Pagi ini Ran sedang berjalan-jalan mengitari kompleks bersama Doojoon, di trisemester terakhir keduanya sangat bersemangat menyambut buah hati yang akan melengkapi kehidupan mereka.
Ran memilih persalinan normal jadi dia harus lebih sering berjalan-jalan pagi dan berolahraga demi menghindari kejadian yang tidak diinginkan saat persalinan nanti.
Begitu banyak diskusi terjadi antara dokter dan Doojoon yang menginginkan operasi Caesar agar istrinya tidak merasakan sakit saat pembukaan nanti. Mengingat Ran pernah mengalami keguguran karena kecelakaan, Doojoon takut tubuh Ran tidak akan mampu jika harus melahirkan dengan cara normal.
Jadi Doojoon akan mendukung secara penuh dengan usahanya selalu bersama dengan Ran di sisinya.
"Kalau capek bilang mas ya, nanti kita istirahat dulu" pesan Doojoon setia menemani pagi ini. Dia rela menata ulang jadwal kerjanya demi bisa menemani Ran setiap paginya.
Kaki Ran yang membengkak adalah hal yang dialami oleh ibu hamil, tapi di mata Doojoon itu adalah sebuah beban dan masalah sampai dia harus selalu memijitnya
Doojoon bertemu dengan rekan kerjanya, meskipun ini baru pertama kalinya Ran berpapasan dengan sepupu almarhum suaminya. Terlihat Alvin Almahendra bersama istrinya sedang lari pagi.
"Selamat pagi pak Doojoon" ucapnya dengan ramah
"Pagi pak Alvin, lari pagi juga pak?"
"Iya pak, olahraga bareng istri biar sehat" jawabnya
"Dia, Ran Tania kan pak Doojoon?"
"Iya, dia istri ku"
"MasyaAllah, istrinya cantik sekali. Kenalin istri saya Sonya. Kandungan nya sudah berapa bulan?"
Saat kedua bapak-bapak itu sedang basa basi, Ran menyaksikan lelaki tinggi itu dengan sangat detail, terutama wajahnya. Wajah yang mirip dan sangat dia rindukan. Ran terdiam dalam lamunannya sembari menatap Alvin dengan kagum.
"Sayang?" Panggil Doojoon memanggil dengan lembut di sampingnya
"Iya mas?" Ran kebingungan, dia menunggu kode dari suaminya
"Tinggal tunggu waktu lahiran nya pak, mohon doanya semoga istriku baik-baik saja beserta bayinya"
"Amin pak, semoga dilancarkan ya mba"
Bukannya membalas dengan senyuman, Ran mendapatkan tatapan tajam dari wanita di hadapannya.
Sepertinya percakapan ini lebih di dominasi oleh lelaki yang sedang asik ngobrol sedangkan Ran masih setia memandangi wajah teduh itu.
Sepertinya istri Alvin merasa sangat terusik dengan tatapan Ran akan suaminya. Bulir-bulir air mata Ran tiba-tiba mengalir dengan sendirinya, entah bagaimana dia merindukan senyuman, juga tawa diantara mereka. Air mata itu seketika hilang dengan sentuhan tangan nya.
"Awas mba, lagi hamil jangan nafsu natap laki orang" ucap istri Alvin dengan ketusnya
Alih-alih kedua lelaki itu terdiam lalu fokus ke istri mereka masing-masing. "Mah!" Tegur Alvin sedikit tegas menatap Sonya.
"Dia lihat kamu kayak gitu pah! Enggak sopan banget!" Ketus Sonya sangat kesal.
"Ohh, jadi ini nenek lampir yang Vina omongin pas dia mampir di komplek sini" batin Ran langsung tahu wanita yang berhadapan dengan Vina beberapa hari yang lalu.
"Maaf mba, saya reflek aja inget mantan suami dulu" ucap Ran langsung tersadar
"Saya paham kok Mba, alasan saya selalu menghindar untuk berkunjung ke rumah pak Doojoon takutnya mba nanti ingat sama sepupu saya" ucap Alvin dengan ramah
"Kamu enggak apa-apa?"
Ran mengangguk baik-baik saja.
"Kalau gitu kami lanjut lagi ya pak Alvin"
"Oh iya pak, silahkan"
Tepat saat Ran sedang mampir di taman karena mereka sudah berjalan cukup jauh, Doojoon sedang menuju ke mini market membeli air mineral sedangkan Ran duduk di kursi taman.
Dia duduk termenung mengingat kejadian tadi, setidaknya dia merasa bersalah pada Sonya dan Alvin. Bukan karena Ran menyukainya, tapi setidaknya rasa rindunya sudah terbayarkan dengan senyuman itu.
"Sejak kejadian tadi, kamu banyak diam sayang. Ada apa? Hm?" Tanya Doojoon sudah kembali.
"Mas, maafin aku tadi mandangin pak Alvin terus"
"Kamu... kangen sama Rangga?"
Ran mengangguk, air matanya sudah tidak bisa dia bendung lagi. "Kok bisa muka mereka mirip, terus senyumnya juga" keluh Ran hanya ingin melepaskan rasa gelisah nya.
"Nanti kita jenguk mereka ya. Jangan nangis lagi" bujuk Doojoon dengan lembut.
Selang beberapa waktu, Doojoon kini sudah berada di kantor nya. Mood lelaki itu siang ini sangat kritis, benak Reza melihat bosnya sangat kesal dan mudah marah.
Saat rapat berlangsung, Doojoon sama sekali tidak bisa mengontrol emosinya. Dia terlihat cemas dan kurang fokus. Semua bawahannya keheranan melihat lelaki itu kembali menjadi dingin dan sensitif.
Setidaknya mereka mengerti, mungkin emosional bos mereka dikarenakan kecemasan akan istrinya yang tidak lama lagi akan bersalin.
"Jangan terlalu tegang pak bos, semuanya pasti berjalan dengan baik" ucap Reza saat keduanya berada di ruangan.
"Istriku menangis saat ketemu Alvin"
"What! Kok bisa?"
"Katanya Alvin mirip sama Rangga"
"Ohh, kalau itu sih kayaknya emang mirip sih, kan mereka sepupu"
"Seharian Ran murung terus, sepertinya dia suka sama Alvin"
"Ohh, jadi ini yang bikin mood bapak menyeramkan seperti harimau"
Mata Doojoon menatap tajam ke Reza
"Jadi maksud pak bos, Ran akan meninggalkan pak bos lalu hidup bahagia bersama lelaki yang mirip dengan mantan kekasih nya dulu?"
Lagi-lagi Reza hampir saja menerima cangkir panas di hadapannya
"Istighfar dulu bos, Ran enggak mungkin sampai meninggalkan anda suami tercinta. Mungkin dia hanya merindukan wajah itu, semacam melepaskan rasa rindu lah. Habis itu pasti jadi biasa lagi" jawabnya dengan tenang
Meskipun sudah diberikan penjelasan juga saran dari sekertaris nya tetap saja Doojoon tidak bisa tenang, dia sangat takut kalau sampai Ran meninggalkan dirinya.
"Semoga tidak seperti itu" batin Doojoon memohon.
Tepat saat dia kembali ke rumah, terlihat Ran sangat kesal menatap sepiring Cookies coklat di atas mejanya.
"Sayang?" Panggil Doojoon
"Eh, mas udah pulang" ucapnya buru-buru memeluk Doojoon menyambut dengan hangat
"Kamu habis bikin kue?"
"Sebagai permintaan maaf aku sama mba Sonya dan pak Alvin tadi aku anterin cookies kering ini ke rumah mereka. Terus Sonya marah-marah dan buang cookies nya sampai ke tanah" adu Ran dengan wajahnya yang kesal.
"Kamu enggak di apa-apain sama dia kan?" Tanya Doojoon cemas
"Enggak lah, mana berani dia sentuh aku" jawab Ran masih sangat marah
"Biar mas yang bicara sama dia" ucap Doojoon sudah bersikap sabar sejak tadi saat Ran mendapatkan kalimat tidak sopan keluar dari bibir perempuan itu
"Enggak usah. Mending mas istirahat, biar aku yang beresin semuanya"
"Kamu lagi hamil. Kenapa harus repot-repot buat cookies, kan bisa minta tolong mbok Arsih buatkan"
"Aku yang punya rasa bersalah sama mereka, masa orang lain yang nanggung. Tapi sekarang udah enggak merasa bersalah lagi, soalnya Sonya garang macam kucing garong. Tadi aku udah minta maaf tapi mata nya tajam banget kayak silet natap aku" keluh Ran lagi sudah emosional
"Jangan ketemu sama dia kalau enggak bareng mas"
"Iya, iya"
"Sayang?"
"Hm?"
"I love you"
"Tumben mulutnya manis"
"Mau rasa manisnya?"
"Enggak mau!"
"Rugi kalau enggak di coba sayang, yuk"
"Karena kamu mohon-mohon, aku terima deh"
"Sini ikut mas masuk!"
"Aku capek mas Doojoon!"
"Kan-kan, siapa yang suruh buat cookies? Bandel banget!"
Cup
"Aww! Tolong aku! Ada om-om mesum!"
"Pftt! Enggak ada yang nolongin. Ini rumah om, adek enggak bisa kabur!"
"Haiss! Om-om mesum! Tapi ganteng! Lagi! Lagi om! Cium lagi!"
"Syutt. Udah cukup sayang, enggak malu di dengar orang luar."
"Yah, om enggak seru!"
Share this novel