Ran tiba di sebuah rumah yang tidak terurus dan dipenuhi oleh rerumputan liar yang bertebaran di mana-mana. Rumah yang sangat menyeramkan sampai-sampai perasaan ingin kembali ke rumah adalah jalan terbaik, tapi kini Ran membulatkan tekad demi seseorang yang sedang di sekap di dalamnya
"Gimana Vin? Siap?" Ucap Ran pada Vina yang masih berada di dalam mobil
"Ran, apapun yang terjadi, perioritas kita adalah diri kita sendiri" pesan Vina mengelus perutnya dengan penuh cemas.
"Vin, kamu tunggu di sini dan jangan keluar sampai bala bantuan datang. Biar aku yang hadapi mereka" ucap Ran dengan sangat berani.
"Gimana kalau kita tunggu mereka datang dulu, aku khawatir sama kamu Ran" ucap Vina menahan seorang wanita hamil yang saat ini tidak mempunyai pilihan lain selain masuk dan menyelamatkan adiknya
"Aku tidak punya waktu lagi Vin, aku enggak mau terjadi sesuatu pada adikku Vin" ucap Ran dengan sangat frustasi
"Bagaimana dengan dirimu?"
"Semuanya akan baik-baik saja Vin" ucap Ran langsung bergegas masuk ke dalam kediaman seorang diri.
"Hai sayangku, akhirnya kamu datang" ucap seorang lelaki membawa gadis yang harus Ran selamatkan, yaitu adiknya
"Are you okay?" Tanya Ran melihat sang adik dengan kondisi yang berantakan, tapi tidak ada bekas luka melainkan tangan dan kakinya yang terikat oleh tali.
"Aku sudah membawa apa yang kamu ingin Dirga! Lepaskan adikku!" Ucap Ran dengan berani dan penuh penekanan
"Berikan padaku" ucap Dirga langsung menerima koper yang berisikan uang dan beberapa cek di dalamnya
"Jangan terburu-buru Ran, aku masih ingin menikmati wajah cantikmu itu seperti dulu saat kita berdua bersama" lirih Dirga dengan penuh nafsu setiap kali melihat Ran.
"Emhhh!" Mendengar hal itu tentu saja Muti sangat marah ingin memberontak.
"Hei! Aku sudah cukup sabar dengan sikapmu adik manis! Diam!" Teriak Dirga pada Muti yang duduk di lantai sebelah lelaki yang sedang memeriksa koper berisikan uang itu.
Sleepp
Dirga melepaskan lakban yang menutupi bibir Muti yang sudah memerah berdarah di sudut bibirnya
"Kamu melukainya?" Tanya Ran menatap dengan tajam
"Sedikit memberikan dia pelajaran, agar patuh seperti anjing peliharaan" jawab Dirga masih menghitung jumlah uang itu dengan mata yang berbinar-binar.
"RAN!" Panggil Vina langsung masuk ke dalam.
"Kenapa kamu ke sini Vin, bahaya!" Ucap Ran terkejut dengan kedatangan Vina
"Aku khawatir sama kamu" jawab Vina sudah menunggu lama di luar
"Hah! Kamu membawa satu tawanan lagi Ran, dan lebih tepatnya dia sedang mengandung. Bukankah lebih baik jika anak itu keluar sebelum waktunya" ucap Dirga menatap dengan penuh ancaman
"Hei! Lelaki biadab seperti dirimu seharusnya mati di penjara!" Umpat Vina dengan sangat berani.
"Hahaha! Kalian memang pemberani, tapi sayang, para lelaki yang menjaga kalian tidak ada di sini. Bagaimana kalau kita memainkan sebuah game sebelum kalian pergi ke tempat yang seharusnya" ucap Dirga dengan santai.
"Aku tidak ingin bermain-main Dirga! Lepaskan adikku!"
Dor!
"Arghh" mereka terkejut,
"Muti!" Teriak Ran melihat adiknya yang di tembaki pistol oleh Dirga.
Seketika suasana menjadi sangat mencekam, Vina terkejut sampai membuatnya gemetar di lantai
"Vina, kamu baik-baik aja?"
Vina mengangguk dengan yakin, meskipun kini tubuhnya sangat lemah untuk bergerak
"Hahaha, peluru pertama masih kosong Ran. Ayo bermain, sebelum adikmu yang menjadi tumbal pertama" ucap Dirga dengan sangat santai.
"Baik. Apa yang kamu inginkan?"
"Berlutut di kakiku" ucap Dirga menantang
"Tidak boleh! Kakak"
Plak
"Sudah ku bilang diam!" Dirga melayang kan pistol itu menampar pipi Muti
"Kamu pikir aku tidak berani hah! Aku tidak takut pada siapapun" ucap Dirga masih saja gila seperti sebelumnya.
"Baiklah, sebelum aku melakukannya. Aku ingin menanyakan sesuatu"
"Silahkan"
"Di mana om Aditya dan tante Rachel?" Tanya Ran menanyakan keberadaan kedua orang tua almarhum Rangga mantan suaminya
"Mereka di sini" jawabnya
"Lalu siapa yang membebaskan mu dari penjara?"
"Mereka yang membebaskan ku dengan sebuah jaminan"
"Jaminan?"
"Ya, mereka menjual perusahaan Aditya company demi menghancurkan mu Ran"
"Aku tahu, lalu kenapa tante dan om tidak pernah mengatakan apa yang sebenarnya mereka ingin dariku?" Tanya Ran membuat keduanya keluar dari sebuah ruangan
"Karena kamu tidak mempunyai cela Ran, kami tidak bisa mendekati mu karena Doojoon yang selalu menjagamu di manapun. Dia mampu menghalangi semua yang kami lakukan tanpa ada yang tersisa" jawab Rachel dengan penuh amarah menatap Ran.
"Sekarang aku mengerti mengapa belakangan ini semua baik-baik saja" batin Ran menyadarinya
"Tapi kali ini, orang-orang yang sangat aku benci berada di sini. Kali ini aku tidak akan menyesal kalau harus mati. Setidaknya dendamku sudah terbalaskan" ucap Rachel dengan penuh ambisi ingin mencelakai Ran, Vina dan Muti.
"Cepat lakukan Ran!" Ucap Dirga tidak ingin mengulur waktu lagi.
"Ran! Jangan lakukan itu! Ingat kondisimu!" Peringat Vina menatap perut Ran jikalau dia melakukan nya.
Melihat gerak mata Vina, membuat seorang wanita tua itu menyadari nya
"Kamu sedang mengandung?" Tanya Rachel penasaran
"Ya, mereka kembar dan sangat sehat" jawab Ran dengan senyuman hangat sembari mengelus perutnya yang sudah membuncit
"Aku tidak perduli! Cepat!"
Ran berjalan mendekati Dirga, melirik adiknya yang sedang duduk di lantai lalu menatap lelaki yang berada di hadapannya dengan tajam
Ran mulai berlutut, tentu saja Dirga ingin membalaskan dendam nya dulu pada Ran, hingga pistol itu sudah berada tepat di kepala Ran saat dia ingin berlutut.
Dor! Dor!
Bunyi peluru tepat mengenai sasaran. Polisi tiba di tempat pada waktunya.
Lebih tepatnya Doojoon yang melayangkan peluru itu tepat mengenai tangan Dirga juga lengannya
Secepatnya Ran menarik Muti dan mendorongnya pergi menghampiri para penyelamat.
"RAN!" Panggil Doojoon dari kejauhan
Ran yang masih berlutut itu menoleh ke belakang, lalu berlari menghampiri Doojoon yang datang bersama dengan Reza, Hendra
"Mas Doojoon" lirih Ran memeluk dengan erat.
Sementara Vina langsung di bawa ke rumah sakit bersama dengan Muti yang sudah tidak sadarkan diri.
Dor!
Rachel langsung mengambil pistol itu dan menembaknya langsung ke arah Ran.
"RAN!" Panggil Doojoon melihat sang istri sudah tidak sadarkan diri.
Share this novel