Rate

FILE 10: The Show Must Go On

Mystery & Detective Series 649

  “Halo, pemirsa … kali ini Fakta dan Kriminal kembali menelusuri kasus kematian misterius yang menimpa penghuni hotel Merkuri … Hotel di kawasan Ancol yang terkenal karena sering terjadi kasus kematian yang mengejutkan.
    Apakah ini kutukan Ancol?
    Meski terdengar tidak masuk akal, namun, kenyataan mengatakan lain…
    Seorang pria ditemukan tewas di dalam kamar hotel Merkuri lantai pertama nomor 96… Anehnya, tubuhnya mengering, darah keluar dari sembilan lubang di tubuhnya. Diduga korban terkena racun yang mengakibatkan penyakit infeksi mematikan… hanya dalam semalam tubuh korban membusuk. Kami harus memakai masker dan mengambil resiko untuk masuk ke kamar korban…
    Polisi mengendus identitas korban sebagai salah seorang anggota organisasi pembunuh bayaran yang masuk DPO di kepolisian … Polisi menduga korban tidak tewas karena penyakit misterius, melainkan karena dibunuh … Obat bius yang ditemukan dalam darah korban menjadi bukti awal polisi untuk melakukan penyelidikan…
    Siapa pelakunya? Dan apa motifnya? Simak terus Fakta & Kriminal bersama saya, Selfi Lena untuk setengah jam kedepan….”
    Selfi melangkah keluar dari frame kamera. Kamera perlahan bergerak menjauhinya, merekam keadaan di pelataran hotel Merkuri. Kru lain mencatat dan mengawasi jalannya syuting.
    “Oke!! Cut!!” seru kameraman.
    Selfi membetulkan letak mikrofon yang tersemat di balik kerah T-shirt-nya. Ia memoles wajahnya sendiri memakai riasan tipis. Ia memakai celana kargo yang biasa dipakainya ketika tengah siaran. Ia punya tiga set kostum syuting yang sama. Reporter ala backpacker telah melahirkan trademark bagi dirinya. Hari itu Selfi tidak lagi menghuni kamarnya. Kamar 222 ditutup atas perintah polisi. Ia mempersiapkan segala sesuatu bersama Denara dalam satu kamar.
    Show must go on.
    Pengambilan gambar pada petang hari itu tidak ada halangan berarti. Mendung yang berarak rendah tidak menurunkan hujan, bahkan gerimis.
    Memasuki musim ke tujuh, acara Fakta & Kriminal kali ini berjudul Kutukan Ancol bagian pertama, telah dimulai. Opening scene diambil di depan pelataran hotel Merkuri. Gedung hotel bergaya klasik menjadi latarnya. Bagian pertama menceritakan jalannya penyelidikan awal atas kasus kematian yang terjadi di Ancol. Bagian kedua menunggu penyelidikan polisi yang berikutnya.
    Rekan-rekan Selfi bergerak ke lobi hotel. Mereka hendak melakukan take selanjutnya di dalam hotel. Mereka telah mengantongi ijin dari kepolisian untuk melewati garis polisi yang dipasang di depan kamar nomor 96. Namun, Metropolis TV bukan satu-satunya stasiun yang mendapat ijin eksklusif. Mereka berpapasan dengan reporter televisi lain yang ‘bandel’ dan telah selesai meliput keadaan kamar korban.
    Mereka memakai masker dan sarung tangan.
    Tanda simbol dan peringatan ditempel di depan kamar.

BIOHAZARD!!
WAJIB MEMAKAI MASKER dan SARUNG TANGAN

    Seluruh ruang kamar di lantai pertama telah dikosongkan. Penghuni kamar hotel telah dipindahkan untuk proses penyidikan kepolisian. Polisi juga melakukan penyelidikan di kamar-kamar yang berdekatan dengan kamar korban. Karena diduga kuat pelaku adalah salah satu penghuni kamar hotel. Diduga korban mengadakan perjanjian untuk bertemu di dalam hotel. Di kamar yang telah direncanakan sebelumnya.
    Mencari bukti keterlibatan penghuni lain. Lampu di sepanjang koridor dipadamkan. Kegelapan menyelimuti ujung koridor bahkan pada siang hari. Satu-satunya cahaya masuk melalui jendela yang berada dekat tangga. Namun, tidak cukup menjangkau seluruh ruangan di sepanjang koridor.
    Sebagian besar penghuni hotel menghindari menginap di dekat kamar korban-korban kematian. Sepanjang mereka tidak mengetahuinya. Pihak hotel memberi warna merah di nomor pintu kamar yang pernah terjadi kasus kematian.
    Hanya pengunjung yang sengaja menguji nyali mereka. Atau yang mempunyai tujuan ‘khusus’. Turis asing sering tidak mengetahui resiko sebenarnya. Begitupula kru televisi yang sering mengadakan acara ‘penampakan’ di ruangan hotel yang dianggap angker. Alhasil sering terjadi kesurupan.
    Hotel Merkuri terkenal angker. Puluhan kasus kematian terjadi di hotel tersebut sejak mulai berdiri tiga belas tahun lalu—perbaikan dilakukan setiap akhir tahun. Di sekitar kawasan Ancol sering terjadi berbagai kasus kematian. Banyak saksi mata yang melihat penampakan hantu dari para korban yang tewas mengenaskan. Namun, beberapa orang tidak pernah jera.
    “Pemirsa … kamar 96 adalah tempat pertama kali ditemukannya mayat korban … berada di ujung koridor … dekat tangga yang menghubungkan ke lantai dua … laporan dua orang penghuni kamar datang bersamaan di meja resepsionis. Kedua pelapor itu memilih untuk keluar dari dalam hotel malam itu juga … seorang pria Prancis dan seorang wanita kantoran yang pada waktu kejadian menginap di kamar dekat dengan kamar korban.
    Kamar pelapor terletak di depan dan di sebelah kamar korban … ini kamar nomor 46 dan nomor 97 … mereka mencium bau yang menyengat … dari mayat manusia …”
    Take terus berlangsung. Lampu dari kedua kamera menjadi satu-satunya penerang yang menyorot Selfi di sepanjang koridor. Memandu setiap langkahnya. Dua kamera stand by di depan dan belakangnya. Mengikuti dan merekam setiap gerak-geriknya.
    “Penghuni kamar telah dievakuasi … dipindahkan ke kamar lain … dan sekarang polisi tengah menyelidiki kamar yang berada di dekat kamar korban ….”
    Pintu kamar korban tertutup rapat. Tangannya yang tertutup sarung tangan karet memutar perlahan kenop pintu. Setiap orang yang keluar-masuk harus menutup pintu kamar. Ia merunduk ketika melewati garis polisi yang melintang di ambang pintu. Ia berhati-hati ketika memasuki kamar korban.
    Kamera mengikuti gerakannya.
    Sebelum masuk ke koridor, Selfi dan rekan-rekannya telah mengenakan masker dan sarung tangan. Mereka berusaha agar tidak menyentuh apapun. Kontak dengan perabotan dalam kamar ditengarai akan menularkan penyakit yang telah membunuh korban.
    Kamar itu masih menjadi TKP yang masih dalam penyelidikan pihak kepolisian. Meski telah mengenakan masker, aroma busuk samar-samar masih tercium di dalam ruang kamar. Sia-sia jendela yang telah dibuka lebar-lebar sejak hari pertama penemuan mayat korban. Bercampur aroma antiseptik dan antibiotik dari gas yang telah disemprotkan ke dalam ruangan.
    “Hingga saat ini identitas kedua pelapor tersebut masih diselidiki pihak kepolisian … karena ada dugaan kuat kedua pelapor tersebut menjadi saksi kunci yang sangat penting bagi penyelidikan kepolisian … ya, diduga mereka melihat pelaku….”
    Lampu kamar tiba-tiba meredup. Seakan penata lampu telah mengaturnya. Angin dari jendela menyeruak masuk ke dalam koridor. Tim Metropolis TV merasakan dingin yang tidak biasa di dalam kamar korban. Mereka berusaha mengusir perasaan tidak
nyaman di hati mereka.
    Selfi mendekati ranjang tempat korban ditemukan tewas bersimbah darah. Darah yang telah mengering dan menghitam memenuhi sprei ranjang. Darah kering juga menutupi lantai di bawah ranjang. Terpal plastik lebar dan transparan menutupi ranjang hingga karpet di bawahnya.
    Selfi membetulkan letak mikrofon di kerah bajunya.
    “Pemirsa. Ini adalah ranjang tempat ditemukannya korban tewas bersimbah darah … bisa Anda lihat pemirsa, ranjang ini masih ditutupi darah yang telah mengering… polisi masih hendak melakukan penyelidikan di dalam kamar ini … mereka….”
    Selfi tidak meneruskan kata-katanya.
    Suara jeritan terdengar dari samping tubuhnya. Ia terlonjak kaget. Seorang rekan Selfi ambruk ke atas lantai kamar hotel. Tubuhnya kejang-kejang. Cahaya lampu kamera menerangi tubuhnya yang terkapar di lantai.
    “Matikan kameranya!” sergah Selfi. Ia menutupi lensa kamera yang masih merekam kejadian itu. Namun rekannya tidak mengacuhkannya.
    Rekan Selfi yang ambruk, seorang wanita berumur dua puluhan dari koordinator peliputan bernama Tiara. Bola mata Tiara memutih. Suaranya tiba-tiba serak dan berat. Terdengar seperti suara seorang pria. “Pergi kalian!! Tempat ini terkutuk!”
    Kamera masih merekam kejadian itu. Kepanikan terjadi di
dalam kamar. Suara-suara saling tumpang tindih, berputar-putar di dalam kepala Selfi
    “Minggir!!”
    “Bawa keluar!!”
    “Matikan kameranya!!”
    “Lu denger kagak?!!”
    “Gak apa-apa … nyalakan saja terus kameranya!”
    “Ini bukan setingan! Woy!”
    Kemudian seruan lain terdengar dari ambang pintu.
    “Apa yang kalian lakukan di tempat ini?!!” Tiga orang polisi bergegas masuk ke dalam kamar. Inspektur Anton termasuk diantara mereka. Tulisan peringatan yang sebelumnya tertempel di luar kamar ditutupi selembar kertas bertuliskan: SELAIN POLISI DILARANG MASUK! Namun, kru acara fakta dan kriminal terlalu jauh melangkah ke dalam koridor.
    “Tolong segera keluar!!” seru polisi yang datang. Mereka bergegas masuk setelah mendapat laporan dari seorang staf hotel yang tak setuju hotelnya dijadikan
sensasi media. Berbeda dengan manajer yang justru mendukung acara itu.
    “Siapa yang mengijinkan kalian masuk ke TKP?!” Polisi yang lain mendorong seorang kameramen yang terus merekam pengusiran itu. “Hei, matikan kameranya!”
    “Kamera sudah mati!” bantah kameraman.
    “Lah, itu lampunya kok masih nyala? Kalian mau mati konyol?”
    “Sebaiknya kalian segera keluar agar tidak jatuh korban lagi.” Inspektur Anton menggotong tubuh Tiara yang pingsan keluar dari koridor.
    “Beri jalan!”
    Selfi baru menyadari bahwa lelaki yang dilihatnya itu adalah Inspektur Anton. Ia masih dapat mengingat suaranya. Entah kenapa ada perasaan cemburu ketika inspektur itu menggotong tubuh gadis bernama Tiara. Ia mengira itu perasaan normal ketika melihat lelaki gagah di depannya.
    Inspektur Anton menidurkan Tiara di kursi ruang tunggu.
Ia meminta kru yang lain menyadarkan gadis itu dengan minyak kayu putih. “Tolong beri udara segar jangan berkerumun di sini. Hei, kau, ya kamu.” Kebetulan yang ditemuinya adalah Selfi.
    “Kau bawa minyak kayu putih atau parfum yang menyengat?” tanya Inspektur Anton.
    “Enggak, tapi, apa deodoran bisa?” tanya Selfi nampak gugup. Sebagian karena rasa bersalah telah ikut menyebabkan seorang kru terlibat masalah dengan polisi. Di sisi lain, entah kenapa, pandangan Inspektur Anton membuatnya salah tingkah. Dalam pandangannya Inspektur Anton jauh berbeda dari bayangan seorang anggota polisi yang cepak dan rapi. Bahkan Inspektur Anton tak nampak seperti polisi dengan potongan rambut panjang dan pakaian santai.
    Petang itu Inspektur Anton hanya mengenakan celana jins, kaos dan selop. Dari kemarin malam ia menginap di kantornya yang pengap demi merekonstruksi kasus itu. Setelah mendengar kabar bahwa kru TV tengah merekam koridor tempat kejadian, ia segera menuju ke hotel Merkuri.
    Denara yang ikut panik karena seorang kru kesurupan nampak juga nampak gugup di depan Inspektur Anton. Ia tak menyangka seorang kru akan pingsan di tengah pengambilan gambar. Jika itu setingan dari krunya, ia tak akan memaafkan mereka.
    “Maaf, Inspektur. Kami tadi sudah mendapat ijin dari manajer.” Denara tak dapat memandang langsung tatapan mata Inspektur Anton.
    “Ini adalah peringatan pertama. Jika kalian tak mematuhi peringatan polisi maka akan ditindak tegas. Ini juga untuk kebaikan kalian, untuk kebaikan kita.” Inspektur Anton bergegas meninggalkan ruang tunggu di lobi hotel. “Kita semua masih menyelidiki kasus ini. Kita masih belum tau seberapa bahayanya kasus ini. Kita hanya bisa mengantisipasi. Karena itu bahayanya lebih dari yang dapat kita bayangkan.”
    Denara hanya mengangguk dan beberapa kali mengucapkan kata maaf. Selfi tak dapat berkata apapun hanya mengamati Inspektur Anton yang menurutnya cukup keren sebagai polisi berdedikasi. Meski telah diwanti-wanti agar menjauh dari kasus itu, dalam hati, Selfi bersyukur dapat bertemu lagi dengan Inspektur Anton.
    Kesan pertama itu begitu membuat Selfi penasaran terhadap inspektur satu itu. Dan entah kenapa ia merasa bahwa inspektur itu juga penasaran dengannya.
***
    “Sinting nih reporter sekarang. Rela menempuh bahaya.” Inspektur Anton mengomel di dalam mobil sepanjang perjalanan. Setelah mengusir para wartawan dari hotel Merkuri, ia berencana kembali ke kantornya.
    “Ya, apalagi itu reporter cantik yang bernama Selfi itu. Masih ada gadis cantik yang berani menempuh bahaya.”
    “Oh, dia, host acara TV itu ya. Aku dengar dia bahkan pernah berada di daerah konflik. Sayang banget, cantik tapi gila.” Wajah Inspektur Anton nampak cemas.
    Mobil inspektur polisi itu sudah menuju ke kantornya ketika sebuah bunyi sirine terdengar. Bukan sirine mobil polisi, tapi dari sirine pemadam kebakaran.
    Di kawasan mall yang dilewati mobil inspektur polisi itu tengah terjadi kebakaran di salah satu kafe. Pemadam kebakaran yang datang dapat menyelamatkan kafe yang terbakar, namun sayangnya mereka menemukan mayat. Korban tewas adalah pemilik kafe karena ia berada di kamar karyawan di sebelah dapur. Mayatnya hangus terbakar, namun anehnya perhiasan di tubuhnya ikut raib!
    Inspektur Anton yang berada di sekitar TKP segera memeriksa tempat itu. Ia memeriksa saksi yang berada di tempat kejadian.
    “Kalian berada di mana dan sedang apa saat kejadian?” tanya Inspektur Anton kepada tiga tersangka itu. Berikut pengakuan tiga tersangka itu.
    Pengakuan karyawan kafe. Ia mengatakan baru saja keluar dari toilet saat api sudah membesar dan melihat tubuh pemilik toko telah terbakar. “Kemarin pemilik toko sempat mengatakan hendak menggadaikan perhiasannya,” ujar karyawan kafe.
    Seorang koki mengaku dapat lolos dari kebakaran itu. “Saya nyaris terjebak di dalam kebakaran itu karena sedang memeriksa barang di gudang yang berada di dekat dapur. Untungnya saya bisa keluar melalui ventilasi.”
    Agen kafe mengatakan saat itu ia hendak menurunkan makanan kaleng dari mobil. Setelah melihat asap ia bergegas masuk dan mengatakan bahwa api berasal dari tabung gas yang bocor hingga membakar pemilik kafe yang berusaha keluar dari dapur. “Saya tak bisa menyelamatkannya karena tubuhnya sudah terlalap api. Saya tak tau mengenai perhiasan yang raib di tubuhnya.”
    “Kebakaran ini disengaja, seorang dari mereka telah berbohong,” ujar Inspektur Anton.
    Siapakah tersangka yang dicurigai Inspektur Anton?

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience