yang dibawanya.
    “Oya … sekarang saya digantikan penyiar lain…,” ujar Selfi sembari tersenyum.
    “Enggak usah cemas, Inspektur Anton akan segera pulih kok,” ujar perawat itu sembari mengecek jarum infus di lengan inspektur polisi itu.
    “Ya, ini keberuntungan, kondisi tubuhnya tidak seperti manusia kebanyakan. Kondisi yang sangat langka. Bahkan nyaris tak perlu anestesi karena Inspektur Anton beberapa kali sadar kemudian pingsan beberapa kali hanya karena kehilangan banyak darah selama perjalanan ke rumah sakit. Untung masih tepat waktu dan tertolong. Dan penyembuhan lukanya lebih cepat dari yang diperkirakan. Antitoksin adamin telah mengubah syarafnya.”
    “Oya, Mbak Selfi boleh keluar sebentar ya. Akan kami ganti perban luka tembak di tubuh Inspektur Anton.”
    “Iya, terima kasih.” Selfi perlahan melangkah gontai keluar dari kamar.
    “Lebih baik Anda juga istirahat sebentar,” ujar perawat itu.
    Selfi hanya mengangguk. Ia nampak enggan menutup pintu ruang opname. Lalu bergegas menuju musola untuk membersihkan diri dan berdoa demi kesehatan tunangannya.
    Di dalam ruang kamar opname, perawat dan dokter itu memuji-muji Selfi.
    “Anda beruntung memiliki kekasih yang perhatian dan setia menjaga siang malam. Cantik dan manis lagi orangnya.”
    “Ya, awalnya kami harus meyakinkan Selfi bahwa Anda baik-baik saja. Karena melihat banyaknya darah yang keluar.”
    Tiba-tiba terbersit sebuah pertanyaan di benaknya. “Oya, siapa yang mendonorkan darah untuk saya dok?”
    “Loh Mbak Selfi belum bilang? Kebetulan jenis darah Anda sama dengan Selfi," ujar perawat itu.
    Mata Inspektur Anton berkaca-kaca mendengar pengorbanan tunangannya yang tulus. Ia bertekad akan segera memulihkan diri demi kekasihnya itu.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience