Rate

FILE 69: Rahasia Labirin A.R.N.E.S

Mystery & Detective Series 649

Lantai labirin bergetar dan dengan cepat bergeser membuka. Menampakkan lubang menganga di bawahnya. Beberapa detik kemudian menutup kembali.

    INSPEKTUR Anton berhati-hati ketika menghitung waktu ketika dinding labirin itu bergeser. Ia mengingat-ingat gambar labirin bertuliskan A.R.N.E.S yang dilihatnya di pintu masuk. Setidaknya ada beberapa pintu yang bergeser. Ia menghitung berapa banyak jalan masuk ke labirin itu jika beberapa dindingnya menutup secara bergantian.

    "Kenapa tulisan nama ilmuwan bernama Arnes itu dipisah titik?" tanya Ghost heran.
    "Entahlah. Apa itu singkatan? Atau anagram?" tanya Inspektur Anton balik bertanya. Kemudian ia bergumam sambil berpikir. "A.R.N.E.S ... bisa juga anagram dari snare ... perangkap...."
    "Snare ... perangkap ya...," gumam Ghost. Wajahnya menyiratkan kecemasan.
    Cahaya lampu di atas langit-langit menyapu dinding yang bergeser itu. Tidak menyisakan bayangan sedikit pun. Warna dinding yang serupa menyulitkannya membedakan antara satu dinding dengan dinding yang lainnya. Karena itu Inspektur Anton membakar batang kayu yang dibawanya dari kebun demi membuat tanda di dinding dengan arang.
    “Jika tidak menemukan jalan dekat maka kemungkinannya jalan memutar dan agak jauh.” Inspektur itu sesekali berhenti dan menghitung berapa dinding yang telah bergeser serta berasal dari arah mana. Berdasarkan ingatannya ia telah membuat jalan keluar di peta labirin itu. Beruntung ingatan fotografis membuatnya dapat menampilkan kembali peta itu dalam kepalanya. Berbeda dengan Ghost yang nampak kebingungan ketika mengecek foto peta labirin itu di dalam ponselnya. Karena foto tidak dapat diedit lagi berbeda dengan ingatan yang bisa dimodifikasi dan bisa diubah sesuai dengan situasi dan kondisi.
    Ghost memberi aba-aba untuk berhati-hati ketika melewati lantai yang tak rata. Ia menduga di sana ada mekanisme yang dapat memicu jebakan.
    “Sebaiknya kita lihat jebakan seperti apa itu,” ujar Inspektur Anton.
    “Jika inspektur hafal jalan di sini … coba saja.” Ghost memeriksa dinding yang berbeda dengan dinding lain. Permukaan yang tak rata hanya dapat dilihat dengan mata yang cermat.
    Inspektur Anton memberi tanda untuk berlindung di balik ruangan lain. Sementara ia mematahkan kayu di tangannya lalu melemparkan ke permukaan lantai labirin yang tak rata. Lantai labirin bergetar dan dengan cepat bergeser membuka. Menampakkan lubang menganga di bawahnya. Beberapa detik kemudian menutup kembali.
    “Jebakan semacam ini … jika tak hati-hati lebih berbahaya dari mesin di dalam game itu. Mesin itu dapat terlihat, sedangkan jebakan itu tidak.”
    Ghost mengangguk. Ia menuruti saja ketika Inspektur Anton mengambil jalan lain di labirin itu.
    “Ada jalan lain. Dari beberapa jalan itu dipasang jebakan.” Inspektur Anton berhenti melangkah lagi. Kali ini bukan hendak mendengar bunyi bergeser, namun sesuatu di salah satu lorong labirin menyita perhatiannya.
    Van hitam itu berhenti di sana. Setelah ban depannya terjepit dinding yang bergeser. Jejak darah nampak di dinding di antara bekas peluru. Di antara dinding itu ada lubang yang menampakkan peluru-peluru
    Tidak jauh dari van nampak anggota King Cobra yang tergeletak bersimbah darah!
    “Mekanisme peluru yang tersimpan di dinding ini yang membunuh sisa anggota King Cobra,” ujar Ghost memeriksa bekas peluru berisi debris yang berhamburan di lorong itu.
    “Tidak … masih ada satu atau dua orang yang lolos. Lihat jejak sepatu berdarah ini.” Inspektur Anton menunjuk potongan jejak berdarah dari sepatu yang menuju ke arah lorong yang lain.
    “Dan mereka terluka … ular yang terluka masuk ke sarang tak dikenal.” Ghost mendapati jejak darah yang menetes di sepanjang lorong itu.
    “Hei, sebaiknya kita fokus mencari jalan keluar dari lorong ini. Anggota King Cobra menuju ke arah yang salah.” Inspektur Anton mengingatkan Ghost. “Jika beruntung mereka akan kembali ke arah sini karena jalannya lewati sini.”
    Inspektur Anton naik ke van hitam itu. Kemudian melewati celah dinding yang menjepit mobil itu.
    “Tunggu … kita periksa dulu mobil ini. Siapa tau ada benda yang bisa digunakan.” Ghost memeriksa mobil itu. Ia mengeluarkan magazen dan granat tangan yang tersimpan di dasbor. Di sana juga ditemukan peledak daya ledak rendah dan rompi anti peluru.
    “Ya, ambil yang berguna saja … sisanya tinggalkan agar tak memberatkan kita.” Inspektur Anton menunggu sampai Ghost selesai memeriksa mobil itu.
    Inspektur Anton dan Ghost melanjutkan perjalanan lagi.
    Kali ini mereka sampai di tengah persimpangan. Cahaya lampu super LED yang berada di langit-langit membuat suasana di dalam labirin seperti siang hari. Bunyi dengung mesin turbin tenaga ombak dari kejauhan mulai terdengar. Tenaga listrik yang menyuplai daya di dalam labirin itu berasal dari pembangkit listrik tenaga ombak.
    “Seandainya kita bisa mematikan tenaga listrik yang menyuplai labirin ini. Maka mekanisme jebakan tak akan lagi berfungsi,” ujar Ghost menyatakan idenya.
    “Ya, ide bagus. Hanya saja kabel-kabel itu terlindung di langit-langit tebal di atas sana. “Dan jika turbin pembangkit listrik rusak, sebagian listrik di Pulau Badai akan padam. Kemungkinan terburuk lain, kita akan terjebak di dalam sini.”
    Ghost kemudian terdiam. Ia nampak berpikir keras. Tidak seperti di dalam game. Di dunia nyata bisa lebih leluasa mengotak-atik sistem yang ada di dalam labirin.     “Pasti ada tenaga cadangan bukan?” tanya Ghost.
    Inspektur Anton kemudian tersadar. “Iya, pasti ada tenaga listrik cadangan. Karena pulau ini bukan hanya disuplai dengan tenaga listrik dari tenaga ombak. Juga ada tenaga angin dan tenaga matahari.”
    “Jadi rencanaku begini. Kita harus mendekati lubang-lubang ventilasi di atas sana. Aku yakin lubang itu berhubungan dengan turbin di pembangkit listrik tenaga ombak. Aku akan membuat bahan peledak yang akan bekerja jika terkena hempasan kuat.”
    “Bagaimana kau menjangkau lubang ventilasi itu? Jaraknya tak terjangkau bahkan jika kita naik ke dinding ini?” tanya Inspektur Anton. “Namun, tak ada salahnya jika dicoba.”
    Ghost bergegas mengeluarkan bahan peledak yang ditemukannya di dalam van hitam itu. Ia membungkusnya dengan potongan jaketnya yang disobek dengan belati. Kain jaket itu kedap air. Kemudian memasukkan bahan peledak yang sudah dibungkus itu ke dalam botol air mineral agar dapat mengapung menuju turbin. “Aku melihat penyaring sampah berada di luar terowongan air. Jadi botol berisi bahan peledak ini tak akan tersangkut penyaring ketika di dalam terowongan air.”
    “Ya, berharap saja, cara ini akan berhasil,” ujar Inspektur Anton.
    “Itu jika kita berhasil mencapai jarak yang cukup di bawah lubang ventilasi itu. Dan jika lemparanku tepat mencapai lubang itu.”
    “Resiko terburuk, kita akan terkena bom itu jika kau tak dapat melemparnya dengan tepat.”
    “Setidaknya aku akan latihan beberapa kali sebelum melempar bomnya. Dengan selongsong peluru ini.” Ghost menunjukkan selongsong peluru yang ditemukannya di dalam mobil van hitam itu.
    “Oke. Sekarang aku akan fokus mencari jalan ke dekat ventilasi itu.” Inspektur Anton mengingat-ingat jalan teraman dan terpendek menuju ventilasi yang berada di sisi labirin itu. Setidaknya ada beberapa lubang ventilasi di sepanjang labirin.
    Ketika mereka sudah dekat dengan posisi yang dituju. Ghost terlambat mengingatkan Inspektur Anton ketika melihat sinar laser untuk mengaktifkan mekanisme jebakan lain. Satu per satu ubin di lantai koridor itu bergeser membuka. Jika berada di atasnya akan terjatuh menjemput ajal!
    “Lari!” seru Ghost mendorong Inspektur Anton ke arah depan agar tak terperosok ke lubang di lantai labirin. Ubin-ubin itu satu per satu membuka menghasilkan lubang yang besar di sepanjang lantai.
    Inspektur Anton yang kewalahan berlari ke depan nyaris terperosok ke dalam lubang. Untungnya tubuhnya terdorong oleh Ghost sehingga bisa menghindari lubang-lubang itu. Ia mengenal pola papan catur di lubang-lubang yang terbentuk di lantai labirin.
    Sehingga dapat menghindari lantai yang terbuka secara tiba-tiba.
    Ghost terlambat berlari ke arah depan. Ia sengaja melompat menjauhi Inspektur Anton karena tak akan sempat melewati lubang di lantai itu. Akibat jebakan itu, Ghost dan Inspektur Anton terpisah beberapa meter.
    “Lompat Ghost! kau pasti bisa!” seru Inspektur Anton dari seberang lorong.
    “Ubin itu terlalu sempit. Aku tak akan bisa! Ada jalan lain?!” seru Ghost ke arah Inspektur Anton yang berada beberapa meter di depannya. Terpisah mekanisme jebakan.
    “Ya, ada jalan lain! Tapi kau akan berputar-putar! Dan dinding ini masih bergeser!” Inspektur Anton berusaha dengan cepat memutar gerigi otaknya. “Kalau begitu lempar bomnya kepadaku!”
    “Terlalu berbahaya! Aku akan cari jalan lain!”
    “Tunggu! Hei, tunggu! Lihat!” Inspektur Anton menunjuk lantai yang perlahan kembali ke semula. Lubang di tiap kotak ubin berukuran enam puluh senti di lantai itu kembali menutup. “Nyaris saja kita terpisah jauh!”
    Napas Ghost terdengar memburu ketika sampai di dekat Inspektur Anton. Ia masih memegang erat bom itu di kedua tangannya.
    “Tinggal beberapa langkah lagi dan kau bisa latihan melempar,” ujar Inspektur Anton.
    Ghost hanya mengangguk.
    Sesampai di posisi yang dituju, Ghost beberapa kali melempar selongsong ke arah lubang ventilasi itu. Beberapa kali gagal, akhirnya hanya satu dua kali berhasil. Namun, wajahnya menampakkan keyakinan.
    “Kau nampak yakin dapat melempar tepat sasaran,” ujar Inspektur Anton. Butir keringat membasahi dahinya.
    “Aku dilatih untuk kondisi seperti ini,” ujar Ghost. Ia menimang-nimang berat bom dalam botol plastik mineral itu. Setidaknya ia harus melemparnya agak kuat karena beratnya puluhan kali dari berat selongsong peluru.
    “Jika meleset, lihat arah jatuhnya dan berlindung,” imbuh Ghost. “Ini termasuk high explosive. Jadi, lumayan jika terkena ledakannya.”
    “Lumayan itu berarti kita bisa tewas,” ujar Inspektur Anton tak dapat menyembunyikan kecemasannya. “Aku akan periksa lorong mana yang aman untuk menghindari ledakan jika bom itu gagal mengenai ventilasi.”
    Inspektur Anton mengingat-ingat peta labirin itu. Untuk beberapa lama ia memeriksa setiap lorong dalam jarak dekat. Ia tidak melangkah terlalu jauh agar tak terkena mekanisme jebakan lainnya.
    “Bagaimana?” tanya Ghost.
    “Ya, ada dua arah yang aman. Setidaknya dinding di lorong itu akan melindungi kita dari ledakan.” Inspektur Anton menunjuk ke arah lorong buntu yang tadi
diperiksa. Dari beberapa lorong labirin, hanya ada dua yang buntu. Lorong yang buntu itu aman dari jebakan.
    “Oke!” Ghost bersiap melempar. Untuk beberapa lama ia menghitung derajat dan sudut lemparan. Menimang-nimang berat bom di tangannya dengan hati-hati. Ia pernah dilatih melempar granat ke lubang pipa ketika dalam masa pelatihan. Walau semua tergantung keberuntungan.
    Ghost berancang-ancang melempar. Ia menekuk tubuhnya lalu mengerahkan tenaganya dengan dorongan untuk melempar botol berisi bahan peledak itu. Dadanya berdebar-debar ketika melihat peledak itu melayang di udara menuju ke arah ventilasi.
    Inspektur Anton yang melihatnya sudah bersiap melompat ke arah lorong jika lemparan Ghost gagal.
    Apakah Ghost berhasil kali ini? Berhasilkah rencananya demi meledakkan turbin pembangkit listrik tenaga ombak?
    Selalu akan ada kejutan. Karena manusia tak dapat meramal apa yang akan terjadi berikutnya.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience