Rate

FILE 87: Barang Bukti Sang Hantu

Mystery & Detective Series 649

Di dinding banyak coretan tulisan nama Erin ... kemudian ia terhenyak.
Apa sebenarnya yang ada di ruangan itu?

    RENI masih memeriksa ruangan di dalam rumah Erin. Ia menjauhi tim polisi yang tengah memeriksa di ruangan lain. Meski bukan pertama kalinya ke rumah Erin. Namun, ia seperti telah mengenal ruangan itu. Rumah Erin cukup besar dan nyaman dengan banyak ruangan. Hampir di setiap ruangan terdapat rak buku dengan berbagai ukuran.
    Di ruang musik terdapat piano dan gramofon antik di atas meja marmer. Kursi dan perabotan lain di ruangan itu tertutup kain. Debu menumpuk di sudut-sudut ruangan. Sarang laba-laba menjuntai di atas lampu kristal. Langit-langit ruangan dibuat tinggi.
    Reni mendekati piano yang berada di dekat jendela paling besar di ruangan itu. Ia mengamati tiap tutsnya dan mendapati tuts yang tak berdebu. Nampaknya seseorang baru-baru ini sering menekan tuts itu.
    Reni mengamati keadaan ruangan. Memastikan bahwa dirinya seorang diri di ruangan itu. Samar-samar ia mendengar suara polisi dari kejauhan. Jadi, ia bergegas menekan tuts di piano itu. Anehnya, tak ada bunyi yang keluar. Sebagai gantinya bunyi seperti benda bergeser terdengar. Ia mencari berkeliling bunyi itu dan mendapati rak buku yang menempel di dinding bergeser terbuka.
    Ia hendak melangkah mendekati rak buku yang terbuka itu ketika suara-suara makin jelas terdengar di koridor. Ia buru-buru melangkah ke piano dan kembali menekan tuts yang tak berdebu itu. Rak buku kembali bergeser menutup.
    Pas ketika wajah polisi muncul dari ambang pintu ruang musik.
    “Hei, sebaiknya dilanjutkan besok saja,” ujar polisi itu mengamati Reni.
    “Eh, ya, tapi saya masih mau di sini.”
    “Oke, kalau gitu jangan lupa kode pintu ruang depan: 008. Kodenya udah diganti sejak disabotase untuk digeledah.”
    “Oh, oke. Akan kuingat.”
    Polisi itu masih mengamati Reni yang bertingkah agak gugup. Kemudian berbalik meninggalkan Reni seorang diri di ruangan itu.
    Apakah buku harian itu berada di balik rak itu?
    Reni hanya dapat membatin.
***
    Ghost menunggu balasan kiriman dari Inspektur Anton. Namun, masih tak ada balasan. Jadi ia memutuskan untuk melanjutkan penyamaran tanpa ijin dari inspektur itu. Ia sudah mengerti gaya bicara dan sikap inspektur itu, jadi ia berlatih beberapa menit di depan cermin dalam kamar apartemennya. Setelah itu ia membawa lencana palsu dan topi polisi yang menutupi rambut ikalnya. Topi polisi yang ditemukannya tempo hari di sekitar bus. Dengan masker kesehatan yang menutupi sebagian wajahnya membantu penyamarannya. Ia mengenakan kaos yang tertutup jaket dan celana kargo yang mirip seperti yang dikenakan Inspektur Anton.
    Setelah yakin dengan penyamarannya, Ghost keluar dari apartemen. Dalam perjalanan ia menyimpan topi polisinya. Ketika di pelataran apartemen. Ia berpapasan dengan Ela yang baru saja keluar dari mobil listrik. Itu kesempatan bagus bagi Ghost untuk menguji penyamarannya. Ia berjalan agak dekat dengan Ela yang bergegas masuk ke dalam apartemen.
    Ketika berpapasan, awalnya Ela tak menyadarinya. Ghost sudah yakin bahwa penyamarannya gak akan mengecoh Ela yang mengenal dekat Inspektur Anton. Namun, setelah melewati Ghost, ilmuwan muda itu berhenti seakan melihat hantu.
    “Eh, Inspektur Anton?” tanya Ela tidak jauh di belakang punggung Ghost.
    Ghost tersenyum penuh kemenangan. Penyamarannya ternyata berhasil.
    “Maaf, Anda salah orang,” ujar Ghost tak menoleh ke arah Ela.
    “Oh, ya, maaf. Saya kira Inspektur Anton,” sesal Ela. Wajahnya nampak bersemu merah.
    Ghost melanjutkan perjalanan menuju ke halte bus listrik. Bersama penumpang lain ia bergegas masuk ke dalam bus listrik yang datang. Ia sengaja tak membawa mobil listrik agar tak mencurigakan. Apalagi plat mobil dan ciri mobilnya bisa terekam CCTV di kantor kepolisian.
    Sesampai di kantor kepolisian Pulau Badai, hari sudah sore. Pergantian shif di kantor kepolisian di hari itu menguntungkan Ghost yang dapat menyusup dengan mudah. Hanya beberapa polisi yang berjaga di kantor. Setelah menunjukkan identitasnya sekilas, lalu ia berkata. “Saya Inspektur Anton. Yang pernah menangani kasus di sini.”
    Polisi jaga untuk beberapa lama memerhatikan Ghost dari ujung kepala sampai ujung kaki. Awalnya ia agak curiga karena Ghost memakai masker kesehatan yang menutup sebagian wajahnya.
    “Lagi flu inspektur?” tanya polisi itu.
    "Ya, uhuk.” Ghost terbatuk. Suaranya dibuat lebih berat.
    “Ada kepentingan apa ke sini? Saya dengar kabar inspektur sudah pergi dari Pulau Badai?” tanya petugas jaga itu.
    Ghost berhati-hati memilih kata-kata yang tepat. Setidaknya polisi itu bisa diajak bicara. “Saya diminta oleh pusat untuk menyelidiki barang bukti di dalam mobil listrik itu. Sekolah internasional di Jakarta yang memintanya.”
    “Oh, begitu. Ya, mari kuantarkan ke gudang. Mobil listrik itu rencananya akan dikembalikan ke orang tua korban. Namun, orang tua korban masih berkabung. Jadi, mereka tak sempat mengambil mobil itu ketika ke kantor polisi.” Petugas jaga itu mengantar Ghost ke gudang yang berada di sebelah ruang interogasi.
    “Apa sudah ada yang memeriksa mobil itu? Atau membersihkannya?” tanya Ghost terus berbicara agar polisi itu tak mencurigainya. Jadi, pikiran polisi itu berpusat kepada mobil listrik itu.
    “Belum dibersihkan. Masih dibiarkan seperti sedia kala. Seorang penyelidik hanya menemukan sidik jari korban di dalam mobil listrik itu.”
    Ghost memasuki koridor yang terhubung dengan gudang. Pintu gudang terbuka lebar dan nampak mobil listrik itu masih utuh berada di dalam sana.
    “Anda akan saya tinggalkan karena sebentar lagi saya diganti rekan saya.” Polisi itu bergegas meninggalkan Ghost. “Semoga berhasil mengungkap kasus ini inspektur.”
    “Oke, terima kasih.” Ghost masih belum dapat bernapas lega ketika berhasil berada di dekat mobil listrik itu. Hal pertama yang diperiksanya adalah kamera CCTV yang berada di gudang itu. Lalu kamera yang berada di koridor. Karena itu ia berusaha menghindari wajahnya. Menutupi kamera CCTV dengan punggung tubuhnya.
    Ia tak membuang-buang waktu. Mobil listrik di dalam gudang itu segera diperiksa oleh Ghost. Ia hanya mencari remasan kertas atau sampah kertas lainnya yang berada di lantai mobil.
    Ghost mengenakan sarung tangan ketika berada di dalam kabin mobil. Sampah kertas masih ada di bawah dasbor. Jadi, ia mengambil sampah kertas itu dengan hati-hati lalu memasukkannya ke dalam plastik barang bukti.
    Setelah mendapatkan sampah kertas itu. Kemudian ia mengganti dengan kertas yang dibawanya. Ia meremas kertas yang dibawanya kemudian membuangnya di lantai di bawah dasbor. Tentu saja ia masih sadar diawasi kamera dengan berusaha mungkin menghindari arah pandang kamera CCTV di dalam gudang itu. Sebelum pergi ia juga memeriksa jok bagian belakang. Namun, tak ada apapun di sana. Ia bergegas keluar dari dalam ruang gudang.
    Di kantor masih sedikit polisi yang nampak. Keramaian justru berada di pelataran. Polisi yang masuk shif di hari itu mulai berdatangan. Karena itu ia berusaha mencari jalan keluar lain melalui pintu samping kantor polisi. Ia berusaha menutupi sebagian wajah dengan lidah topi polisi yang dikenakannya.
    Pintu samping kantor polisi terkunci. Ia terpaksa berputar kembali menuju ke pintu belakang. Pintu belakang juga terkunci. Jadi, ia memutuskan mencari jalan keluar melalui pintu dapur. Di dalam dapur nampak petugas yang sedang bersih-bersih. Ia menunggu sampai petugas itu membuang sampah keluar dari kantor polisi. Setelah pintu dapur terbuka ia bergegas menuju keluar. Di luar dapur itu berhubungan dengan taman yang berada di setiap sisi kantor polisi.
    “Loh, kok lewat pintu dapur Mas?” tanya petugas dapur yang sudah membuang sampah.
    Agar tak mencurigakan Ghost menjawabnya. “Ya, mau mencari udara segar. Agar fluku cepat sembuh.” Walau alasannya tak masuk akal setidaknya ia memiliki waktu untuk melangkah menjauhi kantor polisi.
    Pagar berteralis membatasi areal kantor polisi dengan taman. Jadi ia menyusuri pagar teralis hingga sampai di pelataran depan. Ia mengawasi mobil-mobil listrik dari kepolisian yang diparkir di sana. Tak ada yang mencurigakan. Tak ada yang menyadari bahwa dirinya telah berhasil menyusup ke dalam kantor polisi tanpa dicurigai.
    Dering ponsel mengejutkan Ghost. Ia lupa mematikan dering ponselnya. Ia makin mempercepat langkah agar sampai ke jalan utama. Setelah berada di trotoar, ia merogoh saku jaketnya. Lalu, mengeluarkan ponselnya. Di layarnya tertera nama Inspektur Anton.
    Ghost segera mengangkat ponselnya. “Ya, haloo?”
    “Halo, Ghost. Sori, masih sibuk resepsi pernikahan nih. Oya, apa kau sudah menyusup ke kantor polisi?”
    “Ya, baru saja. Dan berhasil keluar membawa barang bukti.”
    “Pantes barusan ada polisi yang melapor dari Pulau Badai. Menanyakan apakah aku berada di pulau itu. Padahal aku sedang berada di acara resepsi pernikahan ini.”
    “Lalu, apa jawab inspektur?”
    “Ya, aku bilang bahwa aku berangkat ke Pulau Badai kemarin. Tapi, Ghost, polisi pasti akan mengecek alibiku. Dan penyusupan itu cepat atau lambat pasti akan ketahuan. Jadi, kau harus mengungkap kasus itu secepatnya dan segera keluar dari Pulau Badai.”
    “Oke, inspektur. Kasus ini akan segera terungkap.”
    “Tetap waspada Ghost. Pengaruh sekolah internasional itu cukup kuat ke pusat. Jadi, jika aku dicurigai terlibat, maka akan menghadapi masalah lagi.”
    “Ya, aku paham.”
    “Aku akan menunggumu di sini. Bawa Rosela ikut serta ya.”
    “Terima kasih inspektur.”
    “Good luck!”
    Sambungan ponsel itu berakhir. Ghost bergegas pergi ke halte bus listrik. Tidak menunggu lama karena bus listrik di Pulau Badai tepat waktu.
    Setelah masuk ke dalam bus. Ia baru bisa bernapas lega. Setidaknya untuk sementara waktu. Sebelum polisi menyadari bahwa ada penyusup yang telah masuk ke markas mereka. Ia berharap kali ini dapat menemukan petunjuk pada sampah kertas itu.
    Apa sebenarnya yang ada di kertas itu hingga dapat membunuh?
***

    Siang sebelumnya

    Reni masih berada di rumah Erin. Kali ini ia seorang diri. Ia mengawasi polisi menjauh dari rumah itu melalui kaca jendela di ruang musik. Setelah yakin bahwa polisi sudah pergi ia bergegas menekan tuts piano yang tak berdebu itu lagi.
    Rak buku bergeser membuka.
    Reni melangkah masuk ke ruangan rahasia yang berada di balik ruangan itu. Ruangan itu seperti sebuah laboratorium dengan dengan meja dan kursi yang berada di tengahnya. Bukan hanya buku, namun juga meja percobaan dengan tabung-tabung, selang dan alat-alat yang tak diketahuinya. Tumpukan buku-buku nampak berserakan di meja dan di lantai. Kemudian ia menyadari buku harian Erin berada di atas meja itu.
    Di dinding banyak coretan tulisan nama Erin ... kemudian ia terhenyak.
    Apa sebenarnya yang ada di ruangan itu?

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience