Rate

FILE 15: Agatha Casey Holmes

Mystery & Detective Series 649

AGATHA kembali mengubah penampilannya sebagai Selfi sebelum kembali ke dalam hotel. Agar tak dicurigai sebagai orang asing yang mencolok. Ia melepas wig dan kacamata di dalam ruang toilet mall yang sepi. Menghindari CCTV agar tak merekam gerak-geriknya ketika berganti penyamaran. Ia menunggu sampai toilet wanita sepi ketika berganti penyamaran di dalam bilik.
    Sesampai di dalam kamar hotel, ia tak melihat Denara. Wanita itu pasti sedang sibuk menyiapkan kru TV untuk memulai acara syuting tentang kasus Maria.
    Mencoba peruntungan untuk menggali informasi lebih mendalam, ia mencoba menghubungi Inspektur Anton. Ia menekan nomer Inspektur Anton yang telah diberikan kemarin di ponselnya. Terdengar suara panggilan di sambungan ponselnya.
    “Ya, halo ada yang bisa saya bantu?”
    “Ini Selfi….”
    “Oya, Selfi ada apa?”
    “Bagaimana perkembangan kasusnya?”
    “Ya, sekarang sedang menangani kasus Maria, sementara penyelidikan kasus hotel Merkuri juga jalan terus.”
    “Apakah saya boleh ke sana?”
    “Belum bisa. Nanti setelah prosesnya selesai baru akan diadakan konferensi pers.”
    Selfi mengerutkan kening. Ia merasa Inspektur Anton tengah menjaga jarak dengannya. Kemudian ia memungkas di ponselnya. “Oke, kalau sudah selesai kabari ya.”
    Inspektur Anton hanya menjawab pendek. “Oke.”
    Tak habis akal, Selfi menunggu hingga beberapa menit kemudian ia mengubah logatnya menjadi Agatha. Ia menggunakan ponsel yang lain untuk menelepon Inspektur Anton. “Hellooo. Ini nomer saya, Agatha Casey Holmes.”
    “Ya? Ada apa?”
    “Bisa saya ke sana sekarang?”
    Untuk beberapa detik tidak ada jawaban dari Inspektur Anton. Kemudian ia menjawab. “Oya, silakan.”
    “Beberapa menit lagi saya akan berada di sana.” Kemudian sambungan ponsel itu berakhir. Agatha kembali menjadi sosok Selfi. Gadis itu tak habis pikir, kenapa Inspektur Anton lebih memilih Agatha daripada Selfi? Daripada dirinya? Sebagian, ia seperti mengerti alasannya, mungkin karena Selfi mewakili acara Fakta dan Kriminal yang tak disukai inspektur itu. Atau Inspektur Anton tak ingin aku terlibat lebih jauh dalam kasus berbahaya itu? Selfi hanya dapat bertanya-tanya.
    Jadi penyamaranku berhasil mengecoh inspektur berbakat itu? Atau sebenarnya ia memiliki rencana lain?
    Dengan perasaan gamang, Selfi kembali menyiapkan penyamarannya.
***
    “Ini benar tulisan Maria?”
    Agatha berada di kantor Inspektur Anton. Ia berjanji tidak akan membeberkan fakta yang baru ditemuinya itu, sebelum penyelidikan polisi lengkap.
    Inspektur Anton menunjukkan surat dan suara dari ponsel Maria yang direkam orang tua Maria. Barang bukti masih dalam proses penyelidikan.
    Di dalam surat itu tertulis:
    Aku memutuskan kabur dari rumah karena tidak tahan lagi dengan keadaan di rumah, sekolah dan tempat syuting. Jika kalian masih sayang kepadaku, tolong jangan mencariku!! Aku akan pergi jauh dan tidak akan membuat masalah lagi dengan kalian…
    Suara Maria yang direkam di ponsel ibunya terdengar panik. Bunyi berkeresak keras menghalangi suara Maria. Seperti terdengar dari dalam gedung yang luas dan tinggi. Suara itu makin melemah dan seperti menjauh dari alat perekam.
    “… ular … banyak … tiga pria besar ... sebentar lagi mereka akan memindahkanku lagi … tolong….”
    Kemudian terdengar suara-suara berat dan serak di belakang tubuhnya. Suara dari orang yang berbeda:
    ”Hei … rampas ponselnya ... ikat dia….”
    “Kenapa kalian diam saja….”
    "Ibu Maria juga menerima pesan SMS dan panggilan ponsel dari Maria yang hendak meminta tolong. Orang tuanya sudah siap merekam ketika datang panggilan itu." Inspektur Anton menunjukkan teks yang disalin dari ponsel orangtua Maria.
    From: Maria. Tolong aku di gudang tua … mereka bertiga … aku nggak mengenal mereka…
    Suara panggilan yang direkam orang tua Maria datang pada dini hari. Suara itu terdengar panik dan terburu-buru. Suara yang melemah dan seperti terdengar dari dalam gedung yang luas dan tinggi. Aku nggak akan kabur lagi dari rumah … aku menyesal … tolong aku … tolong....
    “Ya, otentik. Pernyataan kedua orang tua korban menguatkannya.” Inspektur Anton duduk tepekur di kursinya. “Oh, ya, kami juga menemukan rekaman suaranya.”
    “Apa Anda memiliki tujuan atau kepentingan ketika menyampaikan semua informasi ini kepada orang asing seperti saya?” tanya Agatha. Berusaha mengetahui motif sebenarnya kenapa inspektur itu lebih terbuka kepada media asing. “Saya merasa Anda lebih tertutup kepada media lokal.”
    “Anda tau sendiri bagaimana media lokal memelintir informasi yang ditemukan di lapangan? Dan membuat sensasi berbau mistis? Dan cepat atau lambat berita ini pasti tersebar ke media. Melalui saya atau rekan saya lainnya yang juga tengah menyelidiki kasus ini.” Inspektur Anton membuka-buka arsip di depannya. “Saya ingin Anda menulis berita ini apa adanya, tanpa menambahinya. Seperti berita yang terlanjur berkembang di media-media lokal picisan.”
    “Maksud Anda?” tanya Agatha sembari mengamati raut wajah Inspektur Anton yang tak sekalipun menaruh curiga padanya. Ia berusaha agar suaranya terdengar lebih dalam dan berat daripada suara Selfi yang renyah.
    “Tentang Si Manis Jembatan Ancol. Ah, itu nggak masuk akal.” Inspektur Anton mengulum senyum. “Infotainment berusaha menghubungkan menghilangnya Maria di atas Jembatan Ancol dengan Si Manis dan Kanjeng Ratu Kidul. Berita seperti di acara Fakta dan Kriminal, atau Mistis, dan lain-lain. Stasiun TV tengah berlomba-lomba menyajikan sensasi untuk meningkatkan rating.”
    “Ah, ya, tentu saja.” Agatha merasa terbantu karena memiliki narasumber. “Kami sebagai redaksi surat kabar juga harus menyajikan berita yang menarik.”
    “Saat ini kami masih melakukan penyelidikan terhadap para pelakunya.” Inspektur Anton memandang ke arah Agatha. Seolah ia mengingat-ingat orang yang dikenalnya.
    Merasa diperhatikan Agatha berusaha menghindari tatapan inspektur itu. Ia kembali memeriksa arsip yang berada di meja. “Ya, saya akan dengan senang hati menulis segala perkembangan kasus ini. Tanpa tambahan hal-hal berbau mistis seperti acara-acara di TV.”
    “Oke, sebagai rasa terima kasih apa Anda ada waktu untuk kopi atau makan siang?” Agatha berusaha menjalin hubungan yang lebih akrab.
    “Sayangnya tidak. Saya juga sedang menyiapkan informasi yang masuk akal untuk kru TV. Agar beritanya tidak lagi beraroma klenik.” Inspektur Anton tersenyum.
    “Oh, jadi Anda juga dekat dengan stasiun TV tertentu?”
    “Ya, lebih karena terpaksa. Karena mereka telah menerobos TKP dan juga telah mendapat ijin dari atasan. Dan kebetulan ada seorang yang tanpa sadar melibatkan diri dalam kasus ini. Namanya Selfi, Anda pasti mengenalnya kalau rajin menonton acara TV. Dia host sekaligus reporter.” Inspektur Anton mengamati raut wajah Agatha.
    “Selfi … ya, Selfi yang itu. Acara Fakta dan Kriminal.” Agatha memperbaiki letak kacamatanya. Ia memakai kacamata gradasi sehingga tak begitu menampakkan sorot matanya. Untungnya make up yang dikenakannya cukup tebal dibandingkan Selfi yang sering tampil natural tanpa make up. Sikap Selfi yang lebih tomboy berusaha ditutupi dengan bersikap lebih fenimin.
    “Sebenarnya saya suka cara menyampaikan Selfi di acara TV itu. Penampilannya yang tanpa make up malah lebih cantik dan natural. Ia juga tak seperti host acara lain yang sering over acting atau dibuat-buat.”
    “Jadi Anda pikir penampilan saya norak? Tunggu sampai Anda melihat saya tanpa make up. Tanpa lipstik. Dan udara tropis di Indonesia nyaris membuat saya setengah telanjang di dalam hotel.” Suara Agatha terdengar menggoda inspektur itu. Ia tak menyangka berani mengatakan hal selancang itu kepada inspektur polisi di depannya. Di sisi lain ia hendak mengetahui usahanya untuk mengatasi kebutuhan biologisnya. Mengetes apakah Inspektur Anton seorang playboy sehingga tetap memilih lajang atau orientasi lainnya. “Saya dengar Anda masih lajang? Ah, kita senasib.”
    “Kalau pria memiliki banyak waktu untuk membujang, tapi kalau wanita memiliki waktu lebih terbatas.” Inspektur Anton nampak enggan membahas hal pribadi itu lebih jauh. Ia berusaha mengakhiri percakapan itu. “Ada lagi yang perlu ditanyakan?”
    “Satu lagi, apakah Anda punya pacar atau sudah pernah berkeluarga?” Agatha masih bersikeras mengetahui hal pribadi inspektur itu. Pertanyaan yang pastinya tak akan berani diucapkan jika dirinya menjadi Selfi.
    “Apa hubungannya dengan kasus ini? Pertanyaan itu gak relevan.” Inspektur Anton nampak tersinggung.
    "Maaf, bukan maksud saya mengorek kehidupan pribadi Anda," ujar Agatha. "Coba cermati sekali lagi. Para korban di hotel Merkuri itu saya kira adalah lelaki hidung belang. Jadi Anda sebaiknya berhat-hati jika tak ingin ikut terkena sensasi kutukan Ancol.”
    "Dengar." Inspektur Anton mencari kata-kata yang tepat. "Profesi seperti saya menyita banyak waktu dan menguras pikiran. Lagian saya terus dihantui trauma ketika terkubur hidup-hidup. Untuk urusan biologis harus saya kesampingkan, atau terlibat masalah lain. Lagian banyak pasang mata yang mengawasi kinerja saya, dan saya harus menjadi teladan bagi yang lain.”
    “Jadi Anda tak memiliki pacar? Atau pergi berpesta di sela-sela kesibukan?” tanya Agatha sembari tersenyum tipis.
    “Keluarga saya masih memegang erat ada ketimuran, tidak bebas seperti di negara asal Anda. Dan saya masih merasa kasihan kepada calon gadis yang berusaha diperkenalkan oleh keluarga saya ... tak mau membagi rasa sakit dari trauma ini.”
    Akhirnya Agatha mendapat informasi tentang pribadi Inspektur Anton yang kaku dalam urusan percintaan. “Ya, saya pernah baca berita mengenai kasus mafia narkoba yang mengubur Anda hidup-hidup karena menolak menerima suap mereka. Maaf, saya masih belum melihat dan merasakan rasanya dikubur hidup-hidup. Saya bersyukur dapat bertemu dengan Anda dalam keadaan yang baik seperti sekarang.
    Inspektur Anton menghela napas panjang. Ia tak menyangka akan membicarakan masalah pribadinya yang jarang diugkapkan ke orang asing. Hanya beberapa rekan dekatnya yang mengetahui kisah pribadinya.
    Ketika keduanya berpisah. Ada sedikit rasa lega di hati Agatha bahwa Inspektur Anton adalah pria baik-baik. Begitu pula Selfi makin mengagumi inspektur polisi itu dengan segala trauma, kekurangan dan kelebihannya.
    “Kembali ke topik. Apakah kasus ini memang ada hubungan dengan legenda setempat. Si Manis Jembatan Ancol dan Ratu Pantai Selatan?” tanya Agatha.
    “Saya yakin tidak ada hubungannya. Tidak ada hubungan antara pantai utara dan pantai selatan. Ini hanya pengalih perhatian yang dibuat pelakunya.” Inspektur Anton nampak yakin. Ada rasa lega karena Agatha tak lagi berusaha mengorek hal pribadinya.
    “Oke. Saya sangat berterima kasih atas waktunya. Maaf, kalau ada pertanyaan yang tak berkenan. Saya akan mengharap ada informasi baru tentang perkembangan kasus ini.”
    Inspektur Anton hanya mengangguk sembari menghela napas. Agatha pamit sembari keluar dari kantor inspektur itu. Ada kesangsian di benak mereka tentang kebenaran legenda Si Manis Jembatan Ancol. Dan isu kembalinya kekuatan Nyi Lara Kidul untuk melindungi perempuan yang harkat dan martabatnya tertindas.
    Pembalasan hantu Maria yang dibantu Si Manis Jembatan Ancol yang mendapat mandat dari Kanjeng Ratu kidul tidak berhenti sampai di situ.
    Keyakinan mereka akan diuji.
    Sekali lagi.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience