Rate

FILE 33: Ghost in The Cell

Mystery & Detective Series 649

  GHOST akhirnya berada di dekat mobil korban. Ia mengenakan jaket yang menutupi rompi anti peluru demi berjaga-jaga dari rekan-rekan Inspektur Anton. Ia menutup kepalanya dengan hoodie jaketnya. Akhirnya ia bersedia untuk bekerja sama dengan inspektur polisi itu. Ia dijemput di tempat yang telah dijanjikan seperti dalam suratnya. Ia juga tidak menyangka akan bertemu dengan dr. Watsen di dalam garasi. Ia melihat dr. Watsen memandang curiga ke arahnya yang masih berdiri di dalam garasi.
    “Bagaimana perkembangan kasusnya?” tanya Ghost. “Anda dokter Watsen dari RSCM kan?” Ia membuka sarung tangannya hendak bersalaman.
    Namun, dr. Watsen tidak menyambutnya.
    “Apakah tangan itu yang memegang sniper dan hendak menghabisi nyawa korban?” tanya dokter Watsen dengan tiba-tiba. Hal itu tentu saja membuat kaget Ghost. Namun, ia berusaha menahan diri, apalagi ia berada dalam pengawasan Inspektur Anton.
    “Saya tidak menyangka Anda begitu sopan dr. Watsen. Apa Anda pikir oknum polisi yang telah menembak Nazrudin?” tanya Ghost memancing dengan topik berbeda.
    “Apa ada sniper lain selain Anda … selain Ghost?” Dokter Watsen balik bertanya.
    “Syukurlah Anda tak menuduh saya yang menembak. Ya ,jelas ada sniper lainnya, dari mana Anda tahu?”
    “Dari surat kaleng yang dikirim ke media. Orang yang mengantar surat itu seharusnya tidak bisa begitu saja pergi dari hadapan awak media yang menerima pesannya. Kru media pasti akan mengejar orang itu. Karena di surat itu disebutkan TKP lapangan golf Modernland yang dekat dengan TKP kasus penembakan Nazrudin.”
    “Jika saya sniper yang berbahaya, kenapa Anda tidak nampak takut? Kenapa tidak menegur Inspektur Anton untuk menangkap saya?”
    “Karena saya tahu, Anda mungkin juga tengah dijebak. Kalau benar Anda yang datang ke RSCM untuk memeriksa mayat Nazrudin yang ada di dalam freezer. Tentu saja, penembak aslinya tidak akan kembali lagi memeriksa mayat korban. Dan tidak akan mengirim surat untuk bertemu polisi seorang diri.”
    Ghost sadar tidak perlu lagi khawatir dengan dr. Watsen dan Inspektur Anton. Ia memercayai mereka.
    Ghost mendekati jendela mobil dan mengamati bekas peluru di jendela. “Ini jelas bukan mobil korban. Karena dalam rencananya, seharunya kaca jendela terbuka dan saya yang menembak korban dari jauh memakai senapan runduk. Karena berada di kanan mobil, saya tidak sempat mengamati lubang peluru di kaca jendela sebelah kiri.”
    “Apa yang Anda maksud?” Dokter Watsen heran.
    “Kaca mobil korban anti peluru. Mobil yang asli sudah diganti kacanya dengan bulletproof sejak Nazrudin mendapat ancaman akan dibunuh. Awalnya rekan saya hendak membunuhnya dari jarak dekat memakai pistol berperedam.”
    Kali ini dokter Watsen yang terperangah.
***
    Inspektur Anton memutar balik kemudi mobilnya setelah setelah dua kilometer melaju. Ia lengah ketika mengantarkan Ghost ke tempat aman. Dirinya tidak sadar tengah dikuntit oleh rekan-rekannya sendiri. Beruntung Ghost diturunkan di tengah jalan dan naik angkutan umum dan berbaur. Ini sudah kedua kalinya. Namun, anehnya masih belum ada teguran dan peringatan apapun yang diarahkan kepadanya. Resikonya jika bekerja sama dengan tersangka adalah skorsing, penurunan pangkat bahkan pencopotan dari kesatuan yang ujung-ujungnya diseret ke dalam bui.
    Sesampai di kantor, Inspektur Anton hanya menemukan dokter Watsen yang masih menunggunya di dalam garasi.
    “Rekan-rekanku yang menguntit hendak menangkap Ghost, namun telat semenit. Untunglah Ghost sudah pergi.”
    “Apa ia bisa lolos?”
    “Namanya juga hantu … jelas lebih berpengalaman.”
    “Apa kita bisa percaya kepadanya?”
    “Tidak ada jalan lain selain percaya padanya. Ia bilang mobil korban yang asli sudah memakai kaca anti peluru sejak menerima ancaman pembunuhan. Karena itu awalnya rekan-rekan Ghost berencana hendak membunuh korban memakai belati. Mereka juga diancam dibunuh jika tidak segera melakukan tugas itu. Ia juga mengatakan bahwa di pakaian korban ditemukan jejak residu mesiu. Dan dirambut korban terbakar akibat tembakan jarak dekat.”
    “Lalu jika mobil ini bukan milik Nazrudin, kenapa ada pistol dengan sidik jari korban di dalam dasbor?”
    “Mungkin Nazrudin memang hendak melakukan rencana pembunuhan dengan menggunakan mobil ini. Kaca film spektrum yang tidak dapat dilihat dari luar bisa membuatnya lebih leluasa membawa mayat di dalam mobil ini.”
    “Jika benar Nazrudin merencanakan pembunuhan sebelum dibunuh. Berarti ia telah dikhianati rekan-rekannya sendiri yang membocorkan rencana itu.”
    “Memang lebih baik Nazrudin yang menjadi mayat daripada Ananta. Bisa dibilang, meski tidak memiliki wewenang seperti Ananta, tapi Nazrudin adalah saksi kunci yang mengetahui lebih banyak tentang korupsi di Depkes terkait laboratorium rahasia yang akhirnya mengembangkan evatoxin, termasuk di PT. Putra Rajawali.”
    “Menjadi pria yang banyak tahu memang berbahaya, kecuali seorang wanita. Saya berani bertaruh Nazrudin juga pasti bercerita banyak soal kasus korupsi itu kepada Reni. Dan mungkin ia bercerita selagi berada di atas ranjang sepanjang malam.”
    “Sepanjang malam … atau seribu satu malam bersama Reni Juliana.”
***
    “Saya gak boleh keluar?! Napa jadi susah amat! Saya udah seminggu dalam apartemen!” seru Reni kemudian melempar ponselnya ke sofa. Ia tidak takut suaranya bakal terdengar oleh keluarganya karena ia berada di ruangan tersendiri di lantai atas. Ia pura-pura pamit kepada keluarganya untuk keluar, tapi ternyata hanya naik ke lantai atas, karena dirinya dilarang keluar. Ia belum mematikan sambungan ponsel. Jadi, pasti orang yang meneleponnya yang mematikan. Lalu terdengar bunyi dering kembali. Dari orang yang sama.
    Reni merenggut ponselnya. Lalu kembali berkata-kata tajam. “Kalau gak boleh keluar selama seminggu lagi! Saya akan beberkan kejahatan Anda!!”
    Lalu dari speaker itu terdengar suara yang amat dingin. “Walaupun kau keluar menggunakan BMW milik Nazrudin yang anti peluru itu. Tetap tidak akan selamat! Mudah saja kami memasang bom mobil.”
    Reni tampak syok. Ia tidak bisa berkata apapun dan hanya dapat menangis. Karena kebanyakan menangis wajahnya tampak sembap.
***
    ”Selamat datang di acara program Fakta dan Kriminal… pemirsa.. selama kurang lebih sebulan polisi telah berhasil mengungkap kasus penembakan Dirut PT. Putra Rajawali. Sekaligus telah menangkap sembilan tersangka yang menjadi dalang dibalik penembakan itu. Yang mengejutkan di dalam daftar para tersangka ada nama pejabat-pejabat negara seperti Ananta, ketua KPKN dan polisi dari Bareskrim, Wizardi. Berikut nama-nama para tersangka:
    1. Ananta ketua KPKN sebagai otak penembakan
    2. Oknum reserse Wizardi sebagai pencari pembunuh bayaran
    3. Hari sebagai eksekutor penembakan
    4. Dani sebagai pengemudi sepeda motor Yamaha
    5. Frans sebagai pengendara Avanza silver
    6. Hendrik sebagai ketua koordinasi
    7. Edi sebagai pemesan penembakan
    8. Jeri sebagai perantara
    9. Sigit sebagai penyedia dana

    Namun, kepala reserse Asus Nujum mengatakan bahwa ada tiga orang tersangka lagi yang masih belum tertangkap. ”Masih ada yang belum tertangkap. Masih belum ada yang terungkap. Missing link, masih ada yang belum nyambung. Ini kita sedang mau rapat,” ujar Asus. “Ini kasus besar, ada pejabat negara yang terlibat walau tidak tinggi sih pangkatnya. Dan motifnya adalah cinta segitiga antara Nazrudin, Reni dan Ananta.”
    Kabarnya tiga tersangka itu termasuk sniper yang memakai nama sandi Ghost. Pelaku yang mengarahkan laras senapannya ke korban Nazrudin. Juga pelaku yang surat kaleng tempo hari ke beberapa media….”

    “Sembilan tersangka … plus.” Ghost nyaris tak percaya melihat berita di Metropolis TV itu. Bukan hanya karena ia tidak mengenal separo nama-nama tersangka itu, tetapi motif cinta segitiga terasa menggelikan sampai melibatkan pejabat. Padahal ia mendapat perintah karena alasan ‘keamanan negara’. Ia tengah berada di toko swalayan lagi ketika mengawasi berita itu. Seraya mencari bahan makanan di rak-rak kebutuhan rumah tangga.
    Ia pernah membaca berita dan mendengar nama Ananta, dan reserse Wizardi, namun tak pernah mendengar nama Jeri dan Sigit. Ia mendapat perintah dari pejabat yang lebih tinggi. Rekan-rekannya telah mengubah rencana sebenarnya tanpa sepengetahuannya. Dalam rencana awal, dirinya yang jadi eksekutor, sedangkan Hari sebagai keamanan jika terjadi hal tak terduga, sisanya hanya sebagai pengawas lapangan tidak lebih. Nama Reni Juliana juga baru didengarnya setelah kasus penembakan itu terjadi.
    Bahkan Metropolis TV sudah membuat reka adegan penembakan yang terjadi di jalan Hartono Raya Modernland, Tangerang. Sebelum rekonstruksi kejadian resmi dari kepolisian diadakan. Bahkan sebelum proses di pengadilan. Di layar TV tampak adegan demi adegan. Ghost melihatnya hanya sebagai dagelan.
    Terdengar suara Selfi Lena, penyiar TV lengkap dengan adegan dan grafis 3D.

    “Dengan adanya gambar foto korban, foto mobil sedan BMW warna silver No. Pol B 999 E dan dana operasional telah diterima maka diadakan pertemuan di sebuah gudang kosong pabrik tekstil di Tangerang untuk persiapan pelaksanaan menghilangkan nyawa korban.
    Setelah perencanaan dan persiapan telah matang atau sempurna pada hari Sabtu tanggal 14 Maret sekira jam 13.30 Wib bertempat di Jalan Hartono Raya Modern Land Tangerang ketika korban berada di dalam mobil BMW warna silver No. Pol B 999 E yang dikemudikan saksi Suparman, laju kendaraannya dihalang-halangi oleh mobil Toyota Avanza warna silver
No. Pol B 8888 NP yang dikemudikan saksi Fransis alias Frans.
    Seketika saat mobil BMW yang dinaiki korban yang berjalan pelan akan melewati undakan (polisi tidur) lalu sepeda motor Yamaha Scorpio warna gelap No. Pol B 666 SNY yang dikendarai saksi Hari Santos Bin Raja alias Borgol dengan memboncengi saksi Dani Saban Alias Dani bergerak mendekati samping kiri mobil BMW yang dinaiki korban hingga berjarak lebih kurang sekitar 0.5 (nol koma lima) meter.
    Kemudian saksi Dani Saban Alias Dani mengarahkan senjata api jenis Revolver tipe S&W kaliber 38 yang telah dipersiapkannya ke arah kaca samping kiri belakang mobil BMW lurus searah dengan kepala korban lalu menembak atau menarik pelatuk senjata api tersebut sebanyak 2 (dua) kali, sehingga peluru menembus kaca pintu mobil dan mengenai daerah vital tepat di kepaIa korban.”

    Adegan di TV itu seperti film reka ulang lain yang disiarkan setiap stasiun TV nasional.
    Ghost bukan hanya melihat foto mobil korban, namun melakukan pengawasan lapangan dan praktek penembakan sniper dengan mobil asli. Rekan-rekannya mengetahui bahwa setiap Sabtu siang Nazrudin melewati jalur yang sama sepulang dari bermain golf. Juga kebiasaan Nazrudin yang duduk di sebelah kiri. Juga Nazrudin yang tidak suka ketika melewati polisi tidur. Karena itu supirnya disuruh memelankan mobil ketika hendak melewatinya.
    Ghost sudah tiga kali berhasil menembak sasaran di dalam mobil lain sebagai sasaran latihan tembak. Latihan ketiga kalinya benar-benar di jalan Hartono Raya tempat TKP berada. Adegan di TV itu juga tertulis di media cetak. Dan menurut dugaannya, ia akan mendengarnya kembali di dalam ruang sidang di pengadilan. Sialnya, ia harus masuk ke ruang pengadilan itu sebagai warga biasa sebagai penyamaran. Demi melihat siapa saja wajah-wajah yang dikenalnya dan yang tidak dikenalnya di pengadilan itu.
    Ghost hanya dapat menyaksikan dan mendengar berita tanpa dapat mengatakan apapun. Ia menyadari skenario yang telah dikabarkan oleh berbagai media. Kebenaran yang tak terorganisir akan dikalahkan oleh kejahatan yang terorganisir. Siapa yang menguasai media, dialah pemenangnya. Kali ini ia merasa mati kutu.
***
    “Haloo ... Selfi?” Inspektur Anton menghubungi Selfi di jam sibuk itu.
    “Eh, tumben telepon siang-siang begini?” Suara Selfi terdengar kaget di sambungan ponsel itu.
    “Iya, ini menyangkut kasus penembak misterius itu.”
    “Owh, sudah kuduga … memangnya ada apa?”
    “Siapa yang memberikan data-data berita yang disiarkan siang tadi?”
    “Denara … ia mendapatkan dari reserse. Coba tanya Denara.”
    “Oh, begitu ... ya, terima kasih infonya.”
    “Eh, emang ada apa sih?”
    “Nggak … hanya konfirmasi saja.”
    “Oh, yaudah deh, ntar ditunggu ya, makan siang bareng.”
    “Kayaknya gak bisa, kalau makan malam gimana?”
    “Iyah, terserahlah ... yang penting bisa ketemuan.”
    “Terima kasih ya.” Inspektur Anton menutup sambungan ponsel itu dengan perasaan cemas. Skenario telah disebar melalui media oleh oknum. Dan usahanya bisa jadi sia-sia belaka. Media informasi adalah sebuah kekuatan besar yang mampu mengontrol masyarakat luas. Dan tak ada yang dapat dilakukannya selain bergerak secara bawah tanah. Setidaknya, ia masih penegak hukum yang berjalan di jalan kebenaran.
    Namun, sampai kapan? Bisakah ia, dan segelintir petugas lain, yang masih memegang teguh kebenaran, dapat melawan pusaran sistem yang telah terkontaminasi? Benarkah sisi gelap di hati manusia adalah gambaran iblis yang sejati? Iblis yang tercipta dari rasa iri, cemburu dan dengki. Yang berwujud hantu-hantu tak nampak yang menguasai sifat primitif dari sejak jaman kegelapan? Ya, ada hantu di dalam setiap sel anak Adam, sel purba yang akan selalu mengikuti nafsu primitif hingga mengalahkan akal sehat sekalipun. Ghost in the cell....

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience