Rate

FILE 41: Seven Deadly Sins

Mystery & Detective Series 649

  “KISAH pembunuhan Nazrudin Zulfikar tersebut berawal dari pertemuan saksi Reni Juliana dan terdakwa Ananta Azhar pada sekitar bulan Mei di kamar 803 Hotel Grand Mahakam membicarakan keanggotaan (membership) terdakwa di Modernland Tangerang. Saat akan pulang terdakwa memberi saksi Reni Juliana uang sebesar US$ 300 (tiga ratus US dolar) dan memeluknya, serta mengajak melakukan tindak asusila, namun ajakan tersebut ditolaknya dengan mengatakan “Lain kali aja Pak”, kemudian terdakwa mulai melecehkan Reni yang segera ditolak oleh Reni.”

    Ghost tak terkejut mendengar BAP, berita acara pemeriksan, yang dibaca Jaksa Penuntut Umum itu. Ia yakin bukan hanya dirinya saja yang tak terkejut. Surat dakwaan bukan hanya vulgar tapi tidak pantas diperdengarkan di dalam pengadilan. Ia tengah berada di antara warga yang berdatangan untuk menyaksikan proses persidangan perdana kasus penembakan Nazrudin di PN Jakarta Selatan. Ia menyamar dan berbaur. Ditambah lagi teks yang diketik dan diperlihatkan melalui slide tidak nyaman dibaca.

    “Pertemuan tersebut diceritakannya kepada korban yang kemudian meminta menemui terdakwa lagi untuk meminta bantuannya agar korban dilantik sebagai Direktur di BUMN karena SK telah diterima. Setelah dihubungi terdakwa bersedia bertemu di tempat yang sama di kamar nomor 803 Hotel Grand Mahakam Jakarta Selatan. Selanjutnya bersama korban dengan menggunakan taksi, Reni Juliana menuju Hotel Grand Mahakam Jakarta Selatan. Saat akan menuju kamar nomor 803 korban meminta agar mengaktifkan telepon selularnya supaya bisa mendengar pembicaraan. Pada saat masuk, terdakwa sudah berada di kamar hotel dan mempersilakan duduk di sofa. Dalam pembicaraan saksi Reni Juliana meminta Terdakwa untuk kembali menjadi anggota Modern Land Golf dan meminta terdakwa untuk membantu saudaranya yang sudah mempunyai SK sebagai direktur di BUMN agar bisa dilantik.”

    Jaksa Penuntun Umum membalik berkas BAP seraya menelan ludah. Ludah pahit. Majelis hakim saling berbisik dan berdeham. Warga yang memenuhi ruang sidang terdengar ribut. Petugas keamanan berusaha menenangkan mereka. Namun, suasana mendadak hening kembali saat suara Jaksa Penuntut Umum kembali terdengar di ruang sidang itu.

    “Di sela pembicaraan, terdakwa meminta saksi Reni Juliana untuk memijat punggungnya, saat sedang dipijat terdakwa membalikkan tubuh lalu melakukan pelecehan tindakan asusila sambil berkata, “Katanya pertemuan selanjutnya kamu mau.”
    Ajakan tersebut ditolaknya dengan mengatakan,“Jangan Pak!”Karena takut terdengar korban saksi Reni Juliana mematikan telepon selularnya.”

    Suara-suara itu menggema di ruang sidang. Bayangan buram berkelebat mirip film murahan yang tayang di bioskop kumuh. Ghost sudah tidak paham dengan apa yang terjadi dengan surat dakwaan itu. Ia sudah tidak tahan mendengarnya, dan ingin segera bergegas keluar ruangan. Namun, tidak bisa. Ia harus duduk di sana dan jadi saksi sebuah konspirasi yang tidak lebih dari sebuah naskah novel picisan yang vulgar. Terdakwa silih berganti duduk di kursi pesakitan itu. Para saksi dan barang-barang bukti dihadirkan. Juru sumpah, saksi ahli, penasehat hukum, terdakwa menjadi bagian dari skenario itu. Mereka memberikan argumen, berdebat, marah, terharu, berbisik-bisik membahas hal yang kosong, tidak ada wujudnya, ya, seperti hantu. Waktu silih berganti di ruang persidangan itu, namun suara yang dilontarkan tetap berkutat di awang-awang.
***
    “Meskipun ditolak, terdakwa masih terus melecehkan saksi Reni Juliana dan saksi berusaha menolaknya….”

    Reni Juliana nampak merona merah wajahnya mendengar itu. Telinganya juga seakan dihembus udara panas. Uap napas Nazrudin masih terasa dikulitnya. Walau sekarang Nazrudin sudah dingin dan tak bernyawa. Ia masih ingat malam-malam bersama kekasihnya itu. Suara-suara dari ruang sidang timbul tenggelam. Kadang ia merasa tidak berada di ruangan itu.

    “Pada saat terdakwa ke kamar mandi, korban menelpon saksi Reni Juliana dan menanyakan, “Kenapa hpnya dimatikan ?" namun ia hanya mengiyakan. Sebelum pulang terdakwa memberinya uang sebesar US$ 500 (lima ratus US dolar) dan ketika akan keluar kamar tiba-tiba korban Nazrudin Zulfikar masuk dan marah sambil berkata kepada terdakwa, "Mengapa bapak bertemu dengan isteri saya di sini dan apa yang bapak lakukan terhadap isteri saya? Saat ini saya bisa panggil wartawan untuk menghancurkan karir bapak.” Kemudian menampar pipi saksi Reni Juliana.

    Reni mengusap pipinya. Wajahnya tertunduk. Meskipun Nazrudin memiliki emosi yang meluap-luap, namun belum pernah menamparnya. Ia tahu manajernya di lapangan golf Modernland mengenal baik siapa Nazrudin. Manajernya bahkan sering mendapat kata-kata kasar dari Nazrudin, tapi tidak pernah ringan tangan. Nazrudin berhasil menahan emosinya. Juga ketika hendak menampar Reni atau saat memegang sepucuk pistol.
***
    “Mendengar kemarahan korban, terdakwa menjawab “Jangan Pak saya masih ingin memperbaiki Negara”, lalu merangkul dan mengajaknya bicara di sudut ruangan kamar hotel dan berusaha menenangkannya dengan mengatakan, “Kita saudara, ya. Sudah nanti kita satu tim”.
    Setelah tenang korban mengajak saksi Reni Juliana pulang dan keesokan harinya korban meminta pengakuan saksi Reni Juliana di bawah sumpah kitab suci AI Quran untuk menceritakan perbuatan apa yang sebenarnya dilakukan di kamar nomor 803 hotel Grand Mahakam.”

    Ananta dapat membaca apa yang telah terjadi pada dirinya. Nazrudin bersama Reni menemuinya di hotel Mahakam. Kemudian tidak berapa lama sikap Nazrudin berubah. Nazrudin sudah tidak pernah lagi datang ke kantor memberikan laporan korupsi.

    “Setelah mengetahui perbuatan Terdakwa terhadap saksi Reni Juliana, pada kurun waktu bulan Juni 2014 sampai dengan Desember 2015, korban menggunakan kesempatan itu untuk menemui terdakwa di kantornya sebanyak 5 (lima) kali antara lain: meminta terdakwa selaku KPKN agar membantu pelantikan korban menjadi Direktur di PT. Rajawali Nusantara (RN). Meminta terdakwa melakukan intervensi kepada pihak ketiga supaya memberikan proyek kepada dirinya. Menyampaikan informasi korupsi di PT. Rajawali Nusantara (RN) meminta bantuan menghubungi PT. Aneka Tambang Nasional (ANTAMAN) supaya mempercepat perijinan dan konfirmasi tindak lanjut proses perijinan PT. Ragalawe.”

    Ananta sesekali geleng-geleng kepala saja mendengar surat dakwaan itu. Di ruang sidang, hanya sedikit orang yang mengetahui kebenarannya. Namun, tidak ada majelis hakim. Kebenaran yang dipelintir sedekian rupa hingga bentuknya berbeda.

    “Bulan Desember 2015, Terdakwa menerima SMS dari korban yang isinya Bahwa ternyata pada waktu bapak berjumpa di Hotel Grand Mahakam dengan isteri saya, ternyata melakukan pelecehan tindak asusila.” Dan Terdakwa membalas SMS tersebut "Astagfirullah... Pak janganlah sekejam itu menuduh saya”, Kemudian meminta korban untuk datang ke kantornya. Atas permintaan tersebut korban menemui terdakwa dan menuduhnya telah melakukan pelecehan tindak asusila terhadap isterinya (saksi Reni Juliana), dan kesempatan itu korban kembali menanyakan proses perijinan PT. Rogolawe namun tidak ditanggapi. Karena keinginannya tidak dipenuhi, korban mengancam akan mempublikasikan perbuatan terdakwa terhadap isterinya di kamar nomor 803 Hotel Grand Mahakam ke media dan akan mengadukan permasalahan tersebut kepada DPR.”
    Pada saat merayakan pergantian tahun baru 2016 di Bali, isteri terdakwa (saksi Inda Laksmi, SH.) menerima telepon dari seseorang yang mengatakan “Suamimu tidur dengan perempuan lain, perempuannya ada di sampingku.” kemudian terdengar suara perempuan, mengatakan, “Suamimu sudah kutiduri”.
    Atas ancaman dan teror tersebut terdakwa merasa takut dan panik, lalu menduga orang yang meneror tersebut adalah korban. Kemudian saksi Sigit Haryono diminta membantu mengatasi teror tersebut dengan cara mengamankan atau menghabisinya.”

    Ananta mendengar fakta-fakta yang dengan lihainya disambung-sambung dengan sepercik cerita fiksi seperti novel detektif picisan.

    ”Awal bulan Januari 2016, terdakwa bertemu dengan saksi Sigit Haryono dan saksi reserse Khairul di rumah saksi Sigit Haryono di Jalan Pati Unus Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Untuk membicarakan tentang teror yang dialami keluarga dan dirinya
serta pemerasan yang dilakukan korban terhadapnya.
    Kemudian memberitahukan permasalahan tersebut kepada Kapolri meminta perlindungan hukum atas dirinya selaku ketua KPKN, Komisi Pemberantasan Korupsi Nasional, beserta keluarganya.
    Terhadap pemberitahuan dan permintaan tersebut Kapolri membentuk Tim yang diketuai reserse Khairul untuk melakukan tugas penyelidikan dan hasil penyelidikannya diberitahukan kepada terdakwa, telah diperoleh foto korban, foto mobil yang biasa digunakannya, alamat rumah serta alamat kantor.
    Informasi diperoleh dari terdakwa, bahwa saksi Reni Juliana bukan isteri korban dan korban sebagai pengguna narkoba. Tim yang diketuai reserse Khairul melakukan penyelidikan, pada pertengahan Januari 2016, Tim melakukan penggerebekan di salah satu kamar hotel tempat korban dan saksi Reni Juliana menginap di Kendari, kemudian melakukan razia narkoba di lantai 3 (tiga) salah satu kamar hotel di Makasar tempat korban menginap.
    Karena tidak ditemukan perbuatan pidana yang dilakukan oleh korban, Tim yang dibentuk Kapolri menyarankan kepada terdakwa untuk membuat laporan Polisi, namun tidak disetujui dengan alasan privasi dirinya sebagai ketua KPKN.
    Selain meminta bantuan Kapolri sebagaimana disebutkan di atas, Terdakwa selaku ketua KPKN (Komisi Pemberantasan Korupsi Nasional), juga memerintahkan stafnya yaitu Budi Dharma dan saksi Ine Susana untuk melakukan pelacakan dan penyadapan nomor telepon yang masuk ke telepon genggam isterinya kemudian menyerahkan catatan secarik kertas yang berisi No HP 0811xxx, 08131xxx, 081381xxx dan 08188xxx dan meminta agar No HP 08161xxx juga ikut disadap, 2 (dua) di antara nomor HP tersebut di atas adalah milik korban yaitu nomor HP 08119xxx dan HP 08161xxx.
    Ketika saksi Budi Dharma bersama saksi Ine Susana menyerahkan Laporan Hasil Penyadapan, sekaligus meminta terdakwa untuk menghentikannya karena menghabiskan waktu, biaya dan tidak level, namun terdakwa mengatakan, “Saya atau dia yang mati”.

    Jika Nazrudin berada di ruang sidang, ia akan mengoreksi suara penyadapan itu dengan mengatakan, “Saya atau dia yang mati!” Waktu menceritakan telepon ancanam itu kepada Reni Juliana.
    “Karena kerja Tim tidak bisa menghentikan ancaman dan teror yang dilakukan korban terhadap diri dan keluarganya. Terdakwa semakin panik dan takut, selanjutnya kembali menemui saksi Sigit Haryono di rumahnya di Jalan Pati Unus No. 35 Kebayoran Baru Jakarta Selatan dan menyampaikan keluhannya serta meminta saksi Sigit Haryo Wibisono mencari cara mengamankan atau menghabisi korban.”

    Ananta merasa geli mendengarnya. Ia sudah memenjarakan beberapa koruptor kelas kakap. Sesekali menerima ancaman teror akan dibunuh sudah biasa baginya. Juga termasuk ancaman dari Nazrudin tidak membuatnya takut. Ia hanya cemas kepada fakta-fakta yang berusaha direkayasa oleh Nazrudin sehubungan dengan kasus korupsi.
    Sampai sejauh mana skenario itu akan berjalan? Bisakah kenyataan yang sebenarnya dapat terungkap? Atau hanya akan terkubur bersama kasus-kasus misteri lain di bawah tanah.
    Dari sejak awal peradaban, generasi anak cucu Adam dan Hawa, telah melakukan tujuh dosa besar; kesombongan, ketamakan, hawa nafsu, iri hati, kerakusan, kemarahan dan kemalasan ... karena itulah dibuat peraturan-peraturan, hukum, yang seharusnya dilakukan. Namun, pada kenyataannya selalu ada pertarungan abadi antara malaikat dan iblis yang ada dalam diri manusia. Jalan kembali kepada kemurnian adalah jalan lurus kepada Tuhan di kemurnian jati diri tanpa dikotori duniawi ... dunia di permukaan sana. Kegaduhan duniawi seperti elektron atom yang centang perenang bergerak tak tentu arah, sedangkan inti yang membuat alam semesta tetap pada hukumnya adalah kemurnian malaikat yang selalu tunduk kepada hukum Tuhan. Begitulah cara kerja dari berpasang-pasangan, siang dan malam, indah dan buruk, jahat dan baik, adalah satu keping kebenaran yang memiliki dua sisi, saling melengkapi, menciptakan tegangan yang menjalankan sistem alam semesta. Pintu-pintu, sisi-sisi, jalan-jalan, sifat-sifat, dari iblis, malaikat, Tuhan, keimanan, penyangkalan, surga, neraka sudah ada dalam diri manusia, tinggal memilih jalan yang mana, sisi yang mana, siapa yang dilawan dan siapa yang dijadikan kawan. Ke manakah ayunan langkah menuju? Ke arah kedamaian atau ke arah kehancuran? Bukankah semua akan mendapat balasan yang setimpal? Bahkan kebaikan atau kejahatan sekecil atom pun akan mendapatkan pembalasan, saat itu juga, seperti ketika merasakan pahit, manis, asam, asin, panas atau dingin, ya, pembalasan segera diturunkan tanpa diberi tangguh sedetik pun. Kiamat dan neraka; rasa pedih, sakit, musibah, kematian, duka lara sudah datang ... dari dalam diri manusia sendiri. Dan yang dapat bertahan adalah mereka yang dapat menahan diri.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience