Rate

FILE 71: Run Run Run !

Mystery & Detective Series 649

Dua orang aparat itu terpaksa menarik kedua tangan Selfi. Faril melihat ada yang tidak biasa dengan tangan gadis itu. Ke mana sarung tangan yang biasanya dikenakan Selfi?

    MOBIL listrik mendengung kemudian mati. Tidak lama kemudian mendengung kembali. Sementara makhluk eksperimen itu mendobrak pintu di kanan dan di kiri.
    “Ayolah!” seru Inspektur Anton masih berkutat dengan kabel-kabel. Memberi tenaga tambahan dari baterai cadangan.
    Ghost tak menjawab hanya mendengus sembari terus menembaki makhluk eksperimen yang menyerang dari sisi mobilnya.
    Kemudian mesin mendengung tanpa putus-putus.
    “Syukurlah!” seru Inspektur Anton kemudian kembali ke kemudi. Mengatur kopling dan menginjak panel mesin listrik.
    Ban mobil listrik berputar di tempat. Bunyi berdecit panjang terdengar.
    Inspektur Anton menarik kopling. Ia memundurkan mobil demi membuat ruang dari kepungan makhluk eksperimen itu. Bagian belakang mobil menabrak makhluk eksperimen hingga terpental ke belakang. Bunyi berdebuk keras terdengar ketika badan mobil menghantam makhluk eksperimen itu.
    Mesin mobil listrik mendengung keras kemudian melaju ke depan dengan cepat. Menabrak makhluk eksperimen yang berada di depan mobil. Bunyi decit ban terdengar ketika Inspektur Anton mengerem mendadak demi menghindari dinding labirin yang berada di depannya. Tubuhnya berguncang-guncang.
    Kemudian mobil itu berbelok zig zag demi menghindari serangan makhluk eksperimen. Serangan makhluk eksperimen makin beringas. Mereka berusaha menghancurkan kaca mobil dengan cara menabrakkan tubuh mereka.
    Inspektur Anton salah memilih jalur di lorong buntu karena kepungan makhluk eksperimen itu. Ia terpaksa memundurkan mobil untuk mencari jalan keluar dari lorong labirin.
    Sayangnya mobil listrik melenceng jauh dari lorong hingga membentur dinding. Bunyi berderak nyaring terdengar ketika badan mobil menyerempet dinding labirin. Tubuh inspektur itu berguncang-guncang. Ia tak berharap mobil itu mogok lagi karena mesinnya membentur dinding. Namun, mesin mobil listrik itu masih berdengung bandel.
    “Kalau kita dikepung begini terus tak akan bisa menuju jalan keluar,” ujar Ghost.
    “Ya, pilihannya adalah menerobos makhluk itu. Menabrak mereka dengan resiko mobil ini akan rusak.” Inspektur Anton masih berusaha mengendalikan kemudi. “Ada ide yang lebih baik?”
    “Biar aku yang keluar dan membuka jalan!” seru Ghost bersiap membuka pintu. Namun, karena tabrakan tadi membuat gagang pintu macet.
    “Jangan Ghost! Berbahaya walau kau punya pencak silat sekalipun!” seru Inspektur Anton berusaha menghalangi Ghost yang hendak keluar melalui jendela mobil.
    “Kalau aku mati tak akan ada yang akan menangisiku. Kau harus selamat inspektur!” Ghost mengeluarkan belatinya kemudian berusaha keluar melalui jendela mobil.
    “Tunggu! Pasti ada cara lain! Kau masih harus bersaksi di pengadilan Ghost!” seru Inspektur Anton berusaha menggerakkan mobil agar Ghost kesulitan keluar melalui jendela mobil.
    “Jangan halangi aku inspektur!” seru Ghost kemudian berhasil melompat keluar dari mobil listrik itu.
    Inspektur Anton mendengus dan memelankan mobil.
    “Jalan keluar ke arah kanan!” seru Inspektur Anton.
    Di luar mobil, Ghost nampak mati-matian menerjang makhluk eksperimen itu. Meski gerakannya masih gesit menghindari serangan balasan, namun ia kalah jumlah.
    Inspektur Anton terpaksa membuka jendela dan mulai membidik. Meski begitu ia kesulitan membidik karena peluru bisa mengenai Ghost.
    Jalan di lorong mulai sedikit terbuka. Beberapa makhluk eksperimen berhasil dilumpuhkan kakinya oleh belati yang digenggam Ghost. Ia menggunakan jurus pencak silat harimau demi menghajar makhluk eksperimen itu.
    “Ghost! Naik! Jalan sudah terbuka!” seru Inspektur Anton.
    Namun, ketika Ghost hendak berbalik kembali ke mobil, beberapa makhluk eksperimen berhasil menangkapnya. Mereka menyeret Ghost ke dalam lorong yang gelap.
    “Ghost!!” seru Inspektur Anton nampak cemas. Jika hendak melarikan mobil listrik itu seorang diri keluar dari labirin, ia bisa melakukannya. Namun, ia tak bisa meninggalkan Ghost begitu saja.
    Untuk beberapa saat Inspektur Anton nampak bimbang.
***
    “Anda ditunggu Inspektur Anton di kantor polisi,” ujar petugas polisi yang mengenakan jaket itu.
    “Hah? Ada apa? Kenapa tiba-tiba inspektur menyuruh saya ke sana?” tanya Selfi heran. Ia sedang berada di kamar dalam laboratorium ketika dua orang pria yang berpenampilan seperti polisi datang ke sana. Seragam polisi mereka tertutup jaket kulit hitam.
    “Kami tidak bisa mengatakannya sekarang. Tapi begitu pesan dari Inspektur Anton,” ujar petugas itu. “Ia juga meminta lelaki muda itu untuk ikut.”
    “Maksudnya Faril?” tanya Selfi menoleh ke arah Faril yang sedari tadi mengawasi petugas itu.
    Faril memandang petugas kepolisian itu dengan tatapan curiga. Tentu saja karena ia telah memegang pesan dari inspektur polisi itu demi berjaga-jaga di laboratorium selama kepergian inspektur itu. Beberapa kali ia melirik ke arah revolver yang terbungkus sapu tangan di atas bufet dekat monitor TV. Keringat dingin membasahi punggungnya. Ia tak berharap menggunakan revolver itu jika memang terjadi kondisi darurat seperti yang diperingatkan Inspektur Anton.
    “Kenapa Inspektur Anton tidak mengirim pesan atau menelepon?” tanya Faril memberanikan diri untuk berbicara. Meski suaranya terdengar bergetar.
    “Oh, kalau itu kami tidak tau. Mungkin ada yang salah dengan ponselnya. Tidak ada sinyal mungkin.” Petugas kepolisian itu mulai menarik lengan Selfi untuk ikut bersamanya.
    “Hei, ada apa ini?!” Ela nampak muncul di ambang pintu. “Siapa kalian?”
    “Kami petugas kepolisian! Jadi minggir atau kau juga akan kami bawa ke kantor polisi!” Seorang petugas nampak kehabisan kesabaran.
    “Apa salah kami?” tanya Selfi.
    “Kalian diduga terlibat dalam pembobolan bungker rahasia di bawah Pulau Badai. Kamera CCTV menangkap gambar Inspektur Anton yang berada di dalam bungker!”
    “Ini tidak mungkin!” seru Selfi. Ia tak percaya tunangannya tak mengatakan apapun kepadanya.
    “Ayo ikut saja!” petugas itu mulai menyeret Selfi keluar dari kamar.
    Ela yang tak terima sahabatnya diperlakukan seperti itu mulai melawan. Ilmuwan muda itu menarik lengan jaket petugas itu agar tak menyakiti Selfi. Jaket salah satu petugas tertarik dan menampakkan tato di lengannya.
    Kemudian tamparan telak diterima Ela tepat di pipinya. Gadis itu terjungkal ke lantai karena tamparan petugas itu.
    “Jangan melawan petugas!” seru petugas itu mulai naik pitam.
    Selfi mengenal tato ular di lengan petugas itu. Ia mengenal tato uroborus yang merupakan sindikat dari King Cobra!
    “Baik! Baik Pak! Saya ikut!” seru Selfi. “Tapi jangan sakiti sahabat saya!”
    “Nah, gitu saja sedari tadi enak kan,” ujar seorang petugas.
    Selfi membantu Ela untuk berdiri. Bibir sahabatnya itu lecet dan berdarah akibat tergigit ketika kena tamparan. “Tenang. Aku akan baik-baik saja kok.” Ia berusaha menenangkan sahabatnya yang nampak syok dan diam seribu bahasa.
    “Ayo, Faril!” seru Selfi ke arah Faril yang masih nampak kebingungan.
    Selfi dan Faril berjalan beriringan di depan petugas yang menggiring mereka ke luar dari laboratorium.
    Sesampai di tempat parkir. Selfi tersandung kakinya sendiri hingga terjatuh di lantai beton.
    “Aduh! Tolong Pak! Kaki saya kram!” seru Selfi sembari mengaduh.
    “Hah, kamu ini merepotkan saja!” Seorang polisi berusaha menarik Selfi agar berdiri.
    Selfi mengulurkan tangannya demi memegang tangan petugas itu. “Tolong Pak! Saya tak kuat berdiri!”
    Dua orang aparat itu terpaksa menarik kedua tangan Selfi.
    Faril yang hendak ikut menolong dihalau oleh Selfi. Ia melihat ada yang tidak biasa dengan tangan gadis itu. Ke mana sarung tangan yang biasanya dikenakan Selfi? Faril bertanya dalam batin.
    Selfi beranjak dari lantai lalu merapikan pakaiannya. Setelah itu ia bergegas merogoh saku celananya untuk mengeluarkan sarung tangannya. Lalu memakai sarung tangannya kembali.
    Kedua petugas itu hendak melangkah ke arah mobil. Namun, anehnya satu per satu petugas itu tumbang! Bunyi berdebuk terdengar ketika tubuh kedua petugas itu terjatuh di lantai beton. Tubuh mereka menggelepar seperti ikan yang terdampar di pantai. Kemudian cairan berwarna hitam keluar dari mulut, hidung, mata dan telinga mereka. Tak berapa lama tubuh itu tak bergerak lagi. Tewas seketika!
    Faril mengerutkan dahi dan hendak memeriksa petugas yang terkapar itu.
    “Hei! Mundur! Tinggalkan mereka,” ujar Selfi.
    Ela yang mengawasi kejadian itu berlari ke tempat parkir. Sedari tadi ia mengikuti Selfi dan Faril yang digiring ke tempat parkir.
    “Ada apa?!” seru ilmuwan muda itu. Napasnya memburu.
    “Evatoxin … segera lakukan sterilisasi. Jangan mendekati mayat anggota King Cobra itu tanpa masker dan pakaian pelindung,” ujar Selfi.
    Ela terdiam untuk beberapa lama, kemudian ia berkata. “Dari mana kau mendapat evatoxin?”
    “Ceritanya panjang," ujar Selfi mulai nampak kaget karena tak menyangka dapat melakukan pembunuhan. "Lebih baik segera evakuasi mayat itu agar tidak menular.”
    Faril masih tak bergeming di tempatnya. Ia tak menyangka gadis yang selama ini bersamanya dapat membunuh dua orang anggota King Cobra hanya dalam waktu beberapa detik saja!
***
    Inspektur Anton telah memutuskan. Ia menarik kopling dan membanting kemudi. Mobil listrik itu kembali berbelok ke arah lorong gelap. Ia mengingat-ingat peta labirin itu dan memilih jalan memutar demi menyusul Ghost yang dibawa ke lorong yang lain.
    Cahaya lampu mobil listrik itu menari-nari ketika berbelok arah dari lorong satu ke lorong lain. Labirin itu seperti sudah dikenal baik oleh inspektur polisi itu.
    Sekarang mobil itu memasuki lorong yang diduga tempat Ghost dibawa oleh makhluk eksperimen itu. Dugaan inspektur itu tepat. Cahaya dari lampu mobil menyapu kerumunan makhluk yang tengah menyeret tubuh Ghost yang masih meronta-ronta berusaha melepaskan diri.
    “Minggir Ghost!” seru Inspektur Anton melalui jendela mobil listrik. Kemudian menekan panel mesin kuat-kuat. Mobil listrik berdengung keras kemudian melaju ke depan seolah melompat.
    Mobil listrik itu melaju menuju kerumunan makhluk eksperimen yang tengah menarik-narik tubuh Ghost yang meronta-ronta.
    Inspektur Anton bersiap menahan guncangan ketika mobil listrik itu menuju ke kerumunan makhluk eksperimen. Bunyi berderak nyaring terdengar ketika mobil listrik itu menabrak makhluk eksperimen yang berkerumun. Kemudian inspektur polisi itu mengeluarkan senapan serbu dan mulai menembaki makhluk eksperimen yang terjungkal ke lantai.
    “Masuk ke mobil Ghost!” seru Inspektur Anton. Sembari membuka pintu mobil yang berada di sisinya.
    Ghost berusaha berdiri kemudian menuju mobil listrik itu. Suara mengaduh terlontar bersama napas yang memburu. Ia melompat masuk ke pintu mobil listrik yang terbuka lebar.
    “Oke Ghost!” Inspektur Anton segera menutup pintu mobil kembali. Ia menekan panel mesin kemudian melajukan mobil kencang meninggalkan makhluk eksperimen yang perlahan kembali bangkit dan berusaha mengejar mobil listrik itu.
    “Apa makhluk itu beracun? Evatoxin?” tanya Ghost memeriksa luka-luka cakar di sekujur tubuhnya sembari meringis kesakitan.
    “Tenang Ghost, jika beberapa detik kau tewas berarti cakar itu beracun.” Inspektur Anton memerhatikan Ghost dari kaca spion. Mobil itu melaju kencang menerobos
kegelapan lorong menuju titik cahaya di kejauhan.
    Dalam perjalanan Inspektur Anton melukai lengannya dengan belati. Ia mengusap darah dari lukanya ke luka cakar di tubuh Ghost. “Darahku mengandung antitoksin adamin. Sekarang tinggal nasib saja yang akan menyelamatkanmu.”
    Namun, Ghost tak menjawab. Pria tangguh itu tak sadarkan diri.
    Apakah Ghost bisa selamat?
    Apakah mereka bisa selamat keluar hidup-hidup dari lorong labirin itu.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience