Rate

FILE 53: Sang Penangkap Badai

Mystery & Detective Series 649

Ledakan penyimpan daya bukan pertama kalinya terjadi. Pembangkit listrik tenaga angin dijuluki Sang Penangkap Badai

    AWAN badai kembali berarak di sekitar Kepulauan Seribu. Beberapa stasiun radio di sekitar Pulau Badai menutup komunikasi demi kemungkinan terburuk. Namun, berbeda dengan pembangkit listrik tenaga angin yang nampak teguh menantang angin.
    Badai hendak menerjang Pulau Badai untuk kesekian kalinya. Waktu itu Inspektur Anton tengah memeriksa barang bukti yang telah dikumpulkannya Ia tengah berada di ruang kantor dekat kamar mayat di rumah sakit di Pulau Badai. Memeriksa barang bukti yang telah dikumpulkan dari TKP di intalasi pembangkit listrik. Mayat teknisi yang diketahui bernama Erfan berusia tiga puluhan tahun itu sudah dimasukkan ke ruang pendingin. Sementara menunggu respon keluarganya yang berada di luar pulau.
    Inspektur Anton berusaha menghubungi dr. Watsen Munim. Ia menanyakan kabar ahli otopsi itu.
    “Bagaimana babe sehat?” tanya Inspektur Anton melalui sambungan ponsel.
    “Ya, udah agak mendingan. Walau efeknya rasanya cepat lelah.” Dokter Watsen terdengar menghela napas.“Aku mendengar kasus di Pulau Badai … nampaknya masih belum ada media yang meliput ke sana?”
    “Oh belum dikabarkan di TV? Mungkin karena badai ini.
    ”Sangat ingin membantu.”
    “Ya, kalau babe tak keberatan dan dapat meluangkan waktu.”
    “Tapi gimana caranya long distance forensic gini?”
    “Saya akan kirim foto, rekaman dan data-data post mortem. Gimana?”
    “Bagaimana dengan proyektil pelurunya?”
    “Selongsong dan proyektilnya belum ditemukan.”
    “Oke, kirim apa aja yang bisa jadi petunjuk.”
    “Terima kasih babe.”
    “Yoi, sama-sama.”
    Sambungan itu berakhir tepat ketika langit bergemuruh.
    Beberapa detik kemudian ledakan beruntun terdengar tepat di atas rumah sakit. Gemuruh menggetarkan kaca-kaca jendela dan peralatan di atas meja.
    Tiba-tiba listrik padam, ruangan menjadi gelap gulita. Kemudian terdengar bunyi dengung dari tenaga cadangan dan listrik menyala kembali. Sebuah bunyi ledakan terdengar tidak jauh dari rumah sakit itu.
    Inspektur Anton tidak berharap ledakan itu dari serangan yang lainnya.
***
    Pengisi daya di instalasi listrik tenaga angin terbakar karena kelebihan daya. Para karyawan yang berada di dalam gedung berusaha tenang. Ledakan penyimpan daya bukan pertama kalinya terjadi. Pembangkit listrik tenaga angin dijuluki Sang Penangkap Badai karena di ujung tiang menara yang menjulang ke atas langit dilengkapi antena sebagai ground. Antena itu juga memiliki multi fungsi sebagai penangkap petir yang kemudian disimpan di pengisi daya.
    Beberapa karyawan nampak sibuk memadamkan api dengan gas CO2. Sejumlah lampu dan stop kontak terbakar akibat kelebihan tegangan. Para teknisi buru-buru memeriksa sambungan kabel yang lain agar tak terjadi korsleting yang serupa. Beberapa teknisi terlambat mencabut kabel yang menghubungkan dengan mesin lain. Juga terlambat mencabut kabel power supply dari jaringan listrik sehingga terjadi terjadi kebakaran di beberapa titik.
    Petir yang menyambar beberapa menara tidak sampai menyebabkan kebakaran. Hanya saja, menara baling-baling yang terkena sambar petir mengalami kerusakan daya magnet dan beberapa terbakar. Perangkat indikator juga bisa rusak jika kelebihan muatan. Karena itu pemadam kebakaran datang untuk mengevakuasi pekerja yang berada di dekat titik kebakaran. Jika tidak segera memadamkan api maka fatal akibatnya. Walau beberapa perangkat sudah tahan api, namun panas yang tinggi bisa membakar benda-benda di sekitar perangkat itu. Jika terlambat beberapa menit saja, panas yang tinggi dapat menyebabkan kebakaran hebat jika tidak segera dipadamkan.
    Seorang teknisi nampak panik ketika terjebak api di ruang kerjanya. Panas yang tinggi telah membakar kabel dan power supply terbakar, begitu pula hard disk perangkat super komputer. Monitor komputernya yang terhubung dengan jaringan listrik rumah hanya menampilkan layar hitam. Beberapa lampu hangus terbakar. Stop kontak yang berada di tembok berwarna jelaga kehitaman.
    Teknisi yang berada di depan perangkat mesin yang terbakar melepas kabel secara manual. Ia menghubungi rekan-rekannya yang lain dengan radio dua arah. “Jika ada yang mendengar radio ini, masih ada titik api di sini. Butuh bantuan pemadam kebakaran secepatnya.”
    “Ya, kami segera ke sana tunggu saja.”
    “Jangan terlalu lama!”
    “Tunggu saja di sana, jangan kemana-mana!”
    Teknisi yang berbadan gemuk itu segera membongkar mesin demi mendinginkan suhu panas yang tinggi dengan gas nitrogen. Meski sudah terbiasa dengan kejadian itu, ia tak akan pernah bisa tenang menghadapi kejadian mendadak itu. Walau jarang yang tewas karena kebakaran mesin, ia tetap berhati-hati. Jika peralatan sampai rusak ia yang akan disalahkan yang ujung-ujungnya adalah sangsi hingga pemotongan gaji. Karena ketatnya peraturan, terkadang ia mencari jalan untuk terbebas dari tuduhan seperti membat pendeteksi dini panas api. Berbagai monitor nampak berkedip-kedip karena daya yang tidak stabil.
    Menara-menara baling-baling raksasa terdengar bergemuruh ketika terhantam angin. Pengisi daya yang terbakar karena terhantam petir nampak menghitam.
    Frekuensi dari radio sudah tak ada lagi, hanya bunyi berkerisik yang terdengar. Walau memiliki penangkal petir mutakhir, namun kekuatan alam tak dapat diprediksi. Berbeda dengan pemancar selular dan internet yang ditempatkan jauh di atas awan badai. Kabar berita yang di-update menyampaikan informasi dari badan meteorologi bahwa badai telah mencapai puncaknya dan akan berangsur melemah.
    Teknisi itu menyadari seseorang datang ke tempat kerjanya.
    “Hei, siapa kau? Di mana yang lain.”
    Orang itu tak menjawab. Ia hanya mengangkat tongkat listrik kemudian memukul tengkuk teknisi itu. Teknisi itu mengejang dan jatuh terjerebab ke lantai. Kemudian pelaku itu meninggalkan saja tubuh yang pingsan itu terlalap api di ruang teknisi.
    Tanpa disadari, ada penyusup yang memanfaatkan kekacauan karena badai di malam itu.
***
    “Tenang, Kak. Mas Anton pasti kembali dalam keadaan selamat,” ujar Faril berusaha menenangkan Selfi yang sedari tadi nampak cemas.
    Selfi beberapa kali memeriksa keadaan di luar jendela. Mengawasi keadaan di luar. Berharap melihat kedatangan sosok tunangannya di tempat parkir. Namun, tempat parkir nampak lengang.
    Suasana gelap nampak di luar. Beberapa gardu listrik yang mati karena gangguan listrik mendapat cadangan dari pembangkit listrik mandiri di tiap gedung. Namun, tak setiap gedung mendapat daya listrik yang merata.
    Selfi menyiapkan senter, lilin dan mengisi daya ponselnya sebelum terjadi mati listrik lagi.
    “Hei, bisakah kau matikan gamemu itu. Kalau rusak gimana?” tanya Selfi nampak sewot. “Aku cerewet juga untuk kebaikanmu.”
    Faril menurut saja daripada kena semprot cerewetnya gadis itu. Ia mematikan PC mini yang tersambung dengan televisi itu. Padahal ia telah memasang alat penahan tegangan jika arus listrik melebihi daya.
    Selfi kembali menghubungi ponsel Inspektur Anton namun tak dijawab. Ia tau jika pun dijawab akan terdistorsi oleh bunyi guruh yang bersahut-sahutan di atas langit. Akhirnya ia memilih untuk mengirim pesan teks. Ia berharap tak ada hal buruk yang terjadi dengan tunangannya.
    Apa yang dilakukan inspektur itu di tengah badai begini? Selfi hanya dapat bertanya dalam batin.
***
    Kilatan petir nampak menerangi sudut-sudut ruang kamar Ghost. Untuk sekejap kemudian kembali gelap gulita. Bukan karena listrik di tempatnya padam, namun ia sengaja mematikan listrik di kamar dan di koridor. Kekacauan yang terjadi itu akan mudah dimanfaatkan oleh komplotan King Cobra untuk memulai aksi mereka. Pertama karena sistem alarm akan mengalami gangguan dengan adanya badai. Dan kebakaran yang terjadi di beberapa titik akan memudahkan pergerakan komplotan itu. Anggota King Cobra lebih mudah menyusup ke tempat yang kacau.
    Karena itu Ghost makin waspada di tengah badai itu. Apalagi ketika ia mendengar langkah kaki yang perlahan di luar koridor.
    Ghost menyiapkan night vision demi melihat dalam kegelapan. Penghuni kamar di lantai yang sama di mana ia tinggal tidak berani keluar kamar. Mereka memilih mendekam di dalam kamar sampai badai mereda.
    Jadi, siapa yang mengendap-endap di koridor?
    Jika penghuni hotel biasa kenapa mengendap-endap?
    Ghost bertanya-tanya sembari mengamati kamera yang terhubung dengan CCTV yang ditempatkan di koridor. Ia melihat bayangan seseorang yang melangkah perlahan di sepanjang koridor.
    Ghost mencabut belatinya. Kemudia ia bersiap membuka pintu dan menyergap orang itu. Ketika di layar monitor bayangan itu sudah berada di depan pintu ia bergegas membuka pintu dengan cepat kemudian menelikung orang itu.
    “Siapa kau?!!”
    “Sa—saya ..., office boy Pak! Saya mau memeriksa lampu di koridor!”
    “Kenapa tak bawa senter?”
    “Lupa karena terburu-buru!”
    Ghost memeriksa tubuh pemuda itu. Ia tak bersenjata.
    “Maaf, nampaknya lampu korsleting karena kelebihan daya,” imbuh karyawan itu. “Bisa bantuin saya?”
    “Oke, tapi lebih baik kita tunggu sampai badai reda.”
    Office boy itu tak dapat berkata apapun kemudian melangkah pergi sembari menahan nyeri. Bekas kuncian di pergelangan tangannya yang dilakukan Ghost tadi masih membekas.
***
    Inspektur Anton baru menyadari ada panggilan tak terjawab di ponselnya. Di layar ponselnya tertera nama tunangannya, Selfi. Menelepon pun percuma karena guruh masih bersahut-sahutan di luar. Angin mengoyak dan melempar-lempar butiran hujan yang deras ke jendela rumah sakit itu.
    Inspektur Anton memutuskan untuk keluar dari ruangan itu. Namun, sebelum melangkah keluar ia melihat pantulan bayangan sosok orang dengan pakaian dokter. Ia memicingkan mata melihat benda hitam yang dipegang oleh orang itu. Tak salah lagi, dokter gadungan itu memegang sebuah senapan minigun. Dan pembunuh itu mengarah ke ruang tempatnya berada!
    Inspektur Anton berusaha keras mencari cara agar dapat lolos. Ia menduga pasti ada polisi yang membocorkan informasi bahwa ia berada di rumah sakit itu. Apalagi ia tengah menyelidiki beberapa kasus sekaligus yang pasti akan membuat kecurigaan.
    Inspektur Anton berpikir cepat. Ruang itu terhubung dengan ruang pendingin mayat. Ia pergi ke ruang pendingin kemudian mencari tempat yang kosong di antara ruang penyimpanan mayat. Ia masuk ke ruang pendingin yang menjadi tempat persembunyian yang sempurna.
    Untuk beberapa saat tak terdengar suara. Kemudian terdengar bunyi benda jatuh. Nampaknya orang yang mencari keberadaanya tengah menggeledah tempat itu.
    Bunyi ruang pendingan yang digeser terdengar. Inspektur itu menduga orang yang mencarinya mulai memeriksa satu per satu ruang pendingin. Bunyi guruh yang bersahut-sahutan di luar teredam oleh dinding logam ruang pendingin.
    Bunyi pintu besi ruang pendingin yang dibuka mulai mendekat.
    Inspektur itu bersiap dengan pistol berperedam di tangannya. Jika orang itu sampai di tempatnya ia akan melepas tembakan.
    Inspektur Anton merasakan waktu merayap lambat. Ketika pintu ruang pendingin tempatnya berada mulai bergerak. Ia memastikan jemarinya berada di pelatuk pistolnya.
    Pintu tempat inspektur itu berada bergeser membuka.
    Namun, tak ada seorang pun di depan pintu geser itu. Ketika inspektur itu menyadari tongkat pel yang digunakan untuk membuka pintu itu, sudah terlambat. Ia mati kutu di dalam ruang pendingin ketika sesuatu dilempar ke dalam ruangan itu.
    Granat?
    Inspektur Anton menyadari sebuah granat telah dilempar ke dalam ruang pendingin. Sekarang ajalnya hanya tinggal menunggu waktu. Walau tubuhnya dapat sembuh dengan cepat, namun ia bisa tewas karena pendarahan. Apalagi jika mengenai bagian vital tubuhnya.
    Bisakah Inspektur Anton selamat?

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience