Rate

FILE 63: Game Start

Mystery & Detective Series 649

Wajar saja jika ilmuwan itu pun menggemari game mutakhir ini.
Lalu, sejauh mana sistem di dalam game yang ditiru ilmuwan itu?

    MALAM itu Inspektur Anton berada di kamar laboratorium untuk mengatur strategi bersama Ghost. Setelah itu mereka mencoba game Blizzard bersama Faril yang sudah memiliki tim demi menjalankan sub misi hingga ke level tujuh.
    Beda di dunia nyata dan di dunia game, karakter Ghost dan Inspektur Anton hanya mengikuti saja di belakang tim.
    “Nampaknya King Cobra mengubah formasi. Saya menduga tak akan ada serangan dalam waktu dekat,” ujar Inspektur Anton terdengar yakin. “Jadi malam ini kita bisa fokus ke game Blizzard demi mencari petunjuk lain.”
    “Oke, tapi kita tetap harus waspada inspektur. Saya sudah memasang parameter pendeteksi gerak di sekitar laboratorium. Mengantisipasi serangan mendadak King Cobra.” Suara Ghost terdengar dari headset. Ia sedang berada dalam satu game Blizzard. Bersama karakter game milik Inspektur Anton, Faril dan Ghost.
    Selfi hanya dapat menonton saja sembari menyeduh kopi. “Kalau ngantuk nih kubuatkan kopi.”
    “Terima kasih,” ujar Inspektur Anton sembari menyeruput kopinya. Faril ikut-ikutan. Kemudian perhatian mereka teralihkan ke layar monitor LED berukuran tiga puluh empat inci itu. Nampak satu persatu karakter game Blizzard dalam satu tim yang dipimpin Faril. Ghost sebagai pelindung tim memakai senapan runduk, Inspektur Anton sebagai pelindung tim memakai senapan serbu, Faril sebagai ketua tim memakai senapan serbu dengan tele, anggota lain Akbar sebagai penjaga sayap kanan memakai karabin untuk serangan jarak dekat, Leon sebagai sayap kiri memakai shotgun, dan Mary di tengah memakai senapan runduk bersama Andri yang bersiaga dengan senapan mesin.
    “Kalian siap?” tanya Faril memerhatikan Inspektur Anton. “Ikuti saja aba-abaku. Ikuti tim lain dan lindungi mereka. Biar anggota tim lain yang membuka jalan karena sudah hafal di luar kepala jalur menuju level tujuh.
    “Oke,” ujar Inspektur Anton.
    “Cek senjata dan amunisi. Tes.” Faril menggunakan mikrofon untuk berkomunikasi dengan timnya. Begitu pula Inspektur Anton yang nampak memeriksa mikrofon di headset.
    “Senjata di dalam game bisa dirakit sendiri dan bisa dimodifikasi. Karena itu kalau gak betul ngerakitnya bisa macet. Jadi, siapkan pistol dan senjata lain untuk pertahanan terakhir,” imbuh Faril.
    Inspektur Anton mengangguk.
    Layar monitor tiga puluh empat inci mulai menampakkan opening scene adegan dari sub misi. Nampak tim itu masuk ke dalam perahu motor demi menuju ke pulau terpencil. Perahu motor itu nampak berguncang-guncang terkena ombak dan hujan badai. Terdengar percakapan dalam bahasa asing dengan latar bunyi gemuruh badai.
    Tak ada yang berbicara selama adegan game itu berlangsung. Suara-suara dari film pendek itu nampak nyata dengan grafis tinggi yang mendekati aslinya.
    Wajar saja jika ilmuwan itu pun menggemari game mutakhir ini. Lalu, sejauh mana sistem di dalam game yang ditiru ilmuwan itu? Tanya Inspektur Anton membatin.
    “Ready team?!” seru Faril melalui mikrofonnya.
    “Go go go!”
    “Hajarrr….”
    "Request lagu ... Saykoji, Merah Putih."
    "Heh, emang ini perang Agustusan apa?!"
    "Kalo gitu request Saykojeh, Gamers Indonesia hihi!"
    "Di sini lagi muter lagu dangdut remix Linkin Park ... haha!"
    “Majuuu tak gentar!”
    “Duh, gue kebelet pipis nih … tunggu bentar. AFK.”
    “Yaelah, cewek biasalah … Mary ntar di belakang tim aja ya.”
    “Ya, harus ditunggu namanya juga tim!”
    Terdengar percakapan dari tim yang terdengar melalui headset.
    Perahu motor itu mendarat di pesisir pulau terpencil. Nampak dikejauhan sebuah instalasi yang dijaga ketat. Kemudian sebuah jip militer datang menjemput tim itu menuju ke dalam misi. Satu per satu tim naik ke atas jip, ada yang berjaga di depan. Ada yang memegang senapan mesin di atas jip. Ada yang membidik ke belakang jip demi berjaga-jaga di belakang.
    Level satu dari sub misi game Blizzard pun dimulai.
***
    Jip militer berguncang-guncang ketika melewati jalanan berlumpur. Ranting pohon dan dedaunan berderak-derak diterabas ban jip yang menerobos hutan di sekitar instalasi itu.
    Terdengar bunyi berderak-derak ketika roda jip menggilas bebatuan. Kemudian jip militer itu melewati daerah yang landai sehingga meluncur tak terkendali. Jip seperti menggelinding menuju lapangan rumput di bawahnya. Lapangan itu merupakan bandara untuk tempat pendaratan pesawat perintis yang memuat suplai.
    Sebuah pesawat kargo nampak hendak landing di lapangan rumput itu. Lampu-lampu pemandu berkedip-kedip memberi petunjuk arah. Areal lapangan terbang itu cukup temaram karena lampu penerang berada tidak jauh dari bandara.
    “Oke tim. Misi pertama halangi suplai dari pesawat itu jangan sampai diantar ke instalasi," ujar Faril.
    “Cerewet banget lu Faril!” seruan Akbar terdengar melalui headset.
    “Heh, gue ngomong dengan Inspektur Anton nih. Bukan elu.”
    “Ohhh … oke-oke. Sori inspektur!”
    “Jadi ini level pertama?” tanya Inspektur Anton.
    “Iya, tapi ini masih prolog,” timpal Faril.
    Jip militer melaju kencang menuju pesawat yang bergerak lambat di landasan pacu. Bunyi mesin jet makin masih terdengar nyaring ketika jip itu mendekati pesawat.
    “Oke … mulai menyebar tim!” seru Faril.
    “Duh … cerewetnya!”
    “Woy! Serius dong!”
    “Ini serius dodol!”
    Suara komunikasi itu teredam oleh bunyi tembakan beruntun dari dalam kokpit pesawat. Kemudian bunyi ledakan granat terdengar memekakkan gendang telinga. Jip militer berguncang hebat hingga terpental. Anggota tim yang terlambat keluar dari jip terkena ledakan mulai melambat, namun perlahan-lahan pulih. Inspektur Anton menarik Ghost dan melompat dari jip yang terbakar.
    Kaca jip militer pecah berkeping-keping. Pecahan kaca berterbangan ke segala arah. Terdengar bunyi berderak yang nyaring kemudian disusul bunyi berdenging yang panjang.
    “Granat itu dilempar acak, inspektur … bisa kena jip atau meledak jauh dari jip,” ujar Faril.
    Inspektur Anton nampak serius dan nyaris tak berkedip.
    “Tutorialnya udah woy!” seru Leon terdengar dari headset.
    “Fokus ... fokus!”
    “Sniper mana nih … pilotnya mulai bawa paket ke laboratorium tuh!”
    “Oke sniper siap … yang lain kejar aja!”
    “Gak bisa om … kalau deket ke sana akan kena sniper lain … cepetan!”
    Ghost membidik. Bunyi tembakan terdengar. Seketika orang yang hendak membawa paket dari pesawat ambruk terkena peluru dari senapan runduk.
    “Weh … hebat!”
    “Keren … keren … untung gak ngulang ... bisa lama.”
    Jip militer yang membawa mereka tak dapat dikenali lagi. Kursi jok meleleh, mesin terbakar dan badan jip penyok.
    “Go go go!” seru Faril.
    Kini tim itu menuju ke pesawat yang digunakan sebagai tempat berlindung. Akbar dan Leon melumpuhkan pasukan yang menjaga pesawat itu.
    Di dalam kabin pesawat banyak mesin dan barang-barang yang ditumpuk. Satu per satu tim memindahkan barang itu demi tempat berlindung dari sniper yang mulai membidik dari menara yang ada di setiap sisi laboratorium.
    Ghost mengambil cermin lalu memeriksa posisi sniper melalui jendela pesawat yang kacanya pecah. Ia berusaha mencari posisi menembak agar tak terkena peluru dari sniper yang terus menghunjam badan pesawat itu. Sementara satu per satu pasukan keamanan di instalasi itu bergerak mengepung pesawat.
    Tim yang dikomando Faril terus memberikan tembakan demi melindungi Ghost yang berusaha melumpuhkan sniper di dua menara.
    Lemparan granat dan sulur-sulur api yang diarahkan ke pesawat mulai meningkat. Rerumputan di lapangan itu mulai terbakar dan menghitam.
    “Tinggal berapa sniper yang ada di menara itu, Ghost?” tanya Inspektur Anton.
    “Dua lagi beres … masih sembunyi di menara barat. Sniper di menara timur udah jatuh tuh.”
    “Bravo Ghost … misi lebih cepat dari rekor Faril!”
    “Yaelah … mulai lagi deh. Udah diem.”
    “Oke … sniper di dua menara udah jatuh … lanjut!”
    “Bentar lagi masuk ke level satu … bersiap keluar dari badan pesawat dan ke arah pos sekuriti inspektur,” ujar Faril.
    “Oke … lanjut,” sahut Inspektur Anton.
    Satu per satu tim bergerak keluar dari pesawat setelah berhasil melumpuhkan sniper dan pasukan penjaga di pintu masuk.
    Jalan masuk ke gerbang dipenuhi kerikil dan pecahan beton akibat ledakan granat. Gedung-gedung instalasi laboratorium itu mulai nampak jelas dari pintu gerbang berteralis. Di pagar besi tergantung papan peringatan agar tak masuk jika tidak berwenang.
    Di dalam pos sekuriti masih ada perlawanan yang berhasil dilumpuhkan oleh tim yang dikomando Faril. Mereka menekan tombol di panel demi membuka pintu gerbang. Bunyi mesin mekanisme mulai terdengar. Perlahan pintu gerbang itu terbuka.
    Pelataran laboratorium itu makin jelas. Pipa-pipa besi mengular dari dalam tanah ke gedung-gedung yang terletak bersebelahan. Dari dalam terdengar bunyi mesin-mesin yang mengganggu pendengaran.
    Bunyi alarm tanda bahaya mulai terdengar.
    Pintu-pintu dan jendela di laboratorium itu menutup otomatis demi menghindari penyusup. Bunyi bip panjang dan pendek menandai pintu laboratorium yang tertutup rapat.
    “Siapkan peledak … inspektur mundur dulu,” ujar Faril memberi aba-aba demi membuka pintu laboratorium secara paksa.
    Inspektur Anton mundur beberapa langkah demi menghindari ledakan. Tim nampak memasang bom di depan pintu laboratorium yang tertutup rapat.
    Bunyi ledakan terdengar membahana. Namun, pintu laboratorium hanya penyok. Ledakan bom hanya membuat celah kecil di pintu besi itu.
    Faril mengambil batang besi kemudian mulai mengungkit pintu. Besi yang meleleh karena panas ledakan membuat pintu besi itu mulai bisa dibuka. Kemudian bunyi berderak dan berdebum terdengar mengalahkan pintu besi yang mulai miring itu.
    “Sebelum masuk ... beri tembakan dulu … baru serbu. Jangan lupa!” Leon memberi aba-aba untuk memberikan tembakan.
    “Ada apa?” tanya Inspektur Anton heran.
    “Di dalam pintu masih ada pasukan yang berjaga. Yang akan memuntahkan peluru ketika kita masuk ke dalamnya.”
    Kemudian bunyi tembakan balasan terdengar dari dalam. Puluhan peluru melesat melewati celah pintu.
    “Woy mundur dulu … di dalam masih ada pasukan yang berjaga!” seru Akbar.
    “Lemparin granat … siapa aja yang masih bawa!”
    Faril mengendap-endap kemudian melempar granat itu melalui celah pintu. Nampaknya pasukan di dalam hendak melempar granat itu kembali keluar. Namun, Inspektur Anton menangkap tepat waktu kemudian melempar kembali tepat ke dalam celah pintu itu. Seketika ledakan terdengar mendorong pintu besi itu hingga jebol ke luar.
    Akbar tak menyia-nyiakan kesempatan itu maju merangsek ke dalam tanpa aba-aba Faril. Ia memuntahkan peluru ke ruang di balik pintu itu. Tembakan balasan masih terdengar dari dalam ruangan hingga Akbar harus merunduk kemudian tiarap karena
masih ada satu dua pasukan di dalam ruangan itu.
    “Woy jangan gegabah … kita punya waktu banyak nih,” tegur Faril.
    “Tau tuh si Akbar sok memimpin di depan,” timpal Mary.
    “Aku hafal mereka sembunyi di mana … tapi gak tau kalau masih ada dua orang pasukan di sana yang masih bisa nembak,” kilah Akbar.
    Faril melempar bom asap ke dalam ruangan itu. Kemudian memberi aba-aba untuk masuk ke dalam.
    “Nah, ini baru pintu masuk ke level pertama inspektur,” ujar Faril.
    Inspektur Anton hanya dapat menghela napas.
    Di layar terpampang tulisan: Level One ... Saving Data.
    “Setelah ini jika tewas di level pertama akan kembali ke titik ini,” ujar Faril.
    Inspektur Anton hanya mengangguk sembari menyeruput kopinya. Memang lebih mudah di dalam game daripada perang di dunia nyata, jika tewas tak akan bisa hidup lagi.
    Tapi, bisakah inspektur itu melewatinya sampai level ketujuh? Dan menemukan petunjuk?
    Bisakah tim yang dikomando Faril menyelesaikan misi di game Blizzard itu?

Note:

    AFK: Away From Keyboard. Jauh dari keyboard. Istilah ketika pemain game tidak berada di dekat komputer.
    Karabin: Karabin (bahasa Belanda: karabijn) adalah senjata api yang daya tembaknya tidak sebesar senapan laras panjang karena ukurannya lebih pendek yang lebih pendek dan ringan mudah dioperasikan pada pertempuran jarak pendek (seperti pertempuran di kota atau hutan) ataupun saat keluar dari kendaraan.
    LED: Light Emitting Diode adalah komponen elektronika yang dapat memancarkan cahaya monokromatik ketika diberikan tegangan maju. Tidak memerlukan pembakaran filamen sehingga tidak menimbulkan panas dalam menghasilkan cahaya. Telah banyak digunakan sebagai lampu penerang dan layar monitor.
    Shotgun: Senapan gotri atau senapan sebar adalah senjata api yang biasanya dirancang untuk ditembakkan dari bahu, yang menggunakan energi dari sebuah selongsong berbentuk silinder dan menembakkan sejumlah gotri (bola timah kecil) atau sebuah proyektil gotri padat.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience