Tep
"Kak, hiks hiks. Balikin kak Ran yang dulu hiks hiks, kamu bukan kakakku, kamu wanita yang menyeramkan hiks hiks, balikin kak Ran yang dulu, aku gak mau yang ini hiks hiks" ucap Muti memberanikan diri menggenggam tangan kakaknya yang mengamuk dalam pelukan Doojoon.
Muti meraih tangan yang gemetar itu di belakang Doojoon. "Kakakku bukan seorang monster, kak Ran adalah orang yang paling bahagia dan gak pernah menyerah hiks hiks. Aku mau kakakku yang dulu, yang sangat cantik dengan senyumannya, yang sangat bersih hatinya, yang paling banyak tawanya, yang paling banyak manjanya hiks hiks, yang tidak pernah melukai dirinya. Balikin kakakku hiks hiks Muti rindu sama kak Ran hiks hiks" keluh Muti dengan tangisan yang terisak-isak dan terbata-bata.
Ran yang mendengarnya diam seribu bahasa. Kalimat-kalimat itu seperti teringat oleh seorang lelaki yang dulu selalu menyemangati nya, kalimat itu seperti penawar kontrol dirinya yang sudah sadarkan diri. Ran seperti tertampar dengan kalimat-kalimat itu. Seketika Ran mengingat kenangan indahnya memaksa masuk dalam pikirannya. Apalagi merasakan tangan adiknya yang sangat dingin ketakutan melihat dirinya seperti orang gila. Betapa tersiksanya sang adik hanya bisa diam dan tak tahu harus melakukan apa untuk sang kakak.
"Huaaaaa hiks hiks. Maafin aku, maafin aku" ucap Ran menangis sejadi-jadinya dalam pelukan Doojoon.
Setidaknya Ran sudah baikan dan tidak mengamuk dan tersiksa seperti tadi.
Dokter psikiater tersenyum di depan pintu melihat Ran yang berada dalam pelukan suaminya.
"Aku tahu kamu bisa Doojoon" ucap sang dokter. Doojoon kini tahu bagaimana rasanya menjadi Rangga dulu, rasa takut, cemas dan khawatir lebih pedih daripada tertusuk pisau tajam. Melihat orang yang kita kasihi terlihat sangat menderita sungguh memacu adrenalin mental Doojoon yang mencoba berusaha kuat demi dirinya. Betapa menakutkannya melihat kejadian ini di depan matanya sendiri. Nyawanya seperti di tarik paksa dari tubuhnya sakit kaget dan cemas melihat reaksi Ran.
"Maafin aku hiks hiks, maafin aku dik, huhuhuuu. Maafin aku gak bisa ngontrol diri aku mas, aku juga kesusahan hiks hiks" ucap Ran sepertinya sudah benar-benar sadar. Saat ini memang kepalanya seperti dikendalikan oleh sesuatu sampai memaksanya untuk mengingat masa lalunya yang kelam. Masa lalu itu terulang kembali dan jelas di dalam pikirannya, kecelakaan dan penculikannya seperti layar bioskop yang terputar dan tidak bisa berhenti sesuai dengan keinginan nya, semakin dia melupakan semakin tubuhnya merasa remuk dan kesakitan
Doojoon hanya memeluk erat Ran tanpa kata-kata, hatinya seperti di obrak abrik oleh perasaan yang tidak karuan selama seminggu ini. Masalah yang sudah selesai ini makin berkepanjangan dan belum juga menemukan titik terangnya
Dokter yang memeriksa kondisi Ran mengernyitkan dahinya, ada sesuatu yang ganjal terjadi pada Ran.
"Kenapa dokter?"tanya Doojoon peka
"Bisa kita bicara berdua?" Tanya sang dokter karena di kamar mereka ada Muti dan mbok Arsih yang sedia menemani.
"Mari ikut saya Dok" ajak Doojoon menuju ke balkon kamarnya untuk berbicara
"Kumpulkan makanan dan minuman di rumah ini dan kirimkan ke laboratorium saya sekarang juga" pinta sang dokter
"Maksud dokter?"
"Sepertinya ada yang sengaja memberikan obat halusinasi dan menyebabkan ketergantungan jika dikonsumsi secara terus-menerus. Halusinasi akan bekerja bagi orang yang pernah mengalami trauma seperti Ran. Jika ada kejadian yang sama di masa lalu terjadi maka efek obat bisa menguasai penuh jiwa seseorang jika dikonsumsi secara berlebihan. Sepertinya Obat ini sudah di campurkan dalam makanan atau minuman yang Ran konsumsi"
"Apa obat itu sejenis dengan narkotika?"
Sang dokter mengangguk "untung saja Ran tidak mengonsumsi obat-obatan yang dia miliki, kalau itu terjadi maka Ran sudah tidak bisa diselamatkan. Dia harus berada di rumah sakit jiwa"
Obat-obatan yang Ran miliki adalah obat penenang yang termasuk dalam jenis narkotika juga tapi dalam pengawasan dan izin dari dokter, sedangkan pil yang dicampurkan dengan makanan dan minuman yang Ran konsumsi adalah jenis yang bertolak belakang namun dalam jenis yang sama, kalau sampai keduanya bertabrakan maka akan merusak sistem saraf pusat yang akan membuat Ran kehilangan dirinya.
"AAAAKKKHH!" Teriak Doojoon mencoba melepaskan rasa gilanya karena pelaku yang sampai sekarang juga belum bisa mereka temukan, sekarang Ran makin menderita karena saat ini Ran mungkin adalah incaran mereka.
Doojoon kembali ke kamarnya melihat Ran sudah siuman di atas kasur. Melihat wajah teduh itu makin membuat Doojoon takut kalau dia tidak bisa berbuat apa-apa.
Sruk
Doojoon langsung memeluk Ran erat, satu hal yang belum Doojoon sadari dari tadi. Saat ini dia tidak memakai baju karena kaget mendengar teriakkan Ran, sampai sekarang pun tidak ada yang berani mengomentari atau memberitahu kalau Doojoon belum memakai baju, hanya celana training pendek yang terlihat di tubuhnya.
Maka nya hanya Muti dan mbok Arsih yang menemani karena mereka segan pada Doojoon dan menghargai kedudukan tuan rumah mereka.
"Mbok, buang semua makanan dan minuman di rumah ini, berikan apapun yang dokter minta, beli yang baru sekarang juga. Dik, hubungi kak Hendra dan kasih tahu semua yang terjadi hari ini. Jangan biarkan siapapun masuk ke kamar"
Dokter pergi bersama dengan mbok Arsih yang mengikuti arahan dari dokter sedangkan Muti langsung menuju ke kamarnya menelfon sang kakak. Dan para pengawal menjaga di depan pintu kamar. Hingga akhirnya tinggal mereka berdua di kamarnya.
"Ran, peluk aku erat-erat. Jangan lepaskan sebelum aku minta" ucap Doojoon menatap Ran dengan buliran air di matanya.
Ran memeluknya erat "kepalanya masih sakit?" Tanya Doojoon.
Ran menggeleng. "Masih mikirin kejadian tadi?" Tanya Doojoon kembali. Ran mengangguk pelan
"Pengen muntah lagi?"
"Enggak"
"Mau aku bantu hilangin pikiran kamu biar gak ingat itu lagi?"
Ran mengangguk percaya. Keduanya saling menatap dengan dalam, Doojoon melepaskan piyama tidur Ran perlahan. Doojoon mengecup kening Ran lembut. Lalu turun ke mata dan bibir dan berhenti di dada mulus yang tertutupi oleh kaos putih tanpa lengan. Doojoon masih memberikan kecupan-kecupan ringan.
Doojoon terhenti "Aku lanjut jika kamu menginginkan" lirih Doojoon menggenggam jemari Ran. Melanjutkan atau berhenti kini berada di tangan Ran
"Aku... menginginkan mu mas" lirihnya langsung mengaitkan kedua tangannya di leher Doojoon, menariknya masuk ke dalamnya.
Malam ini aku upload 2 episode kok guys, sorry ya kelamaan
Share this novel