Episode 3

Romance Series 19934

Ting Tong...

"Paket!!"

Tak

"Permisi mba, atas nama Ran Tania?" tanya kurir pada Vina yang membukakan pintu pagi hari saat mereka berdua sedang sarapan.

"Biar saya yang wakili aja bang" jawab Vina langsung menandatangani paket konfirmasi yang sudah diterima.

"Terimakasih bang" pesan Vina langsung menghampiri Ran yang masih di meja makan.

"Paket loh nih" serah Vina pada Ran di atas meja.

"Gue gak pesan apa-apa tuh" pikir Ran masih mengunyah roti miliknya.

"Dari fans kali, buka aja. Siapa tahu di dalamnya ada emas berlian" kata Vina penasaran dengan isinya

"Gue juga penasaran sama isinya" Ran langsung membuka paket berbentuk kotak sedang dengan cover yang sangat rapih dan mewah.

Srek,

Robekan demi robekan hingga covernya terlepas dan menyisakan kotaknya. Saat dia membukanya terdapat sebuah kunci yang familiar di hadapan nya.

"Ini kan..."

Ddrrrt ddrrt

"500 juta. Gak bisa di tawar lagi. Duitnya kirim di rekening xxxxxx123" pesan dari Rangga masuk.

"Duit aku gak cukup kalau bayar sekaligus. Boleh setengahnya dulu gak?" balas Ran dengan berapi-api.

"Terserah kamu aja" balas Rangga.

Brak

Ran berdiri tidak percaya, kursi yang didudukinya terhempas ke belakang saking semangatnya Ran.

"Lo kenapa?" tanya Vina terkejut.

"Vin, Vin, Vin... gue udah dapat rumah yeayyyyyyy!!! Alhamdulillah, Allahuakbar" Ran langsung memeluk sahabatnya heboh.

"Uhuk uhuk gue kecekik Ran" keluh Vina yang masih mengunyah roti miliknya kini diterkam sahabatnya karena sangat bahagia.

"Sekarang temenin gue kemas barang" kata Ran kegirangan.

"Sarapan dulu Ran"

"Gak ada waktu, aku udah gak sabar" jawab Ran berlarian mengemasi barang-barang nya ke dalam koper

"Mandi dulu"

"Mandi di sana aja" balas Ran

"Ya Allah, siksa amat hidup gue jadi babu dia" keluh Vina tidak berdaya pada Ran.

Beberapa menit kemudian, mereka sudah berada di lokasi rumah Ran yang membuat Vina tercengang akan keindahan tamannya.

"Bih, banyak duit juga lo beli rumah kayak gini" puji Vina mengeluarkan koper juga barang yang dibutuhkan. Saat masuk ke rumah itu, ekspresi Vina tidak dapat lagi dijelaskan.

"OMG... rumah semewah ini ada dilingkungan warga yang polos gak tau isinya kayak gini" kata Vina memerhatikan setiap inci dari rumah ini.

"Gue penasaran sama harganya, berapaan?" tanya Vina pada Ran.

"500 juta"

"WHATTTTTT, DEMI APA!!! 500 JUTA DOANG!!" Vina tidak percaya.
"500 juta mah cuma untuk taman luarnya aja Ran dan semua perabotan kebutuhan rumah udah lengkap luar dalem" Vina masih tidak bisa menerima kenyataan nya

"Manusia o'on mana yang jual rumah semurah ini?" tanya Vina memiliki perasaan yang sama dengan Ran saat mengunjungi tempat ini.

"Rangga yang jual ke aku" jawab Ran membawa koper miliknya menuju kamar utama.

"WHAT!!, RANGGA!? kapan kamu ketemu sama dia?" tanya Vina lebih syok lagi.

"Kemarin, ceritanya panjang sampai Rangga jual rumahnya ke aku" jawab Ran menaruh pakaiannya di dalam lemari.

"Apa lo gak ngehh gitu, atau Rangga masih cinta sama lo?" pikir Vina menjatuhkan tubuhnya di atas kasur ukuran king size.

"Tenang aja Vin, aku akan bayar rumah ini melebihi dari harga yang sudah ditetapkan. Aku tidak ingin melepaskan rumah ini ke orang lain" Ran hanya ingin memastikan hubungan nya dengan Rangga sudah benar-benar berakhir.

"Apa lo masih cinta sama dia?" tanya Vina tanpa Ragu.

"... enggak" jawab Ran serius.

"Kalau seandainya Rangga ajak lo rujuk laghhhh"

"Syuttt, udah. Aku gak mau bahas ini lagi" pinta Ran menutup bibir Vina dengan telunjuk nya.

"Aku mau mandi dulu, sekalian unboxing kamar mandi baru" Ran mengambil baju mandi meninggalkan Vina di atas kasur sendirian.

"Lo gak bisa bohongi gue Ran, gue tau kalau lo masih punya perasaan ke Rangga" gumam Vina melihat Ran melangkah pergi.

"Gue balik dulu, udah lambat ke kantor gara-gara lo. Bye sayang. Muach" pamit Vina pergi meninggalkan Ran di kampus mereka yang dulu karena ada urusan penting dengan Prof Darwin yang mengundang Ran ke ruangannya.

"Assalamualaikum Prof" sapa Ran langsung memasuki ruang wakil rektor milik sesepuhnya. Senyuman lebar disambut hangat oleh guru yang dijadikan Ran sebagai model hidupnya

"Waalaikum salam, anak bandel" jawab prof Darwin pada murid kesayangannya.

"Saya rindu dengan ucapan pedas dari bapak" gombal Ran yang sangat akrab pada seseorang yang sudah dianggap sebagai orang tuanya.

"Bapak bangga kamu menjadi anak yang sukses di usia muda" puji seorang guru pada muridnya.

"Ini semua berkat didikan dari bapak. Ini hadiah kecil dari saya untuk bapak" Ran langsung menyerahkan buah tangan yang sangat ingin diberikannya pada prof Darwin.

"Terimakasih. Saya mengundang mu kemari ada sesuatu yang ingin saya sampaikan"

"Apa itu prof?"

"Saat ini saya sudah diangkat menjadi wakil Rektor, dan tugas mengajar saya pastinya akan padat dengan emban yang saya pikul saat ini. Apakah kamu mau mengabdikan diri di universitas ini?" tanya Prof Darwin langsung ke inti pembicaraan.

"Tapi Prof..."

"IYA atau TIDAK?" Prof ingin memastikan.

"IYA" jawab Ran.

"Semua Dosen setuju menerima kamu sebagai pendidik di Universitas ini. Kami juga percaya pada kemampuan mu Ran" dukung prof Darwin.

"Besok antarkan semua data dirimu padaku. Dalam beberapa hari ini kamu langsung akan mengajar" pinta Prof Darwin pada Ran

"Baik Prof, kalau begitu saya permisi"

"Iya. Sampai jumpa"

Saat Ran keluar dari ruangan menegangkan sekaligus menyenangkan baginya. Kadang-kadang Ran bertemu dengan para dosen yang mengenalnya hingga kini dia dikenakan oleh para dosen yang merasa bangga memiliki murid seperti Ran.

"Ehh, kak Rizki" sapa Ran ceria.

"Akhirnya ada teman sebaya diajakin ngobrol" kata Rizki dengan wajah kusam kelelahan.

"Nih, minum dulu" tawar Ran memberikan botol mineral yang berada di tasnya.

"Makasih" Rizki langsung meneguk air kemudian menyisakan nya untuk kepalanya yang sudah sangat panas.

"kak Rizki habis ngapain? wajah kak Rizki kelihatan lelah banget" Ran yang sedari tadi memerhatikan gerak gerik Rizki yang sangat kacau hari ini.

"Ngajar sambil ngurusin perusahaan adalah hal yang sangat memacu adrenalin. Saat ini perusahaan sedang melakukan proyek baru tapi aku harus menemukan partner perusahaan yang cocok untuk proyek ini"

"gimana kalau Aditya Company?" saran Ran

Kalau kedua perusahaan besar ini bersatu, sudah pasti proyek ini akan sukses besar dan memperoleh keuntungan lebih tapi masalahnya adalah Rangga yang tidak memiliki hubungan baik dengan Rizki.

"Gak bisa Ran, hubunganku dan Rangga tidak baik" jawab Rizki.

"Aku pikir Presdir Aditya Company adalah orang yang profesional. Sudah pasti dia bisa membedakan masalah pribadi dan perusahaan" saran Ran pada Rizki yang masih menatap Ran hangat.

"Aku akan coba. Tapi ada kendala lain lagi"

"Apa itu kak?"

"Kamu mau jadi model fashion gamis muslimah aku kan?" tanya Rizki tersenyum meminta jawaban yang memuaskan.

"Iya dong, kan aku yang selalu jadi ambasador nya kak Rizki. Tapi sebelum itu temenin aku beli bahan dapur boleh? Biar hemat taxi" ajak Ran dengan wajah berbinar-binar.

"Boleh dong. Kalau gitu kita berangkat sekarang"

"Ayukk!"

Rizki dan Ran langsung menuju ke supermarket belanja kebutuhan rumah barunya.

***

"Selamat siang bu Vina, seseorang menunggu anda di ruang resepsionis" kata sekertaris Vina yang bernama Cinta.

"Siapa?"

"Mmm... namanya Iqbal Bu"

"Biar saya ke sana"

Vina bergegas menuju ke bawah bertemu dengan pacar barunya yang masih menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Umur mereka memang sama hanya saja Iqbal ini disebut kambing tua, yaitu seseorang yang santai dan memanfaatkan ketampanannya di kampus hingga saat ini dia belum menyelesaikan ujiannya dengan tepat waktu lebih tepatnya hanya bermain-main sana sini.

"Ngapain lo ke sini?" tatapan tajam Vina langsung disambut oleh senyuman Iqbal yang mempesona itu.

"Maafin aku sayang, jangan putusin aku yaa. Dia itu cuma temen aku" style pakaian yang menandakan kalau dia itu lelaki fuckboy tapi tetap saja Vina masih memberikannya kesempatan. Sebuah buket bunga yang notenya bertuliskan I love you menjadi serangan andalan Iqbal kalau membujuk hati Vina.

"Sayang, jangan ngambek lagi yaa, aku ada hadiah buat kamu" tambah Iqbal mengeluarkan sebuah kalung mewah yang sangat indah.

"Aku gak marah kok, aku cemburu aja kamu sama dia" jawab Vina yang kini sudah meleleh pada sikap Iqbal yang sangat romantis.

"Maafin aku sayang, aku gak akan ulangi lagi" kata Iqbal memeluk kekasihnya dengan lembut.

"Ehemm, tempat umum jangan mesra-mesraan di sini. Diliatin orang tuh!" tegur Reza datang bersama Rizki yang sudah mengatur jadwal pertemuan mereka di Aditya Company pada hari ini. Reza sebagai sahabat dari Vina kini menjabat menjadi sekertaris dari Rizki yang memiliki sebuah perusahaan fashion dan photography yang mendunia.

"Dia siapa sayang?" tanya Iqbal menatap risih Reza yang santai seperti di pantai.

"Dia ini orang gak penting sayang" Vina membanggakan pacarnya di depan Reza yang selalu mengejek nya jomblo.

"Gak penting" sinis Reza langsung pergi bersama Rizki ke ruang pertemuan.

***

"Assalamualaikum, nih makanan kamu" serah Ran pada Vina yang menunggu makanan dari sahabat nya.

"Makasih sayang, ehh yang satunya buat siapa?" tanya Vina melihat satu bekal di depannya yang masih lengkap.

"Punya kak Rizki, dia temenin aku beli bahan bahan dapur, jadi sebagai tanda terimakasih, aku buatin dia bekal juga" jawab Ran mengurus temannya yang sangat lahap memakan bekal miliknya.

"Masakan kamu enak banget Ran" puji Vina sangat menikmatinya.

"Iya dong, kak Hendra sama kak Rizki yang ajarin aku pas di US" jawab Ran memberikan segelas air pada Vina.

"Buatin tiap hari ya" paksa Vina membujuk Ran untuk selalu membawakannya bekal.

"Mmm... ongkosnya berapa?" tanya Ran mengangkat alisnya dan langsung menyodorkan tangannya.

"Gak jadi, Lo mau gak nikah sama gue" gombal Vina mengedipkan matanya genit.

"Boleh, mas kawin nya 1 Miliar" jawab Ran mendekatkan dirinya pada Vina.

"Barapapun aku siap, asal sama kamu" jawab Vina membalas manja.

Dari tadi bawahan Vina hanya menggelengkan kepalanya melihat dua perempuan itu saling menggoda satu sama lain di dalam kantornya.

"Gue balik dulu sekalian antarin bekal kak Rizki di kantornya" pamit Ran beranjak dari kursi sofa di ruangan Vina.

"Gak usah. Kak Rizki ada di sini, biar aku antar kamu ke ruangan meeting" tahan Vina membawa Ran menghampiri ruang meeting.

"Vin, kita gak boleh masuk. Mereka pasti sibuk" tolak Ran tapi Vina memaksa. Tangan Ran digenggam oleh Vina agar tidak kabur.

"Sekarang waktu istirahat Ran, pasti mereka sudah keluar dari ruangan" jawab Vina hingga saat ini mereka hampir sampai di ruangan itu.

Tok tok

Vina langsung memasuki ruangan yang di dalamnya ada Rangga, Rizki, Reza dan Haikal yang sudah mengakhiri meeting mereka.

"Ran!" Panggil Reza melihat sahabatnya heboh.

"Aku rindu banget sama kamu" ungkap Reza langsung menghampiri Ran dan ingin memeluk seperti saat dulu. Tentu saja langsung dihalangi oleh mereka yang sudah tahu Ran menjaga sentuhan yang bukan mahromnya terutama Vina yang langsung menjewer telinga Reza kasar dan menariknya menjauh dari Ran. "Buaya gak boleh gatel" kata Vina pada Reza.

"Kenapa kamu di sini?" tanya Rangga dingin.

"Dia mau ngasih bekal buat kak Rizki" jawab Vina mengompori.

"Buat aku?" Tanya Rizki menunjuk dirinya sendiri. Sebenarnya Ran tidak ingin memberikannya di sini karena tidak ingin orang lain yang melihat apalagi Rangga yang saat ini menatap seperti pedang pada Rizki. Tapi karena Vina sudah menjawabnya otomatis dia harus memberikan nya sekarang

"Iya, buat yang kemarin udah bantuin aku belanja" jawab Ran memberikan bekal itu lembut.

"Ini buatan kamu Ran?" tanya Reza memerhatikan isi bekal yang menarik penciuman juga mata.

Ran mengangguk menjawab pertanyaan Reza dengan senyuman ramah miliknya "aku juga mau" rengek Reza pada Ran.

"Biar gue yang buatin punya lo" jawab Vina pada Reza yang masih memerhatikan bekal yang berisi makanan bergizi bersama buah yang sudah dipotong rapih.

"Masakan kamu gak enak Vin" tolak Reza bergidik ngeri mengingat masakan Vina dulu.

"Enak aja Lo ngehina masakan gue" tolak Vina memukul mukul sahabatnya kasar

"Makasih ya" ucap Rizki

"Sama-sama" jawabnya.

"Kalian pacaran ya?" tanya Haikal melihat kedua orang di depannya sedang beradu.

"Pengennya sih gitu" gumam Rizki masih menaruh hati pada wanita di depannya. Ran hanya bisa tersenyum pada pertanyaan itu.

"Gak boleh makan di dalam kantor!" Ketus Rangga langsung meninggalkan ruangan itu tanpa basa-basi.

"Kalian berempat ini...?"

"Iya, mereka bertiga ini sahabat saya sejak dulu. Jadi santai saja" jawab Ran peka pada pandangan Haikal.

"Gak usah sedih za, nanti kita buat party aja di rumah aku" ajak Ran pada sahabat nya.

"Boleh tuh, malam ahad gimana?" tawar Vina.

"Gue ikut!" Singkat Reza

"Biar saya yang beli semua makanannya" tambah Rizki

"Saya boleh gabung?" tanya Haikal merasa sepertinya akan sangat asyik

"Boleh dong pak Haikal" balas Vina.

***

"Terimakasih pak"

Ran baru saja turun dari taksi di depan rumahnya sehabis menyelesaikan urusannya di luar hingga kini matahari sudah terbenam, ia melihat sebuah mobil terparkir di halaman rumah dan bergegas menghampiri mobil itu, terlihat seorang pria sedang bersandar di mobil sambil menundukkan kepalanya.

"Rangga" panggil Ran mengira-ngira Dan ternya lelaki itu adalah Rangga yang sudah menunggunya dari tadi.

Wajah yang tampak lesu karena pekerjaan yang tiada akhir sudah membuatnya melupakan semua yang pernah singgah di kehidupan nya saat ini. Dia yang hanya sibuk dan fokus pada perusahaan dan tidak pernah mengurus dirinya dengan baik membuat Ran selalu berfikir "apakah selama ini kamu selalu menyiksa dirimu seperti ini?"

"Kamu ngapain di sini?" tanya Ran menatap mata sayu Rangga yang tidak bisa menyembunyikan kelelahan yang dia rasakan.

"Apa ingatan mu sudah kembali?" tanya Rangga sangat kacau.

"Kenapa kamu menanyakan hal itu?"

"Aku sangat tersiksa melihat mu di depanku Ran. Kamu kembali tapi tidak kembali pada diriku" keluh Rangga menghela nafas panjang.

"Sebenarnya apa yang kamu inginkan dariku?"

"Aku tidak bisa tidur setiap malam karena menginginkan kamu kembali ke sisiku. Hatiku sangat sesak melihat mu bersama lelaki lain" keluhnya lagi masih bersandar di mobilnya sementara Ran hanya bisa mendengarkan setiap keluh kesah yang Rangga ungkapan.

"Rangga... hubungan kita sudah berakhir dan ingatanku sudah kembali saat dulu aku berada rumah sakit" jawab Ran lembut.

"Itu sebabnya kamu selalu menghindari ku?"

"Iya. Aku bukan milikmu lagi. Berhenti menyiksa dirimu sendiri karena diriku. Kita berdua sudah memiliki jalan hidup masing-masing. Jangan membuat ku terbebani dengan semua ini" semua yang Ran pendam kini tersampaikan dengan baik meskipun reaksi Rangga masih sama.

"Berikan aku kesempatan kedua. Aku akan melakukan yang terbaik untukmu" bujuk Rangga tidak ingin beranjak pergi.

"Cukup! Cukup Rangga! Kamu selalu saja seenaknya seperti dulu" tolak Ran sangat mengenal sikap Rangga yang selalu memaksa.

"Aku akan berubah demi kamu"

"Ambil ini" serah Ran pada Rangga kunci rumah "kamu pergi atau aku yang pergi" ucap Ran memutuskan.

"Biar aku yang pergi" Rangga langsung meninggalkan rumah itu secepat mungkin agar Ran tidak berubah pikiran untuk mengembalikan yang sudah diberikan oleh Rangga.

"Akan lebih aman jika kamu berada di rumah itu, agar aku bisa selalu menjaga dan menghampiri mu" gumam Rangga di dalam mobilnya.

Ran yang hanya bisa sekuat tenaga menahan air matanya kini mengalir deras tak bisa dibendung "sikapmu yang seperti ini hanya akan membuat ku makin membenci diriku sendiri Rangga" keluh Ran disela-sela tangisan nya.

"Akulah yang tidak pantas berdiri di sisimu. Akulah yang telah mengakhiri hubungan ini. Aku hanya ingin memastikan apa kamu baik-baik saja menjalani hidup mu. Aku sangat bersalah pada kamu Rangga"

Sebenarnya Ran sangat berat hati kembali ke kampung halamannya, berharap semua akan baik-baik saja tapi sebuah luka pasti akan berbekas hingga membuat mereka akan mengingatnya kembali.

Brak

Pintu mobil dihempaskan kuat oleh Rangga yang masuk ke dalan kediaman Aditya yang mewah. Setiap hari wajah dingin yang selalu Rangga berikan pada setiap orang rumah termasuk orangtuanya yang sedang melihat layar lebar di depan mereka.

Amarah yang tidak bisa dicurahkan membuat Rangga sangat tersiksa berada di kamarnya, dekorasi kamar itu masih sama seperti dulu saat dia masih bersama dengan Ran istrinya. Masih terdapat pakaian, parfum bingkai foto yang masih tersimpan rapi di kamar itu.

"Tidak bisa tidur?" tanya Rachel menghampiri anaknya bersandar di sudut kasur sangat kacau. Beberapa obat penenang dan obat tidur sudah berhamburan di sekeliling Rangga.

"Besok kita ke dokter ya, sepertinya kamu butuh perawatan lagi" ujar Rachel sangat menghawatirkan anak semata wayangnya.

"Ran... aku cuma mau dia"

"Berhenti memikirkan dia Rangga! kamu hanya akan menyakiti dirimu sendiri. Sudah cukup mama kehilangan satu sayap mama tidak kamu lagi" kata Rachel memeluk anaknya lembut.

"Kenapa harus Rangga yang merasakan ini semua. Lebih baik aku saja yang mati bukan dia!" keluh Rangga mencela dirinya.

"Karena ini yang dia inginkan Rangga. Demi dirinya, kamu harus menjaga apa yang sudah kamu dapatkan darinya" kata Rechel masih memeluk anaknya.

"Besok kita akan menjenguknya" pesan Rachel mengajak Rangga menjenguk seseorang yang selama ini membuatnya tegar.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience