Rate

FILE 60: Siapa Dirimu Yang Asli ?

Mystery & Detective Series 649

Benarkah mereka tengah berkomunikasi dengan Ghost yang asli melalui game Blizzard? Ataukah anggota King Cobra yang tengah menyamar?

    ANGGOTA King Cobra ditemukan tak bernyawa di atas ranjang kamar opname di RSPB, Rumah Sakit Pulau Badai. Itu pagi hari bersamaan tepat ketika Inspektur Anton sibuk pindah dari hotel ke kamar di laboratorium terpadu.
    Setelah mendapat laporan itu, Inspektur Anton segera meluncur ke RSPB. Di ruang opname itu ia melihat pria yang kemarin bersitegang dengannya kini sudah tak bersenyawa.
    “Korban meninggal semalam sekitar pukul satu malam,” ujar polisi yang mengolah tempat itu. “Penyebab kematian karena gagal paru-paru, sesak napas.”
    “Kegagalan pernapasan…?” Inspektur Anton seperti bertanya kepada dirinya sendiri. Ia memeriksa ruangan itu, namun tak menemukan tabung oksigen. “Jika korban mengalami gagal pernapasan harusnya sebelumnya menunjukkan gejala sesak napas.”
    “Ini laporan dari dokter … apa inspektur lebih pintar dari dokter?” tanya polisi itu nampak tak senang.
    “Saya memang bukan dokter, tapi ilmu forensik dan mengolah TKP juga memakai ilmu kedokteran,” sanggah Inspektur Anton.
    “Ya, pokoknya laporannya seperti ini inspektur. Silakan jika Anda memiliki prespektif yang berbeda.”
    Inspektur Anton mengeluarkan ponselnya kemudian mengaktifkan kamera. Ia memotret dua buah jejak sepatu yang mengecap di percikan darah di lantai. Rembesan darah dari jarum infus yang terlepas di lengan korban juga mengindikasikan perlawanan.
    Jejak darah yang ditemukan di samping korban mengarah keluar pintu ruang opname itu. Inspektur Anton meraih koran bekas lalu mengukur telapak kaki korban dengan jejak sepatu yang ditemukan di sekitar ranjang itu.
    Dugaan inspektur itu benar, jejak kaki itu tidak cocok dengan ukuran telapak kaki korban. Apalagi tidak ada sepatu di dalam ruang opname itu. Jadi, ia yakin jejak itu milik pelaku.
    “Apakah sebelumnya ada dokter atau perawat yang memeriksa mayat ini?” tanya Inspektur Anton.
    “Ya, karena itu laporan ini datang dari dokter yang memeriksanya,” jawab polisi itu.
    “Apakah dokter itu memakai sepatu atau selop?” Inspektur Anton yakin dokter dan perawat di rumah sakit itu memalai sandal atau selop seperti yang pernah dilihatnya sebelumnya.
    “Gak tau, coba inspektur cek sendiri.”
    “Saya pikir ada seseorang yang kemari sebelum dokter itu. Apakah ada polisi yang datang kemari semalam atau sekuriti?” tanya Inspektur Anton.
    “Kita yang pertama kali mengolah TKP ini. Pagi tadi dokter yang memberitahu saya bahwa korban sudah tak bernyawa.”
    Inspektur Anton berdeham. Kemudian ia memeriksa wajah korban. Ada bekas darah seperti mimisan dari hidung korban yang memerah. Ia menduga seperti ada benda yang ditekan di wajah korban. Ia mencari jejak darah lain yang tercecer di tempat itu selain di sprei. Setelah memeriksa dengan saksama ia menemukan setitik warna merah di bantal yang berada di kaki korban.
    “Silakan inspektur olah TKP sepuasnya. Kematian korban sudah dikonfirmasi oleh dokter karena penyebab alami. Saya mau keluar dulu cari sarapan.” Polisi itu bergegas keluar ruang opname meninggalkan inspektur itu seorang diri.
    Meski ditinggalkan seorang diri di TKP bersama mayat, inspektur itu tambah beruntung karena memiliki waktu dan tak ada yang mengganggu. Ia berusaha melihat lebih cermat TKP itu. Ia memerhatikan tiang infus yang sedikit miring karena terjatuh. Ketika memeriksa meja kecil di samping ranjang korban ia menemukan sedikit bekas cakaran yang membuat catnya mengelupas. Karena itu ia kemudian memeriksa kuku korban.
    Setelah memeriksa satu per satu kuku di jemarinya ia menemukan bekas cat yang sama yang menempel di kuku itu. Ia menduga telah terjadi pergulatan yang menyebabkan korban tewas. Karena tidak menemukan lebam di wajahnya, ia yakin korban tewas akibat dibekap bantal yang berdarah itu. Hidung korban nyaris patah karena tekanan bantal itu.
    Apakah pelakunya lebih dari seorang? Tanya Inspektur Anton membantin. Ia berharap dapat mendengar dengungan lebah, namun tak terdengar apapun di ruangan yang sunyi itu. Bahkan ia tak mendengar frekuensi radio apapun. Terlalu sunyi bahkan.
    Seperti malam pembunuhan itu? Apakah sesunyi ini?
    Sekarang Inspektur Anton mulai memeriksa tato uroborus yang ada di lengan korban. Selain tato ia juga menemukan bekas suntikan yang biasa ditemukan pada seorang pecandu narkoba. Jika anggota King Cobra juga seorang pecandu, mereka akan mudah dikalahkan dalam pertarungan satu lawan satu. Apakah seluruh anggota King Cobra adalah pecandu narkoba? Jika iya mereka tak akan bisa menjadi pasukan khusus yang terlatih. Kalau hanya pasukan penyerang yang nekat dan rela mati bisa saja.
    Inspektur Anton masih tak melihat tanda-tanda polisi itu bakal kembali, jadi ia mulai memeriksa koridor. Di lantai ia menemukan potongan jejak sepatu berdarah. Jejak melintang di depan pintu kamar ruang opname lain di sebelah kamar korban. Apa yang dilakukan pelaku itu? Memeriksa keadaan?
    Inspektur Anton melihat kamar di sebelah ruangan itu kosong. Jadi ia memeriksa ke kamar yang lainnya. Di kamar kedua ia menemukan pasien serta seorang keluarga yang menunggu di sana. Dari kaca pintu ia dapat melihat keadaan pasien itu sudah membaik dan nampak berbicara dengan anggota keluarganya, jadi inspektur itu mengetuk pintu dan mengucap salam.
    Seorang keluarga pasien membuka pintu dan tersenyum ramah. “Ada yang bisa saya bantu?” Wanita paro baya itu nampak tengah menunggu suaminya yang diopname.
    “Maaf. mengganggu. Saya Inspektur Anton. Jika berkenan saya ingin bertanya kepada suami Anda.” Inspektur Anton berkata dengan ramah.
    “Oh, silakan. Papa pasti senang sekali mendapat tamu di pagi ini. Apalagi ia sudah akan pulang siang nanti, menunggu pemeriksaan dokter.” Wanita paro baya itu membuka pintu lebih lebar dan mempersilakan inspektur polisi itu untuk masuk ke ruang kamar.
    “Maaf mengganggu, Pak.” Inspektur Anton nampak bersimpati. Ia mengamati pria paro baya yang berwajah cerah itu. “Bagaimana kesehatan Bapak?”
    “Ya, syukurlah. Hanya operasi batu empedu. Hari ini pulang,” ujar pria paro baya itu nampak senang karena operasinya lancar.
    “Baguslah. Begini Pak, kedatangan saya kemari untuk mengetahui tentang kejadian semalam.” Inspektur Anton menjelaskan dengan perlahan. “Apa semalam Anda mendengar bunyi aneh atau orang yang mondar-mandir di depan koridor?”
    Pria paro baya itu mengingat-ingat. “Maksudnya bunyi aneh bagaimana?”
    "Ya, seperti benda jatuh, bunyi besi atau suara pertengkaran?” tanya Inspektur Anton.
    “Oh … ya, ya … saya mendengar bunyi seperti besi jatuh. Kemudian orang bercakap-cakap dan wajah yang melongok dari kaca pintu ruang opname.” Pria itu menunjuk pintu kamar ruang opname.
    “Kira-kira ada berapa orang ya?” tanya Inspektur Anton.
    “Semalam saya tak bisa tidur karena pengaruh obat bius sudah habis dan luka di perut saya belum kering. Jadi saya perhatikan kepala orang-orang yang lewat di depan pintu. Melalui kaca itu saya melihat sekitar lima orang. Ya, kalau tidak salah.”
    “Apa Anda yakin?”
    “Ya, waktu itu saya mengenakan kaca mata baca saya. Jadi saya yakin ada sekitar lima orang yang lewat beberapa kali dari koridor itu.
    “Terima kasih informasinya.” Inspektur Anton masih bercakap-cakap mengenai kesehatan orang itu sebelum pamit undur diri. Sekarang ia yakin bahwa komplotan King Cobra sengaja membunuh anak buah merek karena sudah tak bisa digunakan. Anggota yang gagal dalam misi atau sakit akan membebani pergerakan operasi yang dilakukan komplotan itu. Sekarang Inspektur Anton mengetahui jumlah anggota King Cobra, walau ia yakin ada anggota lain yang turut membantu operasi mereka di Pulau Badai.
    Sekarang ia harus mengatur rencana dan mencari cara yang aman untuk menghubungi Ghost. Jadi ia bisa mengatur rencana bersama.
    Ketika Inspektur Anton kembali ke kamar itu. Mayat telah dipindah. Ia hanya bertemu dengan perawat yang baru saja memindahkan mayat itu.
    “Anda yang memindahkan mayatnya?” tanya Inspektur Anton.
    “Iya, mayat pria itu dibawa ke ruang pendingin di kamar mayat sampai ada anggota keluarganya yang melapor,” ujar perawat itu bergegas pergi dari hadapan inspektur itu.
    Inspektur Anton tak bertemu dengan polisi yang menangani kasus itu. Jadi ia bergegas pergi ke laboratorium demi mengecek keadaan Selfi dan Faril. Juga mencari cara agar bisa menghubungi Ghost dengan cara yang aman.
***
    “Hei, gimana penyelidikannya?” tanya Selfi nampak penasaran setelah seharian berada di ruang rekreasi laboratorium itu. Meski ruang rekreasi dilengkapi taman, perpustakaan, tempat olah raga dan kolam renang, namun reporter itu nampak bosan.
    “Di mana Faril?” tanya Inspektur Anton balik bertanya.
    “Ya, seperti biasa tuh. Sang Gamer.”
    “Oya, anggota King Cobra yang kutemui kemarin dihabisi oleh komplotannya sendiri. Kemungkinan besar agar tak menjadi beban. Atau agar tak membocorkan rahasia.”
    “Pelaku penyerangan yang ditembak Ghost?” tanya Selfi.
    “Ya … eh, apakah ada tanda-tanda Ghost menghubungi kita?” Inspektur Anton mengecek ponsel dan emailnya. “Setelah kasus yang pertama itu, Ghost pasti berhati-hati untuk menghubungiku. Karena telepon dan internet bisa saja disadap.”
    Kemudian wajah Faril nongol di ruang rekreasi itu. Seharian ia mendekam di dalam kamar karena dilengkapi komputer pribadi dan game Blizzard.
    “Inspektur…,” ujar Faril. “Nampaknya Ghost berusaha menghubungi kita melalui game Blizzard.”
    “Benarkah? Dari mana kau tau?” tanya Inspektur Anton.
    “Ia sedang berada di personal chat dengan saya. Dan mengundang saya untuk berdua bermain sebuah misi di game. Jadi ia banyak bercerita tentang Anda. Ia memakai nama anagram Hogst dari Ghost, pantas saja saya cari nama player Ghost tak ada yang cocok dengan profil sniper itu.”
    “Hogst? Nama yang aneh,” tanya Selfi mengerutkan dahi.
    “Tak ada yang mengenal Ghost … Apalagi identitas aslinya. Tapi yang pasti Ghost mengenal kita semua,” ujar Inspektur Anton.
    “Apa kau yakin itu Ghost? Bisa jadi orang lain yang menyamar kan? Di dalam game banyak pemain yang memakai nama alias,” ujar Selfi masih tak yakin.
    Inspektur Anton bergegas mengikuti Faril menuju ke kamarnya. Di sana nampak layar monitor dari tampilan game Blizzard. Seorang tokoh game mengenakan topeng bergambar tengkorak nampak terdiam dengan senapan runduk di tangannya. Selfi mengikuti mereka di belakang tanpa banyak bicara lagi.
    “Begini … hmm … untuk mengecek apakah itu Ghost yang asli atau bukan ada sebuah pertanyaan dan jawaban yang hanya Ghost dan saya yang mengetahuinya,” ujar Inspektur Anton yakin.
    “Pertanyaan seperti apa?” tanya Faril.
    “Coba ketikkan di panel chat … barang bukti fisik apa yang Ghost berikan kepada Inspektur Anton?”
    Faril segera mengetikkan pertanyaan itu. Dan semua pasang mata diarahkan ke layar game. Untuk beberapa lama tak ada jawaban. Tak ada yang bersuara di dalam kamar itu.
    Selfi mulai agak sangsi bahwa Ghost atau Hogst yang ditemui di dalam game itu adalah orang yang sama.
    Benarkah mereka tengah berkomunikasi dengan Ghost yang asli melalui game Blizzard?
    Ataukah anggota King Cobra yang tengah menyamar?

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience