Rate

FILE 52: Misteri di Instalasi Tenaga Matahari

Mystery & Detective Series 649

Lambang itu sudah disiapkan sebelumnya. Jadi pelaku sudah menghitung jarak tembak, posisi jatuh, jarak umpan yang akan dibuat, dan sudah meneliti TKP sebelumnya.

    CAHAYA dari lampu super LED yang lebih terang dari lampu merkuri dari instalasi pembangkit listrik di Pulau Badai mampu menerangi sudut-sudut bangunan instalasi. Namun, tetap masih ada bayangan di antara panel-panel mesin.
    Semua bayangan tak bergerak, kecuali satu bayangan yang bergerak dari sudut mesin ke mesin lain. Membiarkan dirinya tetap berada di dalam bayangan yang tak bergerak. Menghindari deteksi laser yang terhubung dengan alarm dan beberapa kali menggunakan mode menghilang melewati pos sekuriti.
    Malam itu, bangunan instalasi pembangkit listrik tenaga matahari nampak sepi. Sebagian teknisi dan operator sudah pulang. Hanya seorang teknisi yang masih berada di sana. Seharusnya ia sudah pulang, namun sebuah pesan singkat membuatnya mengurung diri di dalam ruang operator.
    Teknisi itu beberapa kali bergerak gelisah, mondar-mandir di ruang kerjanya. Tidak ada rekan dan sekuriti yang mengetahui alasannya tetap tinggal di sana. Namun, ia tak bisa selamanya berada di ruang itu. Ia harus melakukan sesuatu untuk memastikan tempat itu aman. Ia mengeluarkan pistol berperedam dari brangkas kemudian bergegas pergi keluar ruang kerjanya. Ia memeriksa panel-panel keamanan yang berada di pos sekuriti.
    “Belum pulang Mas?” tanya sekuriti itu.
    “Enggak … masih ada yang harus kulakukan.”
    “Mau kubuatkan kopi?” Sekuriti itu hendak menuju ke mesin kopi.
    “Gak usah … kopi akan membuatku sulit tidur. Padahal seharian tadi aku belum istirahat. Jadi aku akan tidur di ruang perakitan.”
    “Tidur dengan pakaian terusan? Ruangan itu kan dilapisi ruangan kedap udara agar debu tak masuk ke ruangan. Lagipula tak ada tempat untuk istirahat?”
    “Ya, aku akan menginap di sana. Walau harus tidur di lantai sekalipun.”
    Sekuriti itu nampak heran. Karena selama ini belum pernah ada yang menginap di ruang perakitan. Ruang khusus bebas debu yang digunakan untuk merakit komponen yang mengandung bahan radiasi. Bahkan hantu tak ada yang dapat masuk ke sana karena
dilapisi ruangan kedap udara untuk mencegah radiasi juga untuk menjaga suhu dan tekanan ruangan agar tetap stabil.
    “Yakin Anda menginap di ruang perakitan?”
    Teknisi itu hanya menggangguk lalu bergegas keluar dari pos sekuriti. Ia telah memastikan sistem keamanan masih berfungsi dengan baik.
    Teknisi itu melewati lorong panjang yang menghubungkan bangunan satu dengan bangunan lain. Tempat ruang perakitan berada di gedung terpisah.
    Ketika melewati lorong itulah ia mendengar detap langkah yang aneh. Ia berhenti untuk memeriksa keadaan. Namun, tak ada siapapun di belakangnya. Mungkin hanya detap dari gema sepatunya. Lorong yang berada di jembatan gantung itu berjarak beberapa meter dengan jendela kaca yang dapat melihat keluar. Di luar nampak terlihat lautan panel-panel surya yang membentuk danau cermin sampai ke bawah jembatan dari lorong penghubung itu.
    Teknisi itu sudah berada di depan pintu ruang perakitan ketika kilasan cahaya nampak di belakangnya. Wajahnya nampak terkejut ketika melihat penyusup yang mengenakan pakaian putih. Ia bergegas mencabut pistolnya kemudian mulai menembak. Tapi, tunggu dulu.
    Peluru yang ditembakkan menembus penyusup itu seolah tak bertubuh!
    Ada apa sebenarnya?
    Peluru yang ditembakkan menghancurkan dinding kaca lorong itu. Membuat lubang besar di tembok kaca.
    Teknisi itu mendekati penyusup yang masih terdiam di sana.
    “Aku tak akan mati semudah yang kau kira! Kau kira bisa mengecohku?” Teknisi itu menduga hologram yang ditampilkan di lorong itu berasal ujung lorong. Namun dugaannya salah. Ketika ia memeriksa lubang kaca itu. Sebuah peluru melesat menembus lubang kaca. Tanpa penghalang apapun mengenai tepat ke pelipis teknisi itu. Tubuh teknisi itu terdorong ke belakang, menabrak kaca yang telah tertembus peluru.
    Bunyi kaca pecah terdengar ketika tubuh teknisi itu terlempar keluar. Jasnya berkibar-kibar ketika jatuh ke panel surya. Tewas seketika.
***
    Pukul 23.12 berita mengenai penembakan di instalasi pembangkit listrik tenaga surya menggegerkan kepolisian. Beberapa protes dilayangkan dari teknisi lain yang meragukan sistem keamanan di Pulau Badai yang begitu mudah ditembus. Namun, polisi berkilah bahwa penembak misterius itu telah menggunakan siasat yang jitu untuk menjebak korban. Termasuk memanfaatkan korban untuk memberikan tembakan agar kaca jembatan pecah sehingga peluru dari senapan runduk tak terhalang apapun.
    Penjagaan ketat di sekitar instalasi pembangkit listrik percuma. Penembak misterius itu telah lenyap bagai ditelan bumi. Satu per satu kendaraan yang keluar masuk dan melewati akses jalan di sekitar instalasi diperiksa. Namun, polisi tak menemukan hal yang mencurigakan. Sekali lagi pihak keamanan merasa kecolongan.
    Satu per satu warga pendatang mulai diperiksa. Dari laporan kepolisian ada warga yang keluar secara diam-diam dari pulau itu. Namun, hal itu lantas tak membuat warga di Pulau Badai tenang. Rentetan kasus tanpa hasil penyelidikan membuat pekerja asing dan staf ahli merencanakan untuk secepatnya keluar dari pulau itu.
    Inspektur Anton menghubungi rekan-rekannya untuk membantu mengatasi kasus di Pulau Badai, namun mereka tak memiliki kewenangan di sana. Kecuali jika membantu tanpa embel-embel profesi mereka sebagai aparat penegak hukum. Namun sebagai warga sipil yang hendak membantu menyelesaikan kasus itu.
    Inspektur Anton tak ingin jatuh korban lagi. Seakan tak memberinya ruang untuk bernapas. Laporan mengenai kasus itu terus berdatangan kepadanya, meminta agar ia ikut membantu mengungkap kasus itu. Meski wilayah ini bukan daerah wewenangnya.
    Tengah malam itu, Inspektur Anton sudah menuju ke TKP.
    “Apakah ada saksi mata yang melihat korban terakhir kali” tanya Inspektur Anton.
    “Ya, sekuriti itu sempat berbincang dengan korban.”
    “Apa ada hal yang aneh?”
    “Katanya korban hendak menginap di ruang perakitan. Padahal tak ada yang pernah menginap di sana. Tentu saja, di ruangan itu hanya ada mesin, meja dan kursi tak ada sofa untuk istirahat. Lagipula untuk ke sana harus mengenakan pakaian terusan.”
    Inspektur Anton melangkah hati-hati di antara panel tenaga matahari. Malam itu panel tak aktif. Jika tak aktif, badan panel bergerak otomatis membentuk sudut tiga ratus enam puluh derajat secara horisontal. Ia melewati seorang polisi yang menunjuk mayat korban.
    Mayat korban tergeletak jatuh membentuk panel tenaga surya. Membuat retakan panjang di panel itu. Darah dari pelipisnya membasahi panel itu.
    “Lebih baik kita menunggu tim Labfor datang.”
    “Aku malah berpikir untuk mengolah sendiri TKP dan melaporkan secara online.”
    “Apakah pernah dicoba?”
    “Ini pertama kalinya kasus diolah secara jarak jauh.”
    “Walaupun begitu, kasus ini tetap bukan wewenang Anda bukan?”
    “Ya, walau begitu. Kasus ini merupakan mata rantai dari kasus sebelumnya yang terjadi di pusat.”
    “Penyidik di sini masih hijau. Belum pernah memecahkan kasus pelik semacam ini. Biasanya rekan-rekan saya hanya hanya bisa menangkap orang dan seringkali malah salah tangkap, tanpa bekerja keras mengungkap bukti-bukti yang ada di TKP.”
    “Bagaimana dengan petugas dari asing?”
    “Ya, karena belum ada korban dari pihak asing, mereka adem ayem saja.”
    Polisi itu mencari proyektil yang menembus kepala korban. Ia memakai sarung tangan dan mencoba menyisir tempat di sekitar panel surya itu. Lantai logam menutupi kabel-kabel yang nampak bersilang-silang di bawah panel surya itu. Namun, ia tak menemukan proyektil itu.
    Inspektur Anton memeriksa mayat teknisi itu.
    Tulang leher teknisi itu patah akibat jatuh dari ketinggian. Darah dari kepalanya merembes membasahi jas putih yang dikenakannya. Mayat itu menyerupai patung manekin yang jatuh ke atas cermin raksasa. Di lehernya nampak kartu pengenal yang juga berfungsi sebagai kunci ruangan. Teknisi itu mengenakan jas putih dan celana hitam yang nampak masih baru karena berada di ruangan yang nyaris bebas debu. Teknisi itu bisa berganti-ganti pakaian ketika berada di ruangan lain yang berbeda.
    Ketika memeriksa saku celana korban, Inspektur Anton menemukan sebuah ponsel menyembul dari saku jas putih korban. Layar ponsel itu agak retak karena terbentur panel dan tertindih tubuh korban. Namun, layarnya masih dapat menyala dan bekerja baik.
    Inspektur Anton merogoh saku di celana kargonya dan mengeluarkan sarung tangan. Ia mengenakan sarung tangan dan berhati-hati mengumpulkan data post mortem. Ia memasukkan kartu indentitas milik korban ke plastik barang bukti terpisah. Kemudian memerisa ponsel milik korban. Sayangnya ponsel itu telah dikunci dengan kata sandi. Ia bukan ahli IT jadi tak mengerti cara memeriksa data di dalam ponsel itu. Ia berencana mengirim data-data yang ada di ponsel itu dengan kabel data dan mengirimnya ke rekan-rekannya yang ahli dalam digital forensik.
    Inspektur Anton kembali memeriksa dengan saksama mayat itu. Rambut mayat itu penuh pecahan kaca. Kemudian inspektur itu mengeluarkan ponselnya lalu memotret posisi korban. Ketika melakukan pemotretan, inspektur itu menyadari pantulan cahaya dari kertas alumunium yang berada di saku kemeja korban. Jemari korban nampak memutih. Dengan berhati-hati inspektur itu memasukkan kertas alumunium foil ke plastik barang bukti.
    Setelah itu ia mengambil ponsel korban untuk diperiksa oleh digital forensik. Setidaknya ia harus mengirim data-data di dalam ponsel itu untuk diperiksa.
    Inspektur Anton nampak berpikir keras sambil mengunyah permen jahe yang melumer di dalam mulutnya. Bagaimanapun pelaku berusaha mengecoh dan memancing korban untuk menembak kaca agar peluru yang ditembakkan tidak meleset. Karena ketinggian jembatan itu cukup menyulitkan untuk membidik sasaran dari bawah. Jadi pelaku penembakan harus berada di jarak yang cukup jauh agar dapat membidik korban.
    Yang menjadi pertanyaan, bagaimana pelaku dapat memancing korban hingga menembak dinding kaca di jembatan itu? Apakah ada isyarat cahaya atau panggilan suara di ponsel milik korban?
    Polisi mulai memasang garis polisi di sekitar TKP. Mereka menandai posisi korban kemudian hendak mengangkat korban dari sana. Ketika tubuh korban hendak dipindahkan itulah sebuah lambang nampak di bawah tubuh itu. Dan Inspektur Anton mengenalnya.
    Inspektur Anton menduga lambang kematian dari game Blizzard sudah ditempel di sana jauh sebelum mayat terjatuh. Lambang itu sudah disiapkan sebelumnya. Jadi pelaku sudah menghitung jarak tembak, posisi jatuh, jarak umpan yang akan dibuat, dan sudah meneliti TKP sebelumnya.
    Jadi pelaku sudah merencanakan dengan matang aksi penembakan ini? Inspektur Anton hanya dapat bertanya-tanya sembari berpikir keras.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience