Rate

FILE 59: Sistem Keamanan

Mystery & Detective Series 649

Sisi dinding kamar itu terbuat dari kaca transparan dengan semburat spektrum warna. Sehingga suasana di luar nampak berwarna. Tak ada gorden karena dinding kaca itu dapat berganti warna gradasi jika hendak mendapat privasi.

    “Kalian menginap satu kamar?”
    ELA menatap bergantian ke arah Selfi dan Inspektur Anton sembari menahan senyum. Ia melihat butir-butir peluh di atas dahi wajah Selfi yang bersemu merah.
    “Ya, kami hendak menyewa kamar di laboratorium kalau diijinkan,” ujar Inspektur Anton.
    “Dan juga Faril…,” imbuh Selfi.
    “Gak usah nyewa, di sana ada kamar untuk tamu dan ruang rekreasi. Tapi bukan standar hotel loh.” Ela menyadari Faril sedari tadi mengikuti mereka. Ia mengenalnya ketika Arnes mengajaknya ke pusat game Nebula.
    “Kalau ada satu kamar. Kami tak mau merepotkan kalian.”
    “Loh, justru laboratorium akan aman kan kalau ada inspektur. Nanti aku siapkan dua kamar untuk kalian. Satu kamar untuk Faril,” ujar Ela nampak senang mendapat teman baru. “Jadi, mau berangkat sekarang?”
    Inspektur Anton mengangguk. “Ya, lebih cepat lebih baik.”
    Mereka berangkat dengan mobil listrik yang disediakan untuk para ilmuwan yang bekerja di laboratorium Pulai Badai. Walau berdesak-desakan di dalam mobil itu. Namun, perjalanan lancar hingga ke dalam areal laboratorium.
    “Eh, sori ya, mobilnya kecil, maklum mobil dinas. Mobilku lagi direparasi.” Ela mengantarkan Inspektur Anton dan rombongan memasuki pintu ruang utama. Di sana
ia mengeluarkan kartu untuk membuka pintu.
    Laboratorium itu nampak megah di ruangan utama. Beberapa kamera CCTV yang ditempatkan di sudut ruangan memakai sensor gerak. Bunyi mesin tangga hidrolik dan lift magnetik terdengar. Beberapa ilmuwan lain nampak sibuk dengan kegiatan mereka. Seolah kejadian penembakan waktu lalu tak menyurutkan penelitian yang sedang dilakukan.
    “Aku bermimpi bekerja di sini. Kelak setelah lulus,” celetuk Faril.
    “Ya, harus lulus dululah,” ujar Ela sembari mengedipkan mata.
    Inspektur dan Selfi tak dapat berkata-kata saking kagumnya kepada desain interior modern dan kegiatan yang seolah tak pernah berhenti di dalam laboratorium itu.
    “Hei, lewat sini….” Ela menunjuk ke lift nomer empat belas untuk naik ke lantai kedua. “Kalau di lantai dua kalian lebih aman deh.”
    Bunyi dengung terdengar ketika lift tenaga magnetik itu meluncur ke lantai dua. Hanya sekejap saja sudah sampai dan pintu lift yang terbuat dari kaca anti api dan anti peluru terbuka. Setelah melewati koridor panjang dan sekat-sekat ruangan tempat eksperimen, mereka sampai di ruangan yang lebih bersahabat karena desainnya nampak lebih nyaman seperti interiornya dibuat senyaman mungkin untuk tepat menginap.
    “Nah, di sini kamar khusus ilmuwan kalau terpaksa lembur.” Selfi menunjuk ke koridor yang berisi empat belas kamar yang saling berhadapan. “Lihat dulu deh kamarnya kalau gak cocok bisa menginap di ruang tamu di lantai bawah.”
    “Ini udah lebih dari cukup,” ujar Inspektur Anton. Ia memeriksa ruang kamar berukuran tujuh kali tujuh meter itu, dilengkapi kamar mandi dalam, TV dan komputer. Sisi dinding kamar itu terbuat dari kaca transparan dengan semburat spektrum warna. Sehingga suasana di luar nampak berwarna. Tak ada gorden karena dinding kaca itu dapat berganti warna gradasi jika hendak mendapat privasi.
    “Siapa lagi yang menginap di sini?” tanya Selfi.
    “Sekarang jadwal lembur ditiadakan karena kejadian penembakan kemarin. Jadi tak ada ilmuwan yang lembur. Meski begitu pekerjaan bisa dibawa ke rumah.” Ela mengatur warna di kaca jendela agar cahaya matahari yang masuk tak terlalu menyilaukan. “Ini panel tombol untuk semua fungsi di ruang kamar ini sudah terintegrasi dalam satu panel. Jadi tak perlu ke mana-mana cukup di panel ini. Untuk menghidupkan lampu atau mematikan tinggal bilang on atau off saja atau bisa dengan bunyi tepukan satu kali untuk memadamkan lampu dan dua kali untuk menghidupkan lampu. Tapi, kalau tepuk tangan gak bakal bisa hihi.” Ilmuwan muda itu makin cantik ketika tersenyum. Lesung pipinya nampak ketika tersenyum.
    “Wah keren,” ujar Faril.
    “Ya, aku sebenarnya ingin pindah di sini tapi teman-temanku pasti tak akan diijinkan masuk ke mari.”
    “Terus ruang dapurnya di mana?” tanya Selfi.
    “Kalau gitu, mari ke ruangan di dapur.” Selfi bergerak keluar dari ruang kamar. Ilmuwan muda itu berjalan cepat-cepat menuju ruang di sebelah kamar itu. Ia menggeser pintu demi masuk ke ruang dapur. Di sana sudah tersedia makanan kaleng dan siap saji yang berada di rak-rak dan kulkas transparan.
    “Aku berhutang banyak kepadamu Ela,” ujar Selfi.
    “Ah, tak perlu begitu. Ini juga untuk kebaikan tempat ini. Jika tempat ini ditutup karena kondisi keamanan maka penelitian pun akan terhenti kan.”
    “Oya, sekarang kalian sedang meneliti apa?” tanya Faril antusias
    “Eksoskeleton, robot, cyborg, yah semacam itulah. Tapi bukan seperti di film-film. Semua robot yang dibuat demi membantu korban yang kehilangan anggota tubuh mereka karena kecelakaan atau memang bawaaan lahir."
    “Dan ada kepentingan pihak asing dan pemerintah bukan?” tanya Inspektur Anton.
    “Oh, tentu saja, mereka yang mendanai penelitian ini. Yang juga digunakan untuk proyek robot perang.”
    “Kenyataan memang lebih keren ketimbang game,” seloroh Faril.
    “Tapi juga lebih memusingkan,” ujar Ela kemudian tertawa.
    Inspektur Anton dan Selfi hanya tersenyum mendengar candaan itu.
    “Oya, kalian kutinggal ya, jadwalku bentar lagi nih. Kalau ada apa-apa bisa kirim pesan teks saja.” Ela pamit undur diri untuk masuk kerja.
    “Ya, terima kasih banyak sebelumnya,” ujar Inspektur Anton.
    “Terima kasih Ela,” ujar Selfi.
    Ela hanya tersenyum sembari melambaikan tangan.
    Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah mereka akan tetap aman di dalam laboratorium yang pernah dibobol King Cobra itu?
***
    Ghost melihat Inspektur Anton dan rombongan masuk ke dalam laboratorium dengan mobil listrik. Kali ini ia merasa akan lebih kesulitan memantau dan melindungi inspektur itu, namun pilihan inspektur itu sudah tepat menurutnya.
    Karena itu, Ghost mencari tempat yang masih dapat mengawasi laboratorium itu. Ia menyewa mobil sehingga bisa tinggal di dalam mobil selama mengawasi laboratorium itu. Ia memilih tempat yang agak tinggi di atas bukit di belakang laboratorium itu demi mengawasi keadaan di sekitar laboratorium.
    Ghost menyiapkan tenda untuk menyamarkan senapan runduknya. Ia hendak menyamar sebagai orang kemping di Pulau Badai.
    Untuk sementara tak ada pergerakan berarti di sekitar laboratorium. Namun, ia tetap waspada jika ada penyusup yang menyamar sebagai ilmuwan dan masuk ke dalam laboratorium itu.
    Cepat atau lambat ia akan menghubungi inspektur itu. Jika King Cobra tak menyerang maka ia berencana yang akan menyerang mereka bersama Inspektur Anton meski kalah jumlah, namun ia memiliki taktik dan strategi.
***
    “Kau pergi lagi?” tanya Selfi.
    “Hei, sejak kapan kau jadi rewel?” Inspektur Anton bergegas menyarungkan revolvernya. Ia memberikan pistol lain kepada Selfi untuk berjaga-jaga.
    “Apa tidak bisa penyelidikan dilakukan secara online?” tanya Selfi masih membujuk.
    “Hah, jika bisa sudah dilakukan.” Inspektur Anton berusaha menenangkan tunangannya yang masih nampak cemas itu. Aplagi sejak serangan ke dalam hotelnya. “Hei, kau aman berada di sini. Sistem keamanan di laboratorium ini berlapis-lapis. Jadi ada waktu untukmu bersembunyi atau melarikan diri. Oke?”
    Selfi mengangguk.
    “Hei, ini asyik,” ujar Faril nampak antusias. Ia menunjukkan menu di TV yang terhubung dengan CCTV di laboratorium itu. “Bahkan ketika istirahat para ilmuwan itu dapat mengetahui apa yang dikerjakan rekan-rekannya.”
    “Ya, baguslah itu. Kecuali kamar ini tak ada kameranya tersembunyi?” tanya Inspektur Anton.
    “Bisa saja memakai sensor panas tubuh dan sensor bunyi? Ela harus memberitahu lebih banyak tentang sistem keamanan di sini,” ujar Faril antusias. Nampaknya ia mulai tertarik kepada Ela.
    “Ya, kau bisa tanya itu nanti kepada Ela.” Inspektur Anton hendak keluar kamar ketika ia teringat sesuatu. “Oya, Faril, gimana caranya menghubungi Ghost
melalui game Blizzard?”
    “Kenapa tidak menghubungi Ghost langsung?” tanya Selfi ikut-ikutan.
    “Aku tak tau bagaimana cara aman untuk menghubunginya,” ujar Inspektur Anton. “Tapi cepat atau lambat, Ghost yang akan datang kepadaku.”
***
    Pria itu menutup gorden di jendela rumah sakit. Ia berbalik kemudian menatap pria yang tengah berbaring lemas di ranjang ruang opname itu. Di lengannya nampak sebuah tato uroborus. Rekannya yang lain nampak berjaga-jaga setelah melumpuhkan sistem keamanan di rumah sakit itu.
    “King Cobra tak membutuhkan anggotanya yang tak bisa berfungsi lagi.” Pria itu berbicara sambil menghembuskan asap rokok tinggi-tinggi.
    Seorang lagi nampak mematikan lampu di rungan itu. Ia dapat dengan mudah menemukan saklar yang berada jauh di tengah ruangan. Ruangan itu seketika gelap gulita. Dalam gelap matanya seakan bersinar bagai karnivora di malam hari.
    “Jangan berisik, kalau mau habisi ya habisi saja gak perlu pidato. Ari sudah tidur. Akhir-akhir ini, ia sering mengeluh sakit di bahunya akibat tembakan itu, ototnya jadi gak normal, ia tak bisa menembak dengan akurat lagi. Belum lagi pikirannya selalu berada di luar pulau, ke keluarganya di sana. Itulah yang ia omongkan tempo hari ke saya.”
    Bunyi pistol yang dikokang terdengar.
    “Hei, kau dungu apa? Jangan pakai pistol.”
    “Ya, kalau pakai suntikan juga akan ketahuan zat narkoba di darahnya.”
    “Hah, mana mungkin ada pasien over dosis?.”
    “Kalau gitu kalian berdua pegangi tangannya. Biar aku yang menghentikan napasnya.”
    Kedua pria itu memegang kedua tangan pria yang sedang berbaring. Sementara pria ketiga naik ke atas ranjang dan menekan bantal ke wajah pasien itu. Untuk beberapa saat terjadi perlawanan. Ranjang itu berderit, tiang infus terjatuh dan jarum infus yang berada di lengan pasien itu tercabut dari nadi dan mengeluarkan darah.
    “Hei, pegang yang bener! Gak becus!”
    “Ari orangnya kan memang gak gampang menyerah Ndan!”
    Untuk beberapa lama ketika orang itu bergulat dengan pasien yang tengah berjuang dengan hidup dan mati. Setelah beberapa menit sudah tak ada perlawanan dan pasien itu tak bergerak lagi. Untuk selamanya.
    Ketiga pria itu bergegas keluar dari ruang opname dengan tenang. Melewati koridor rumah sakit yang lengang. Seorang dari mereka mengawasi keadaan siapa tau ada yang mendengar bunyi berisik dari kamar itu. Seorang yang lainnya mengintip kamar lain melalui kaca pintu kamar ruang opname memastikan tak ada yang curiga.
    Mereka meninggalkan anggota mereka yang telah menghembuskan napas terakhir di ruang opname. Darah dari jarum infus membasahi lantai. Bercak darah merembes di kain sprei dan menetes ke lantai.
    Pria yang telah tak bernyawa itu telah menjalankan tugasnya dengan baik. Namun, yang didapatnya malah kematian.
    Lantai marmer di ruang opname itu dikotori oleh darah. Darah dari seorang assassin atau pembunuh bayaran. Lantai putih bersih yang awalnya licin dan tak bernoda itu mulai dikotori oleh perbuatan tak manusiawi yang terjadi malam itu.
    King Cobra memang telah kehilangan satu orang anggotanya, namun tak menyurutkan niat mereka untuk melakukan serangan balasan. Cepat atau lambat.
    Apakah King Cobra telah melemah dengan kehilangan anggota-anggotanya?
    Apa yang akan dilakukan komplotan King Coba selanjutnya?

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience