Rate

FILE 74: Misteri Erin

Mystery & Detective Series 649

Denyut nadi Erin melemah sebelum dimasukkan ke UGD. Setelah mendengar kabar bahwa Erin meninggal, mayat gadis itu kabarnya dijemput keluarganya.

    DILA bercerita kepada Ghost. “Reni mengejar Erin yang marah karena buku hariannya diambil diam-diam tanpa sepengetahuannya. Setelah mendapat buku harian itu, Erin hendak pulang ke rumah. Namun, di depan sekolah ia tertabrak truk. Begitu kejadian yang diceritakan Reni ke teman-teman di sekolah. Kebetulan tak ada saksi mata lain.”
    Ghost kembali mendengarkan penuturan Dila, adik Faril. Jam istirahat itu, Ghost mengobrol sembari memotong rumput di kebun belakang sekolah. Karena suasana yang sepi di belakang sekolah, Dila lebih leluasa berbicara. Ia membawa buku pelajaran agar tak dicurigai tengah memberi informasi mengenai kasus itu kepada Ghost.
    “Aku tak begitu mengenal Erin,” imbuh Dila. “Yang aku tau ia termasuk murid berprestasi di sekolah internasional Pulau Badai. Biasanya ia ceria dan periang. Namun, sejak kehilangan kedua orang tuanya akibat kecelakaan kerja di laboratorium, ia menjadi pemurung.”
    “Jadi kau gak pernah ngobrol dengan Erin selama satu sekolah?” tanya Ghost.
    “Pernah, tapi sudah lama …, apalagi ketika sikap Erin berubah seratus delapan puluh derajat. Ia lebih banyak berada di dalam kelas. Dan menulis sesuatu di buku harian.”
    “Apa yang kau tau tentang buku harian itu?”
    “Kata teman-teman, Erin tak pernah lepas dari buku hariannya. Bahkan ia marah jika ada yang mengganggunya. Dan nampaknya itu memang bukan buku harian biasa….”
    “Apa maksudmu bukan buku harian biasa?”
    “Beberapa korban yang meninggal adalah para siswa yang sering mengganggu Erin. Mereka juga yang memeriksa buku harian itu dan menyembunyikannya. Karena buku harian itu pula yang membuat Erin mengalami kecelakaan … dan meninggal.”
    Ghost nampak kaget. “Erin sudah meninggal?”

74 B.jpg
818x619 83.8 KB
    “Ya … Erin sudah tiada. Erin sudah tak lagi nampak sendirian di kelasnya seperti biasanya. Siswi bernama Reni yang menceritakannya. Ia tak sempat menyelamatkan Erin yang katanya tertabrak truk. Ia hanya mengucapkan kata menyesal sebelum sahabatnya itu tertabrak truk.” Dila mengingat-ingat cerita teman-temannya. Cerita yang disebarkan oleh Reni.
    “Lalu, siapa yang diinterogasi oleh polisi?” tanya Ghost heran. “Mereka menyebut bahwa Erin kurus, berkacamata dan….” Ghost tiba-tiba terdiam. Tidak mungkin polisi yang asli tak mengetahui bahwa Erin telah tiada? Kecuali polisi yang ditemui di kabin bus waktu itu juga gadungan? Apakah anggota King Cobra yang menyamar? Pantas saja polisi di dalam kabin itu tak mengenali rekannya sendiri.
    Lantas apa yang dilakukan pria yang menyamar itu di dalam bus? Menyelidiki kasus kematian misterius itu? Atau … berusaha menghilangkan jejak yang tertinggal di sana? Berbagai pertanyaan memenuhi benak Ghost. Apakah sebenarnya Erin masih hidup dan berada di suatu tempat? Ada di mana?
***
    Mendung menggelayut di atas Pulau Badai. Suasana yang temaram di siang hari itu memaksa warga untuk menyalakan lampu. Walau begitu suasana yang temaram tak menyurutkan semangat para siswa di sekolah internasional yang berada di Pulau Badai. Jangankan badai, bahkan kasus kematian misterius yang terjadi di sekolah itu seperti tak memengaruhi para siswa. Yang penting mereka mendapat nilai bagus dan dapat lulus sehingga dapat melanjutkan kuliah di luar negeri dengan beasiswa khusus.
    Seperti biasa Ghost melakukan pekerjaannya sebagai cleaning service di sekolah itu. Setelah pekerjaannya beres, ia berusaha mencari informasi tentang siswi bernama Reni dan Erin. Dari informasi yang didapat Reni termasuk murid baru yang katanya pindahan dari luar pulau. Agar tak mencurigakan, Ghost hanya memerhatikan Reni dari kejauhan sebelum mendekati siswi itu. Sikap Reni bertolak belakang dengan Erin. Reni nampak ceria dan periang di tengah-tengah teman-temannya. Karena itu sulit mendekati Reni karena ia selalu bersama-sama dengan teman-temannya.
    Ghost memanfaatkan waktu luang sebelum jam sekolah berakhir. Jadwal bersih-bersih petugas kebersihkan adalah pada pagi hari dan sesuai sekolah berakhir. Jadi, ia memiliki waktu untuk pergi keluar sekolah dan mencari informasi lain dari petugas rumah sakit tentang kondisi korban yang meninggal secara mendadak di dalam bus.
    Kali ini Ghost menyamar sebagai wartawan luar pulau. Kaca mata hitam menyamarkan wajahnya. Ia beralasan hendak menulis berita tentang kasus kematian misterius di sekolah internasional di Pulau Badai.
    Sesampai di rumah sakit, tak sulit bagi Ghost untuk menemukan petugas medis yang pertama kali memeriksa mayat korban yang ditemukan di dalam bus.
    “Nampaknya Anda tak akan bisa membawa berita ini keluar dari Pulau Badai,” ujar petugas medis yang ditemui Ghost. “Wartawan sebelumnya tak lagi menulis berita itu setelah dipanggil pihak sekolah. Karena pihak sekolah berusaha merahasiakan kasus ini. Anda tau sendiri bukan resikonya? Apalagi yang Anda hadapi adalah dewan sekolah yang memiliki koneksi dengan pemerintah luar yang dapat menekan pemerintah di pusat.”
    “Ya—ya, saya paham betul situasi semacam ini karena pernah mengalaminya,” ujar Ghost terkenang dengan campur tangan kekuasan pemerintah pusat dalam kasus penembakan misterius itu Modernland.
    “Lantas untuk apa Anda bertanya lagi tentang kondisi mayat korban?” Petugas medis itu memandang dengan heran.
    “Begini … kebetulan saya memiliki keponakan yang juga bersekolah di sana. Jadi jika kasus ini dapat terungkap, saya serta keluarga anak yang sekolah di sana dapat lebih tenang.” Ghost memang berkata jujur karena adik Faril sudah dianggap sebagai keluarga olehnya.
    “Oh, begitu.” Kemudian petugas medis itu menggelengkan kepala. “Kasus kali ini sulit. Karena dari ketiga korban tak ditemukan keanehan lain selain fakta bahwa mereka tewas kekurangan oksigen. Gagal paru-paru.”
    “Silakan lanjutkan, saya akan senang hati mendengarnya.”
    “Tubuh ketiga korban itu mengalami dehidrasi. Bibir mereka nampak kering. Kami masih menduga dan masih menyelidiki kenapa para korban bisa mengalami gagal paru-paru. Tidak ada luka fisik lain. Kami menduga ada zat tertentu yang terhirup oleh para korban. Karena itu seandaiknya kami bisa membedah paru-paru dan memeriksa apa yang telah dihirup oleh para korban, kami bisa menyelidiki lebih lanjut.”
    “Jadi kondisi ketiga korban itu nyaris sama?” tanya Ghost. Padahal ia telah mengetahuinya.
    “Ya, ketiganya mengalami gagal paru-paru sehingga tak mendapatkan suplai oksigen yang dibutuhkan tubuh.”
    “Apakah kematian korban pertama dan kedua juga di dalam kendaraan?”
    “Korban pertama ditemukan di dalam toilet. Setelah dicari ke mana-mana waktu diabsen di jam pelajaran kedua. Korban kedua ditemukan di ruang auditorium pada waktu latihan teater. Dan korban ketiga ditemukan di dalam bus sekolah. Kebetulan pada waktu itu saya yang dihubungi untuk mengevakuasi mayat korban dengan ambulan ke rumah sakit.”
    “Apakah mayat korban masih berada di sini?” tanya Ghost penasaran.
    “Maksudnya di kamar mayat? Tidak, keluarga korban segera mengambil mayat itu untuk dikuburkan secara layak. Mereka menolak dilakukan otopsi. Dan pihak sekolah juga mendukung agar tak dilakukan penyelidikan lebih lanjut. Tentu saja karena pihak sekolah hendak menutup-nutupi kasus ini.”
    “Apa ada saksi mata pada waktu kejadian itu?” tanya Ghost.
    “Anda seharusnya bertanya kepada polisi untuk informasi itu. Karena kasus ini juga tengah diselidiki oleh kepolisian di Pulau Badai. Meski mereka juga mendapat tekanan dari pihak sekolah. Dan tak mendapat dukungan untuk melanjutkan kasus itu.”
    “Ya, saya sudah mendapat sedikit informasi dari polisi. Bahwa para korban adalah para siswa yang sering mengganggu Erin di sekolahnya. Dan sebelum meninggal, Erin membawa buku hariannya.”
    Petugas medis itu lantas terdiam. Tak lama kemudian ia berkata. “Erin termasuk siswa yang teguh. Setelah kecelakaan fatal itu, nadinya masih berdenyut. Waktu itu saya hanya membawa korban dengan ambulan ke rumah sakit. Saya sempat memeriksa denyut nadi Erin yang melemah sebelum dimasukkan ke UGD. Setelah itu, bukan saya yang memeriksa Erin waktu di UGD. Setelah mendengar kabar bahwa Erin meninggal, mayat gadis itu kabarnya dijemput keluarganya.”
    Kali ini Ghost kembali terheran-heran. “Saya mendapat informasi bahwa kedua orang tua Erin telah tiada karena kecelakaan di laboratorium. Jadi, siapa yang menjemput Erin pada waktu itu?”
    “Mungkin dari saudara di keluarganya.” Petugas itu nampak ikut kebingungan.
    “Oya, apakah Anda melihat buku harian yang dibawa Erin ketika tewas?” tanya Ghost. “Buku harian? Seingat saya tak ada buku harian yang dibawa Erin ketika kecelakaan itu. Mungkin disembunyikan teman-temannya.”
    “Apakah polisi sudah menemukan buku harian itu?”
    “Saya tidak tau soal itu. Untuk mendapat informasi mengenai hal itu, Anda bisa bertanya kepada polisi yang waktu itu menyelidiki kasus kecelakaan yang menimpa Erin.”
    Kemudian Ghost teringat sesuatu yang mengganjal sejak kedatangannya ke Pulau Badai. “Karena merupakan pendatang di pulau ini. Saya belum pernah melihat adanya areal pekuburan di Pulau Badai. Di mana tepatnya areal kuburan di pulau ini?”
    “Untuk menghemat lahan di pulau ini, kami membuat sistem satu liang bagi mayat yang akan dikubur. Mayat itu dikumpulkan di dalam bungker di bawah Pulau Badai. Mayat yang disimpan di dalam bungker tidak akan menyebarkan penyakit. Apalagi sejak kami menemukan warga meninggal karena virus evatoxin. Virus itu ditengarai dibawa oleh penyelundup ke pulau ini sebelum ditransaksi ke pembeli di luar negeri. Kami menduga virus itu menyebar ketika diuji coba ke hewan pengerat. Di dalam laboratorium tercanggih pun pasti dihuni hewan pengerat. Bahkan di dalam kapal laut ada saja jalan bagi hewan pengerat itu untuk menyebarkan penyakit.”
    “Bungker? Jadi, mayat-mayat itu ditaruh di dalam bungker?” Ghost meraba bekas luka di lengannya. Luka akibat serangan makhluk eksperimen di dalam bungker. Ia teringat ketika tubuhnya diseret ke dalam kegelapan di lorong labirin itu....
    “Ya, dan hanya petugas berwenang yang boleh memeriksa mayat-mayat itu.” Petugas medis itu memerhatikan Ghost yang nampak tercenung. “Ada apa?”
    “Ah, tidak. Saya pikir kunci kasus ini ada pada gadis bernama Erin. Dan buku hariannya, mungkin ada petunjuk di sana.” Ghost pamit undur diri. “Terima kasih atas waktunya. Mungkin lain kali saya akan kembali meminta keterangan atas kasus misterius ini.”
    “Ya, pintu kantor saya terbuka lebar.” Petugas medis itu tersenyum.
    Setelah keluar dari rumah sakit, Ghost berencana untuk ke kantor polisi demi mengorek informasi yang lain. Namun, ia lantas mengurungkan niatnya. Ia merasa petunjuk sebenarnya ada pada Reni, yang mengetahui peristiwa kecelakaan yang menimpa Erin. Ia berharap petunjuk ada di sekolah itu. Kebetulan sepuluh menit lagi jam pulang sekolah, jadi ia harus kembali ke sekolah sesuai jadwal kebersihannya. Ia juga berencana untuk menyelidiki sekolah itu. Terutama ruang kelas tempat Erin pernah berada. Biasanya ia akan ditemani siswa yang piket di hari itu. Mungkin ia bisa mengorek keterangan dari sahabat-sahabat Erin. Dan berusaha agar tak mencurigakan ia akan segera mendekati Reni untuk mengetahui di mana keberadaan buku harian itu.
    Rahasia apa yang ada dalam buku harian Erin?
    Apakah Erin yang menjadi penyebab kematian para siswa di sekolah internasional?
    Ghost berusaha mengungkap kasus itu dengan akal sehat. Apalagi ia tak percaya hantu. Hantu Erin? Bukankah dirinya sendiri adalah hantu—Ghost, pria tanpa nama dan tanpa identitas jelas. Hantu, istilah lain untuk sesuatu yang bergerak diam-diam di balik layar, gerakan bawah tanah dan program tak kasat mata dari sistem siluman yang tak terlacak. Hantu yang tak nampak bagai sinyal-sinyal tak kasat mata dan frekuensi yang berbisik-bisik melalui kotak ajaib berisi perangkat tak bernyawa.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience