Rate

FILE 29: Investigasi Tiga Dimensi

Mystery & Detective Series 649

  MALAM hari itu di garasi ruang forensik, Inspektur Anton masih memeriksa mobil korban. Ia sudah melupakan pesan teks yang dikirimkan kepada Selfi bahwa dirinya pulang telat, lagi. Ia sudah terbiasa lembur di Lab. Forensik. Karena waktunya makin sempit, ia menyisir kembali seluruh bagian jok mobil. Ia membawa lampu UV dan luminol. Bahkan ia membuat gambar denah mobil berikut lintasan tembakan. Ia juga menemukan jejak darah di sandaran jok depan bagian kanan, tepat di belakang supir. Jejak darah yang mengering itu muncul pada tes luminol yang dilakukannya. Anehnya di atas jok malah tidak ditemukan jejak darah. Ketika menyemprot cairan luminol di jendela mobil kanan juga bersih dari darah. Seharusnya tembakan jarak dekat dari jendela ke arah kepala membuat cipratan darah menyebar di sekitar jok dan jendela dalam mobil. Ia juga menemukan jejak darah di luar pintu mobil dan di bawah jok di atas karpet.
    Rasa lelah menggelayut di pundak inspektur polisi itu. Lehernya seperti berkalung baja. Kemudian bunyi dengungan itu terdengar kembali. Anehnya ia tak mendengar suara-suara dari dalam kabin mobil itu. Seperti suara hantu yang terperangkap di dalam kabin itu. Tidak berapa lama ia menyandarkan diri di jok mobil lalu memejamkan mata. Awalnya ia hendak beristirahat sejenak, namun kemudian terdengar suara panik. Suara yang terdengar dari jok depan. Suara yang menyebut asma Tuhan dan terdengar seperti gumaman doa itu berada di arah kemudi mobil.
    Kenapa hanya terdengar satu suara? Apakah suara si sopir? Kenapa tidak terdengar suara korban? Tiba-tiba bunyi letusan terdengar tepat dari samping inspektur polisi itu. Bersamaan dengan bunyi kaca pecah. Setelah itu hening … kemudian terdengar lagi suara-suara panik dari kejauhan. Suara-suara orang-orang yang berdatangan di sekitar TKP, sekejap kemudian suara itu makin menjauh hingga akhirnya lenyap.
    Apa yang terjadi sebenarnya?
    Inspektur Anton beranjak dari jok dan keluar dari kabin. Kemudian ia menghitung ketinggian sepeda motor Yamaha Scorpio sesuai ciri-ciri sepeda motor yang ditumpangi penembak. Ia menggunakan simulasi hologram tiga dimensi dari program yang ada di dalam komputer Labfor. Gambar hologram tiga dimensi sepeda motor itu didekatkan dan diukur dengan cermat. Penanda laser ditempelkan di kedua lubang jendela. Ia mendapati dua lubang peluru di jok kiri mobil yang proyektilnya telah diambil. Jadi kedua peluru itu pasti telah menembus tubuh korban. Atau sama sekali tidak mengenai tubuh korban? Dari gambar yang dibuatnya jika korban memang duduk di jok kiri peluru itu memang akan mengenai kepalanya. Apalagi jika korban tidak bergerak dan diam saja di sana. Tapi tidak mungkin korban diam saja ketika mobilnya dihadang Avanza silver atau ketika sepeda motor itu mendekat. Dari dalam kaca jendela mobil, korban akan leluasa melihat pelaku, tetapi pelaku tidak dapat melihat korban.
    Inspektur Anton menuliskan hasil kesimpulannya:
    1. Korban tidak duduk di jok kiri
    2. Jejak darah ditemukan di bawah jok kanan di atas karpet. Namun, percikan darah sedikit.
    3. Ada dua lubang bekas proyektil di jok kanan.
    4. Kedua peluru itu menembus kepala korban. Atau tidak mengenai korban sama sekali.
    5. Gotri atau proyektil peluru ketiga masih ada di dalam lubang di sandaran jok.
    6. Ditemukan jejak mesiu di kabin dekat jok supir.
    7. Darah juga ditemukan di luar pintu mobik sebelah kanan.
    8. Anehnya tidak ditemukan jejak darah di jok belakang dan di jendela.

    Setelah selesai menulis laporan, Inspektur Anton memberikannya kepada rekan satu timnya di Bareskrim dan Labfor. Namun, mereka hanya tersenyum.
    “Hah, ini gak bisa membuktikan apapun. Karena berbeda dengan keadaan korban," ujar rekan inspektur itu.
    “Tapi gimana jika korban dieksekusi di luar mobil atau di dalam?” tanya Inspektur Anton, lebih terdengar seperti meyakinkan dirinya sendiri.
    “Jangan ngawur, waktu itu jelas-jelas ditonton banyak orang di tempat umum. Gimana bisa mengeksekusi korban di luar atau dari dalam mobil?”
    “Supir itu saksi kuncinya.”
    “Ya—ya mungkin inspektur ada benarnya. Supir itu sedang kami periksa sekarang.”
    “Bisa saya menemui supir itu? Siapa namanya?”
    “Tak perlu karena sudah ada petugas yang memeriksa.”
    “Di mana, kok tadi saya cari gak ada di kantor?”
    “Oh, sudah pulang mungkin.”
    Inspektur Anton hanya diam saja ketika rekannya membawa laporannya. Namun, ia berjanji akan menemukan supir itu.
    Sehari setelah penembakan supir itu menghilang dari rumahnya. Inspektur Anton tidak mengetahui di mana rekan-rekannya membawa supir itu. Supir itu mengetahui kebiasaan korban dan berada di dalam mobil bersama korban. Ia harus menemukan saksi kunci lain, yaitu Reni Juliana yang disebut sebagai wanita dibalik motif cinta segitiga. Namun, ketika ia datang ke rumah Reni, rumahnya sudah kosong. Bukan hanya saksi kunci yang menghilang, keluarganya pun juga ikut mengungsi. Di sana ia malah bertemu dengan seorang wartawan yang bertanya tentang tiga belas saksi kepadanya. Awalnya ia menolak memberi informasi, tapi karena wartawan itu mengetahui di mana letak pakaian dan rambut kepala korban, merupakan pertukaran yang bagus. Meski ia merasa telah dibodohi. Karena tidak ada lagi pakaian korban di sana.
***
    “Dua saksi kunci menghilang sehari sejak penembakan,” gumam Ghost. Ia baru saja memeriksa rumah supir dan rumah keluarga Reni Juliana. Ia mengumpulkan berita penembakan dari berbagai media. Dari media ia menemukan nama adik korban Adi Zulfikar yang ikut menjadi saksi, juga Ananta, ketua KPKN, dan Reni Juliana, seorang caddy di Modernland.
    Dari dalam mobil ia juga melihat seorang petugas polisi yang tampak mondar-mandir di rumah itu lalu pergi. Sepertinya polisi masih mengawasi rumah itu sekaligus menyembunyikan saksi kunci berikut keluarganya. Apakah mereka takut seorang pembunuh bayaran seperti dirinya membantai satu keluarga? Untuk apa? Alasan menyembunyikan satu keluarga menjadi tidak logis. Kecuali memang ada informasi yang berusaha disembunyikan.
    Ketika ia melihat seorang pria tegap berjaket kembali menuju rumah Reni, ia bergegas keluar dari dalam mobil. Ia yakin pria itu juga seorang polisi. Tidak seperti polisi tadi yang mengenakan seragam, pria kedua tampak lebih lama mengawasi rumah itu. Sepertinya ia tidak tahu bahwa keluarga Reni telah mengungsi.
    “Bapak tahu ke mana perginya orang-orang di rumah itu?” Ghost mendekati pria berjaket itu. Ia telah memakai topi berikut rambut keriting palsu yang menutupi rambut cepaknya.
    “Maaf, saya bukan orang sini,” tanya pria itu hendak bergegas pergi.
    “Tunggu... saya wartawan kota. Kalau bukan orang sini, bapak siapa?”
    Awalnya pria itu ragu-ragu. Kemudia ia berkata. “Saya polisi di wilayah ini.”
    “Tadi saya juga melihat polisi mondar-mandir di tempat ini.”
    “Oh, itu rekan saya.”
    “Bapak tahu siapa saja tiga belas saksi itu?”
    “Saya juga tengah menyelidikinya. Maaf, saya tidak bisa katakan namanya.”
    “Saya tahu letak pakaian dan rambut kepala korban. Jika mau bertukar info.”
    Untuk beberapa lama pria itu kembali menimbang-nimbang.
    “Anda jangan bohong. Sekarang juga Anda bisa saya bawa ke kantor polisi,” ancam polisi itu. Namun, wajahnya tidak benar-benar tampak serius.
    “Ini kartu nama saya, Fadil, wartawan Metro.” Ghost menyerahkan kartu wartawan palsu yang telah disiapkannya. Namun, polisi itu hanya memeriksa sekilas. Benar ada foto pria itu di kartu yang bertuliskan PERS. “Jadi, anda punya informasi mengenai pakaian korban yang hilang?”
    “Ya... jadi anda benar-benar polisi atau detektif swasta?”
    “Saya Inspektur Anton. Jadi di mana pakaian korban berada?”
    “Boleh tahu siapa saja ketiga belas saksi itu?”
    Inspektur Anton mengeluarkan notes dan menulis sesuatu. Lalu mengangsurkan selembar kertas itu kepada Ghost. “Ini nama ketiga belas saksi yang sedang saya selidiki. Agak berbeda dengan tiga belas nama yang dipegang rekan-rekan saya.”
    “Kok bisa beda ya, Pak?”
    “Rekan-rekan saya lebih memilih jalur yang mudah.”
    “Oh, begitu … Oya, pakaian korban ada di sekitar UGD RS Mayapada.”
    “Tapi, saya sudah cari ke sana.”
    “Di tempat sampah?”
    “Ya, bahkan di tempat sampah.”
    “Oh, berarti sudah dibersihin, Pak.”
    “Oke, nanti saya periksa lagi ke sana.”
    Ghost berbalik menjauhi Inspektur Anton.
    Inspektur polisi itu juga tidak berkata-kata apapun lagi. Namun, ia memotret dengan kamera ponsel, khususnya ciri-ciri mobil Ghost. Termasuk plat nomernya untul berjaga-jaga.
    Ghost sudah mengetahui bahwa polisi itu akan mencatat mobilnya. Ia tenang saja karena nomor platnya palsu. Kecuali ciri-ciri fisik mobilnya, sedan Civic hitam.
    Di dalam mobil yang terparkir Ghost mengeluarkan laptop dan mencatat 13 saksi seperti yang tertulis di atas kertas. Tanpa banyak catatan tambahan.
    Di sana tertulis:
    Saksi 1 Supir korban, Suparman.
    Saksi 2 Pejalan kaki, Erwin yang hendak memancing
    Saksi 3 Pedagang asongan, Sardi yang berada di trotoar bersama Erwin
    Saksi 4 Reni Juliana, kekasih Nazrudin
    Saksi 5 Ananta, ketua KPKN
    Saksi 6 Adi Zulfikar, adik Nazrudin
    Saksi 7 Heri, Manajer Modernland
    Saksi 8 Saskia, salah satu caddy Modernland
    Saksi 9 Melani, perawat UGD RS Mayapada
    Saksi 10 Anto, perawat RSPAD Gatot Subroto
    Saksi 11 Toni, petugas patroli di sekitar TKP
    Saksi 12 dr. Watsen Munim, saksi forensik
    Saksi 13 Inspektur Anton, penyelidik kasus penembakan

    “Inspektur Anton…,” gumam Ghost. “Saksi ketigabelas.” Ia sadar untuk menyelidiki kasus itu ia harus kembali ke tempat awal. Dari lapangan golf Modernland.

***

    Inspektur Anton memeriksa sketsa wajah pelaku penembakan. Ia tidak mengerti dari mana rekannya mendapat sketsa wajah utuh pelaku serinci itu. Padahal menurut saksi pejalan kaki di sekitar TKP, mereka juga memakai helm topong. Jika helm topong standar terbuka yang akan terlihat hanya bagian mata dan hidung.
    Rencana penembakan telah direncanakan dengan matang. Apalagi para pelaku menyiapkan dua kendaraan. Sesuai olah TKP dari beberapa saksi yang iilustrasikan.
    Wajah yang memakai helm akan sulit dilihat, apalagi mengenai bentuk wajah oval atau kotak. Biasanya sketsa pelaku akan dicocokkan beberapa kali dengan beberapa saksi. Kadang antara satu saksi dengan yang lain berbeda informasinya.
    Para tersangka pasti akan menyembunyikan wajah mereka juga menutup nomor plat kendaraan mereka hanya selama aksi berjalan. Adanya saksi pedagang asongan yang melihat pelaku membeli ketoprak juga cukup aneh. Pelaku penembakan tidak akan begitu saja membeli makanan di sekitar TKP pada hari ketika mereka harus mencabut nyawa seseorang di sana.
    Ia juga mencoba menanyakan kehadiran wartawan Metro bernama Fadil kepada rekan-rekannya, namun mereka tidak pernah mendengar nama itu. Ia lalu melacak nama itu di kantor surat kabar Metro. Memang ada wartawan bernama Fadil, namun seorang perempuan. Ia menduga pria misterius yang ditemuinya seorang detektif partikelir atau … salah satu pelaku penembakan? Ghost? Walau ia memiliki foto ponsel mengenai ciri-ciri pria misterius yang mengaku wartawan itu berikut ciri fisik mobilnya, namun ia tak yakin dapat mengungkap identitasnya.
    Apakah aku telah bertemu dengan hantu? Ghost?
    Inspektur Anton hanya dapat bertanya-tanya dalam hati.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience