Rate

FILE 38: Ego-ego Manusia

Mystery & Detective Series 649

   “DENARA yang menyuruhku untuk mendapatkan informasi mengenai sniper itu….” Selfi tengah menyiapkan sarapan instan di dapur bersama Inspektur Anton yang hendak berangkat ke kantor di pagi itu.
    “Denara kan bisa baca sendiri karena sudah disebarkan ke berbagai media.”
    “Iya, tapi infonya berlawanan dengan narasumber dari pihak Denara.”
    “Hei, bisa kita bicara topik lain?” Inspektur Anton nampak tak tenang. “Aku tak mau membawa-bawa urusan kantor ke rumah.”
    Selfi menghela napas. “Ya, aku juga setuju denganmu. Oya, bagaimana dengan tanggal pernikahan kita?”
    “Tidak lama lagi … kasus ini hampir diungkap walau akan berbeda dengan yang akan disidang. Setelah kasus ini selesai kau akan terbebas dari Denara.”
    “Terbebas dari Denara?” Selfi mendengus. “Ya, mungkin untuk sementara waktu. Sebelum ia menyeretku ke kasus yang lain.”
    “Sebaiknya kita ambil cuti dulu untuk membicarakan hari baik itu dengan kedua keluarga. Ya, sembari menyiapkan hal yang lainnya. Baru setelah itu menentukan hari dan tanggalnya.”
    “Kalau aku sih gak mau ribet-ribet yang penting sah. Sederhana, sakral dan berkesan.”
    Inspektur Anton tersenyum. “Nah pikiran kita sama, klop deh.”
    “Jadi, apa musti dilangsungkan dua kali acaranya? Di Situbondo dan di sini?”
    “Aku akan coba bujuk ibuku untuk ikut ke Situbondo. Dan rekan-rekanku pasti tak keberatan untuk terbang ke Jatim. Kalau diadakan di sini, wah, bisa makin
tambah rame nanti.”
    “Ya, setelah di Situbondo, kita adakan selamatan kecil-kecilan di sini.”
    “Eh, jadi kau sudah memutuskan untuk membuat identitas di Jakarta?”
    “Sebenarnya, impianku tuh pulang ke kampung halaman. Di Jakarta terlalu ramai, lelah juga sih lama-lama di sini.”
    “Ya, kan kita bisa piknik ke puncak atau ke mana gitu.”
    “Entahlah, impianku ingin hidup di desa yang tenang, jauh dari keramaian dan mulai menulis semua pengalamanku selama menjadi reporter. Itu saja yang akhir-akhir ini kepikiran.”
    “Sebenarnya enggak jauh-jauh amat sih denganmu. Impianku juga begitu. Tinggal di sebuah pulau dan menjadi nelayan.”
    “Idih, nelayan? Kayak si Popeye?”
    “Itu pelaut kali, bukan nelayan.” Inspektur Anton tertawa. Ia kembali mengenang masa-masa kanak-kanaknya yang berasal dari desa terpencil dan kegemarannya waktu itu adalah menghabiskan waktu dengan memancing seharian. Dengan begitu ia bisa melupakan waktu. Melupakan bahwa ayahnya sudah tiada dan tidak lagi menunggunya pulang.
    “Eh, ngelamun aja, ayo dimakan, ntar keburu dingin loh.”
    Inspektur Anton dan Selfi sarapan sepiring berdua. Mereka berusaha membuat hal yang berkesan selama kebersamaan yang seringkali singkat itu.
    Sebelum kembali berkutat dengan kasus yang menyita sebagian besar tenaga dan waktu dan daya pikiran mereka.
    Bisakah kali ini mereka berdua melewatinya?
***
    Pagi itu Ghost memanaskan mobilnya. Ia sudah mengetahui jam kerja dr. Watsen dari orangnya sendiri. Bahkan dr. Watsen yang telah memberinya informasi jika hendak menemuinya. Ia menghabiskan sarapan berupa roti dan sekaleng kopi di dalam mobilnya seraya mengawasi keadaan RSCM. Tidak ada tanda-tanda polisi atau penjagaan yang ditingkatkan. Namun, justru suasana yang tenang seperti itu biasanya tidak aman. Jika Srikandi berada di sana, ia tidak akan mudah terlihat karena menyamar dan berbaur dengan pasien lain atau perawat.
    Ia memarkir mobilnya di pertokoan lalu berjalan kaki temasuki RSCM. Ia berbaur dalam rombongan keluarga pasien, sampai di dekat ruang kantor dr. Watsen diam-diam ia menyelinap ke dalam.
    Dokter Watsen sudah pernah melihat wajah Ghost. Walau Ghost memakai topi dan rambut palsu, ahli forensik tentu mudah mengenalinya.
    “Aku tak menyangka kau akan muncul secepat ini,” ujar dr. Watsen.
    “Tidak banyak waktu, aku akan memfoto barang bukti yang Anda dapatkan.”
    “Kau akan terkejut karena aku menemukan sidik jarimu di selongsong itu.”
    “Itu pasti jebakan, Anda juga tahu itu.” Ghost mengawasi keadaan di luar, bersiap jika tiba-tiba datang penyergapan. Apalagi setelah ia mendengar ada sidik jarinya di peluru sniper itu. “Anda sudah menemukan gotrinya?”
    “Proyektil itu? Ya memakai alat detektor. Tidak mudah mencari di antara rerumputan. Kau bisa mencari di mana senjata pembunuh itu berada? Senapan sniper itu?”
    “Saya tidak tahu pasti di mana Srikandi menyimpannya. Wanita itu merupakan anggota pasukan khusus yang nama dan tempat tinggal aslinya dirahasiakan.”
    “Jadi tidak ada yang mengetahui identitas asli Srikandi?”
    “Hanya atasan yang memiliki datanya dengan tingkat kerahasiaan level atas. Dan dalam intelijen bisa saja memiliki dua atau tiga nama samaran.”
    Kedua pria itu terdiam untuk beberapa lama. Lalu Ghost berbicara.
    “Tapi, saya punya cara agar dapat memancing Srikandi keluar.”
    “Bagaimana?”
    “Dengan bantuan Inspektur Anton yang akan menangkap saya.”
    “Kau akan menyerahkan diri?”
    “Hanya untuk memancing Srikandi agar keluar. Saya yakin Inspektur Anton mendukung saya karena saya bukan pelakunya.”
    “Oke, jika kau bukan pelakunya, berikan buktinya. Kau bawa kemari senapan snipermu untuk diuji balistik. Juga sidik jarimu yang asli.”
    “Nanti aku serahkan kepada Inspektur Anton. Tolong katakan nomor ponsel Inspektur Anton.”
    Dokter Watsen mengucapkannya tanpa memeriksa ponselnya, ketika bunyi detap sepatu terdengar di lorong. Ghost menyangka ruang kantor dr. Watsen pasti telah disadap. Ia melihat empat orang pria tegap berpakaian perawat dan kasual tengah berlari mendekati ruang kantor itu.
    “Ruangan ini telah disadap!” seru Ghost bergegas keluar ruangan itu. Setelah dr. Watsen menyebut nomor ponsel Inspektur Anton yang berusaha diingat olehnya.
    Untuk kedua kalinya, Ghost berusaha lolos dari RSCM. Namun, kali ini sepasukan polisi sudah mengepung tempat itu. Mobil polisi menjadi barikade di setiap pintu keluar RSCM. Tidak ada jalan lain selain menerobos barikade.
    Ghost merampas sepeda motor kemudian melewati pengejarnya. Terdengar bunyi tembakan peringatan, namun tidak diindahkan. Sepeda motor yang dikendarai Ghost dengan mudah menyelinap di antara mobil polisi yang melintang di depan jalan keluar. Ia berputar lalu menaruh sepeda motor di tempat parkir yang ramai di tempat agak jauh dari mobilnya. Kemudian masuk ke dalam salah satu kamar ganti toko baju dan berganti pakaian. Ia membuka pakaian dobel yang dikenakannya dan celana panjangnya. Kini ia mengenakan T-shirt serta celana pendek. Ia menaruh jaket dan celana panjangnya begitu saja di dalam ruang ganti. Lalu keluar seperti tidak terjadi apapun.
    Para pengejarnya kebingungan mencari di dalam toko itu. Mereka kehilangan jejak karena Ghost sudah mengubah penampilannya. Apalagi Ghost telah berbaur di dalam keramaian. Ia mengambil jalan berputar mengitari blok pertokoan demi sampai ke tempat mobilnya diparkir. Ia mengawasi keadaan untuk memastikan tempat itu aman sebelum mendekati mobilnya lalu masuk ke dalam. Ia segera menjauhi tempat itu. Dalam perjalanan ia melewati beberapa mobil polisi yang bunyi sirinenya masih meraung-raung. Ia tahu Srikandi berada di balik penyergapan itu. Untungnya usaha wanita licik itu gagal.
***
    Dokter Watsen Munim harus menerima akibat dari pertemuannya dengan Ghost. Polisi membawanya ke kantor untuk diinterogasi. Di sana ia bertemu dengan Inspektur Anton. Namun, polisi yang memeriksanya berbeda.
    Ketika berpapasan dengan Inspektur Anton, dr. Watsen berkata, “Hantu itu akan menyerahkan diri, tapi hanya kepadamu.”
    Inspektur Anton hanya mengangguk. Ia mengerti yang dimaksud hantu adalah pria bernama sandi Ghost. Tidak lama kemudian ia mendapat telepon dari nomor yang tidak dikenal. Ia menduga dari Ghost.
    “Ya, halo?” Inspektur Anton menerima panggilan ponsel itu.
    “Temui saya di jalan Hartono. Saya akan menyerahkan diri.”
    Ternyata dugaannya benar. Itu suara Ghost.
    “Sekarang?”
    “Besok siang jam 13.00. Bawa mobil. Saya memakai jaket hitam dan topi merah duduk di dekat pedagang kaki lima di trotoar. Anda harus mendekati saya dengan todongan pistol agar rekan-rekan Anda tidak curiga.”
    “Baik," pungkas Inspektur Anton dengan yakin.
***
    Ghost mematikan sambungan telepon itu. Ia sengaja mengatakan detail ciri-cirinya dalam pertemuan itu. Ia yakin Srikandi tengah mendengarkan percakapan itu. Sesuai rencananya besok siang. Sama halnya dengan dr. Watsen, penyadapan juga dilakukan terhadap Inspektur Anton. Karena itu Srikandi dapat mengawasi penyelidikan forensik dan interogasi para saksi di kepolisian. Para saksi itu telah diperiksa selama sebulan lebih dan mendapat banyak tekanan sesuai pesanan pihak tertentu.
    Ghost juga yakin dr. Watsen juga tengah dibawa ke kantor polisi untuk diinterogasi. Sekarang, ahli forensik paro baya itu tidak dapat berbuat banyak.
***
    Di kantor polisi, dr. Watsen dicerca dengan dua puluh lima pertanyaan. Dan dapat ditebak bahwa semua pertanyaan sekedar basa-basi. Hanya untuk menunjukkan posisi dr. Watsen bahwa ia tidak berdaya untuk melawan. Mereka sudah memiliki rekaman penyadapan, jadi untuk apa berbohong. Interogasi itu hanya menunjukkan siapa yang paling dominan.
    “Anda tahu yang memasuki ruang kantor adalah seorang sniper?” Petugas itu bertanya dengan membaca teks di monitor yang diketik saat itu juga dari tempat lain.
    “Ya.”
    “Apakah sniper itu yang telah menembak saudara Nazrudin?
    “Belum dapat dibuktikan.”
    “Bukankah Anda sudah menemukan sidik jarinya?”
    “Ya.”
    “Juga cocok dengan data sidik jari sniper yang mendatangi Anda?”
    “Data itu bisa saja direkayasa.”
    “Siapa yang bisa merekayasa data di kepolisian?”
    “Saya tidak tau, tapi bisa saja terjadi.”
    “Karena tidak tahu dari mana Anda mengetahui adanya rekayasa data?”
    “Hanya dugaan.”
    “Oh, berarti Anda telah dipengaruhi sniper itu?”
    “Tidak.”
    “Apakah Anda berpikir bekerja sama dengan sniper itu?”
    “Tidak. Ini semua untuk mengungkap kasus itu.”
    “Jadi dari mana Anda mengetahui adanya penembakan di lapangan golf?”
    “Dari barang bukti yang saya temukan.”
    “Apakah Anda sendiri yang menemukan barang bukti itu?”
    “Dibantu orang lain.”
    “Siapa orang yang memberi informasi barang bukti lain itu?”
    “Dari kepolisian dan saksi mata.”
    “Bisakah Anda menyebutkan nama-nama sumber itu?”
    “Inspektur Anton dan sniper itu.”
    “Anda percaya apa yang dikatakan sniper itu?”
    “Sniper itu berada di sana saat kejadian. Tentu ia memiliki informasi penting.”
    Dokter Watsen nampak tenang dan tangkas menjawab pertanyaan itu secara jujur. Ia juga sadar bahwa percakapan itu tengah didengarkan oleh orang yang memberikan pertanyaan dari tempat lain.
***
    Srikandi tersenyum ketika mengetik dua puluh lima pertanyaan. Senyum penuh kemenangan karena akhirnya ia bisa menyeret dr. Watsen, Inspektur Anton serta Ghost sekaligus dengan satu umpan. Di sebelah laptopnya terdapat komputer lain yang tengah menganalisa audio dari alat penyadap yang telah merekam sesuatu. Ia menguji apakah suara dari percakapan itu terdengar bohong atau tidak.
    Dari alat itu terdengar rekaman percakapan:
    “Temui saya di jalan Hartono. Saya akan menyerahkan diri.”
    “Sekarang?”
    “Besok siang jam 13.00. Bawa mobil. Saya memakai jaket hitam dan topi merah duduk di dekat pedagang kaki lima di trotoar. Anda harus mendekati saya dengan todongan pistol agar rekan-rekan Anda tidak curiga.”
    “Baik.”
    Srikandi mengerti posisi tempat pertemuan itu. Kali ini ia harus turun tangan dan kembali menyiapkan senapan runduknya.
    Namun, ia tidak mengetahui bahwa Ghost telah merencanakan sesuatu.
    Di antara berbagai rencana dari ego-ego manusia fana itu... ada rencana lain yang tak diketahui oleh mereka. Dan manusia tidak mampu meramal hari esok. Panca indera manusia serba terbatas tanpa instrumen pendukung. Bahkan tidak mampu melihat sampai menembus tembok tebal ruang dan waktu. Walau begitu, manusia cukup angkuh untuk mengetahui kelemahan dirinya, eksistensi dan kesadaran, merasa diri adalah pusat alam semesta, padahal bukan. Seperti matahari dan tata surya yang tiada istimewa bagai debu yang berpusar di tepi puing-puing jagat raya. Drama di bumi bagai sebongkah atom yang hilang di semesta tanpa batas.
    Kali ini siapakah yang akan selamat dari nasib yang tak ramah?

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience