Pagi menyambut, Ran tidak bisa tidur semalaman karena memikirkan seseorang yang selalu menghantuinya. Saat sholat shubuh dia bisa menutup matanya sejenak dan hingga matahari menyinari kamar mereka, ia masih tertidur pulas. Seorang lelaki masih saja menatapnya dari kejauhan, tidak bisa dipungkiri tatapan itu membuatnya ketagihan. "Kenapa wanita sepertimu selalu saja mendapatkan masalah yang besar?" gumam Doojoon masih menatap Ran dari kursi kerjanya di kamar.
"Anehnya, tubuh semungil dirimu sanggup menampung semuanya" pikir Doojoon menikmati secangkir kopi yang sudah ia diseduh.
"Emhhhh" suara malas Ran pertanda kalau dia sudah membuka matanya.
"Kakak sudah bangun?" tanya Ran langsung melihat Doojoon yang masih menatapnya.
"Sudah" jawab Doojoon menghampiri Ran yang masih terbaring malas memeluk guling dalam selimutnya.
Cup
Sebuah kecupan kening tanpa sadar Doojoon lakukan, hingga membuat dirinya sendiri kikuk pada hal yang baru saja terjadi. Ran juga ikut terkejut mendapatkan hal itu. Tentu saja Doojoon boleh melakukan nya tapi tanpa peringatan membuat Ran berdegup kencang.
"Maaf" lirih Doojoon
"Kenapa minta maaf?" tanya Ran
"Aku refleks mencium kamu"
"Tidak apa-apa kak. Aku hanya terkejut karena belum terbiasa" ucap Ran tersenyum.
"Kalau begitu lanjutkan saja tidurnya, semalam kamu tidak bisa tidur kan?" Pikir Doojoon.
"Maafkan aku kak. Seharusnya hari ini adalah hari bahagia bagi kita tapi semuanya rusak karena aku" ucap Ran sedih.
"Kenapa selalu ada kata maaf dan terimakasih dari bibirmu Ran? Perlakukan aku seperti yang kamu inginkan, jangan terbebani atau merasa bersalah pada diriku. Jangan menyembunyikan perasaan sedih, kesal, marah padaku. Kamu terlalu menjaga sifat mu padaku, kamu selalu menyembunyikan hal yang ingin aku dengar dari bibirmu. Keluhkan saja, aku akan menerima semuanya asalkan itu kamu" perintah Doojoon ingin masuk ke kehidupan Ran yang lebih dalam.
"Apakah aku boleh melakukannya?"
"Tentu! Kamu adalah istriku dan aku adalah suamimu" jawabnya.
"Ya Allah, kebimbangan yang ku alami sungguh membuat diriku jatuh sedalam-dalamnya dalam setiap pilihan yang ku harapkan. Apakah aku berhak bahagia sementara seseorang yang aku cintai berjuang nyawa demi diriku?"
Tok tok
"Tunggu di sini" pinta Doojoon membuka pintu kamarnya.
"Ada seseorang yang mencari Ran" ucap Ririn di depan pintu.
"Siapa ma?"
"Mama Rangga"
Ran bergegas mengganti pakaiannya dan menuju ke bawah. Wanita paruh baya yang terlihat lesu sedang duduk di sofa ruang tamu.
"Tante" panggil Ran menghampiri.
"Ran!" Ucap Rachel memeluk Ran erat. Air mata yang tidak bisa disembunyikan oleh Rachel sungguh membuat khawatir Ran yang sangat mencintai wanita dalam pelukannya
"Maafkan aku Ran, aku tidak tahu lagi harus berbuat apa. Maafkan aku" keluh Rachel sangat terguncang.
"Aku sudah memaafkan tante. Tentu saja aku akan melakukan hal yang sama jika diposisi tante sebagai seorang ibu" ujarnya lembut.
"Apa kamu mau menuruti permintaan terakhir tante?"
Ran melihat Doojoon meminta izin atas permintaan Rachel. Doojoon mengangguk meskipun dia sedikit cemas pada permintaan yang belum disebutkan.
"Apa yang bisa Ran lakukan tante?" tanya Ran gugup.
"Tolong antar Rangga ke peristirahatan terakhirnya"
Deg!
"Maksudnya?"
"Rangga menunggumu saat ini, dia hanya ingin bertemu dengan kamu" ucap Rachel sangat terluka.
"Aku akan menemani kamu" ujar Doojoon langsung membawa Ran ke rumah sakit.
Ran hanya bisa memeluk Rachel yang sudah berderai air mata
"Ran..."
"Iya tante"
"Apa aku bisa hidup tanpa anak-anakku?" tanya Rachel putus asa. Jawaban apa yang harus Ran berikan jika hal yang paling Rachel cintai di dunia ini meninggalkannya selamanya.
"Masih ada Ran yang selalu sayang dan cinta sama tante" jawabnya.
"Ran! Rangga akan meninggalkan ku seorang diri!" keluhnya sudah tahu yang akan terjadi pada Rangga. Ia hanya bisa menyembunyikan air matanya dari Rachel, bukan hanya sebentar Rangga pergi tapi selamanya.
"Dia selalu menunggu kamu datang Ran, dia selalu menunggumu di bandara. Berharap ada kamu yang akan turun dari pesawat"
Deg
"Dia depresi karena selalu memikirkan mu, dia selalu mengonsumsi obat tidur setiap malam, dia selalu menyebut namamu dalam tidurnya"
Deg
"Dia sangat bahagia saat kamu kembali ke sini.Tapi setelah melihat kenyataan kalau kamu menolaknya, sungguh membuatnya makin parah. Saat mendengar kamu akan menikah, dia tidak pernah keluar dari kamarnya selama beberapa hari dan akhirnya dia masuk ke rumah sakit"
"Dokter memvonis bahwa Rangga mengalami kanker otak stadium empat. Rangga selalu menelfon mu untuk mengucapkan selamat dan melepaskan kamu dengan ikhlas. Dia tidak ingin kamu tahu akan penyakit yang di deritanya. Dia tidak ingin kamu cemas dan menyalahkan dirimu sendiri" kata Rachel.
Deg
"Tapi takdir berkata lain. Saat mendengar kamu meminta tolong, saat itu juga Rangga sedang dirawat di rumah sakit. Dia tidak perduli dengan keadaannya dan pergi menyelamatkan mu"
Deg
Jantung Ran berdetak kencang, ia menyadari kalau selama ini mereka berdua hanya saling melukai diri sendiri. Ia terlalu lambat menyadari perasaannya pada Rangga.
"Seharusnya aku tidak meninggalkan Rangga di bandara saat itu. Seharusnya aku memeluk dia dengan erat. Seharusnya kami hidup bahagia bersama" gumam Ran dalam hatinya.
Langkah demi langkah mendekati lorong menuju sebuah ruangan yang didepannya dipenuhi oleh kerabat yang ikut merasakan penderitaan Rangga yang menahan sakit.
Langkah kaki Ran makin lambat bersama dengan nafas yang tidak beraturan. Semua orang menunggunya demi keinginan Rangga yang terbaring bersama dengan alat yang menempel di tubuh Rangga. Melihat Ran berdiri di depan pintu, Rangga tersenyum lebar menunjukkan gigi putihnya.
"Ran" lirihnya bahagia.
Ran perlahan mendekati Rangga yang tidak berdaya tanpa alat bantu mesin di tubuhnya. Ran terdiam menahan air mata yang sangat menyesakkan dada.
"Bisakah kamu melepaskan alat ini dari hidungku? Aku kesulitan berbicara denganmu" pinta Rangga pada Ran.
Dokter yang menemani setiap saat setuju pada permintaan Rangga. Tangan Ran melepaskannya lembut meskipun Rangga meringis kesakitan. Tubuh Ran bergetar lemah di hadapan lelaki yang sangat dia cintai.
"Selamat... atas pernikahan mu" ucap Rangga mengatur nafasnya.
"Maaf... aku tidak bisa... ugh! datang" kata Rangga kesulitan mengeluarkan suara.
"Kamu pasti sembuh. Kamu adalah super Hero ku yang sangat kuat" ucap Ran menyemangati Rangga.
"Untuk apa aku hidup jika tidak ada kamu di... sisiku!" Kata Rangga tersenyum dengan santai meskipun sangat kesakitan.
"Aku gak suka lihat kamu sakit! Kamu harus sembuh biar bisa main sama aku!" Keluh Ran menyentuh tangan Rangga.
"Maafkan aku... tidak bisa mengabulkan permintaan mu" lirih Rangga lembut.
"Seharusnya kamu gak nolongin aku malam itu! Aku salah Rangga! Aku egois!. Kamu memang benar... aku jahat! Aku sangat jahat sama kamu!" Keluh Ran sudah tidak bisa menahan butiran air yang mengalir di pipinya.
"Jangan nangis... aku udah gak bisa peluk dan menghapus air mata kamu lagi" ujar Rangga menggenggam tangan Ran.
"Hiks hiks... jangan tinggalkan aku Rangga... kamu udah janji gak ninggalin aku hiks hiks" pinta Ran mengeluarkan isi hatinya.
"Udah... ada yang bantu aku buat menepati... Ugh! janji kita" kata Rangga melihat Doojoon di samping Ran.
"Ran..."
"Jangan panggil aku!" Ujarnya marah.
"Apa aku masih tampan?" tanya Rangga bercanda.
"Banget"
"Pft... ugh! Ran..."
"Aku gak mau jawab!" ucap Ran.
"Kamu harus bahagia dan menjadi Ran yang sangat kuat seperti dulu. Tugasku untuk melindungi mu di dunia ini sudah selesai" kata Rangga makin menggenggam erat tangan Ran.
"Apa kamu mau mengabulkan permintaan ku?" tanya Rangga sudah tidak tahan lagi. Nafas yang tersisa satu persatu dari tubuhnya pertanda kalau waktunya sudah tiba.
"Enggak mau! Aku cuma mau kamu... hiks hiks. Aku... ikut kamu aja"
"Enggak boleh!. Ran... Kamu harus bahagia. Ugh!" Mata Rangga membulat merasakan sakit yang tak tertahankan.
"Gimana aku bisa bahagia, kalau kebahagiaan aku itu kamu!" Rintih Ran di sela tangisannya.
"Tinggallah di rumah yang aku berikan untukmu... Hufff, akh!... ada ruang khusus di rumah itu untukmu. Semoga... kamu suka" Rangga mengerang keras. Tubuhnya seperti diremukkan oleh rasa sakit yang semakin menjadi-jadi.
Semua orang meneteskan air mata termasuk Vina yang merasa bersalah pada Rangga
"Huffhhh... Ran... tolong jaga mereka berdua" pesan Rangga melihat kedua orang tuanya.
"Ran... jangan terlalu banyak mengingat ku. Aku tidak ingin kamu menangis" kata Rangga.
"Janji?"
"Jaga dia untukku" pesan Rangga pada Doojoon. Rangga memutar matanya melihat orang orang yang sangat dicintainya berada di ruangan itu.
"Ran..."
"Ran..."
"Tuntun aku..."
Tangisan Ran terhenti, perlahan dia mendekatkan dirinya di telinga Rangga.
"Asyhadu an laa ilaaha illallaah" tuntun Ran harus kuat.
"Asyhadu... an laa... ilaaha... illallaah"
"Wa asyhaduanna"
"Wa...asyhaduanna..."
"Muhammadar Rasulullah"
"Muhammadar Rasulullah..."
Tiiiiitttt
Bunyi pendeteksi detak jantung berbunyi, Ran masih bertahan pada posisi di samping kepala Rangga. Ia masih memeluk Rangga erat "selamat tinggal sayang" ucap Ran melepaskan tangisan nya kuat.
Doojoon yang melihat pun tidak kuat menahan Ran. Ia membiarkan Ran melepaskan semuanya di saat terakhir bersama dengan seseorang yang sangat penting baginya.
"Rangga!!!" teriak Rachel dalam pelukan suaminya.
Semua orang yang berada di luar langsung masuk menahan Rachel yang sangat kehilangan. Ran masih memeluk erat Rangga hingga tidak ingin meninggalkannya sedetik pun.
"Rangga... terimakasih untuk semua kenangan manis yang kamu berikan untukku" gumam Ran masih menyentuh pipi Rangga. Air mata yang mengaliri pipi Ran sudah berjatuhan di tubuh Rangga.
"Ran..." panggil Doojoon lembut.
Ran menutup kedua matanya, mengingat semua masa masa indah saat mereka pertama kali bertemu. Semuanya diawali dengan pertengkaran hingga tumbuh rasa cinta diantara keduanya. Ia mengingat semuanya hingga terlalu larut didalamnya.
"Ran" panggil Doojoon yang masih tidak sadar hingga akhirnya ia merasa aneh pada kondisi Ran.
"Ran!" Panggil Doojoon menggendong Ran yang tidak sadarkan diri. Saat Doojoon melangkah pergi membawa Ran, tangan mereka masih bertautan dengan Rangga di masa terakhirnya. Cinta mereka yang terpisah antara dunia yang berbeda.
Ran dan Rachel yang sangat terguncang pada kepergian Rangga. Saat permakaman berlangsung, Ran hanya bisa bersandar di dada Doojoon yang selalu menemaninya.
Hampir seminggu setelah kepergian Rangga, perasaan duka masih tersisa di hati dan pikiran Ran. Dia selalu merenung di kamar sepanjang hari. Doojoon menjelaskan semua kejadian pada orang tuanya, dan mereka mengerti perasaan Ran.
Tok tok.
"Eonni!" panggil Jennie ingin menghibur Ran.
"Hm?"
"Eonni mau gak temenin aku nonton film? Jennie bosen di rumah" ajak Jennie manja.
"Boleh, tapi izin dulu sama kakak kamu" jawab Ran setuju.
"Oppa ada di bawah. Kita ajak oppa juga" pinta Jennie membawa Ran turun ke bawah.
"Jennie!" Ucap Doojoon menaikkan sedikit suaranya. Melihat Ran yang di bawa kasar oleh Jennie membuat Doojoon tidak suka. Jennie menyembunyikan tubuhnya di belakang Ran.
"Enggak apa-apa kak. Aku baik-baik saja" kata Ran lembut.
"Jennie mau nonton bioskop sama eonni. Boleh gak?" tanya Jennie berharap.
Doojoon melihat keadaan Ran "aku mau kak" ujar Ran tidak ingin mengecewakan adik kesayangannya.
"Aku ikut" singkat Doojoon terpaksa membawa keduanya pergi.
Ekspresi Ran yang kadang datar, masih dirasakan oleh Doojoon. "Jangan terlalu banyak mengingat ku. Aku tidak ingin kamu menangis" kalimat itu selalu membuat Ran sesak setiap kali mengingat Rangga.
Jennie yang sangat suka film horor akhirnya memesan tiga tiket untuk mereka. Ran yang menyaksikan, membuatnya teringat lagi akan kenangannya bersama Rangga. "Apa kamu tidak takut?" tanya Doojoon di sebelah Ran.
"Aku baik-baik saja kak" jawabnya. Ran sama sekali tidak menikmati film nya melainkan mengkhayalkan semua kenangan yang selalu melintas dipikirannya.
"Kak... maaf. Aku ingin pulang. Temani saja Jennie di sini" pamit Ran tidak tahan berada di tempat yang membuatnya teringat masa lalu.
Share this novel
ran2 orng nya dah tiada ..jgn dikenang lagi..ada suami yg perlu di jaga..