"saya terima nikahnya Ran Tania binti Abdul Rahman dengan mahar sebesar 100 gram emas dan seperangkat alat sholat dibayar tunai"
"Sah?"
"Sah!"
Tiba di mana Ran menyentuh tangan suaminya dengan sebuah kecupan di punggung tangan Doojoon. Mata yang tidak bisa dibohongi oleh Doojoon sungguh menyesakkan hatinya, meskipun Ran menikah karena perintah dari ibunya, namun saat ini Ran hanya bisa tersenyum dibalik dukanya.
"Suatu saat nanti, kamu akan melakukan nya dengan cinta Ran" gumam Doojoon menatap Ran sendu.
"Terimakasih sudah menerima ku di hidupmu" ucap Doojoon menggenggam kedua tangan Ran dan mengecupnya
"Oppa. Keningnya di kecup dulu, biar ada tanda kalau eonni itu sudah ada yang punya" tutur Jennie ingin mengabadikan gambar keduanya.
"Jangan malu-malu, udah halal juga!" teriak Vina setia menemani Ran disampingnya. Para tamu ikut-ikutan gemas pada pasangan yang dijadikan bahan tontonan.
Tatapan meminta jawaban dari Ran agar dia bisa melakukannya. Ran tersenyum mengangguk mengiyakan.
Cup
Ciuman singkat namun sangat bermakna bagi Doojoon.
Prosesi pernikahan yang sangat membahagiakan bagi kedua keluarga yang berbahagia, para tamu yang datang juga menyapa dan memberikan selamat pada pengantin baru yang sedang bersanding di pelaminan. Ran sebisa mungkin terlihat bahagia di depan orang-orang. Sejujurnya, dia sangat tersiksa dan tidak bisa berfikir jernih. Rangga yang tidak sadarkan diri sejak kejadian makin membuat Ran sangat hancur.
"Vina!" Panggil Reza dari kejauhan.
Ia berpura-pura tidak mendengar panggilan dari Reza, sebisa mungkin Vina menghindarinya. Ia hanya bingung, dia tidak tahu harus mengatakan apa pada Reza jika mereka berpapasan.
Tep
"Vin..."
"Apa lagi!" Vina menepis kasar tangan Reza
"Kenapa kamu selalu menghindar dari aku" tahan Reza menemukan Vina di tempat sepi pesta Ran.
"Gak suka aja!" Kesal Vina.
"Vin, kejadian malam itu..."
"Udah Za, lupain aja kejadian itu. Kita berdua udah dewasa, wajar kalau hubungan seperti itu di zaman sekarang ini" kata Vina tidak perduli.
"Tapi Vin, aku ingin bertanggung jawab. Ini tentang masa depan kita berdua" kata Reza.
"Lo cinta sama gue?" tanya Vina menatap Reza.
".... Vin. Gue akan tetap bertanggung jawab" tegasnya.
"Kalian kenapa?" tanya Haikal baru saja sampai dan menemukan keduanya sedang bertengkar.
"Gak kenapa-napa" singkat Vina meninggalkan keduanya.
"Kenapa sih Za?" tanya Haikal merangkul Reza akrab.
"Hah" Reza membuang nafas berat "gue... ngelakuin hal yang bikin Vina benci sama gue" jawab Reza lesu.
"Lo sih, over banget sama hubungan dia. Jadi marah kan tuh anak" oceh Haikal tidak tahu masalah.
"Akhhhh!" Keluh Reza menyugar rambutnya kasar.
Acara yang dimulai pagi hari hingga malam menjelang, tampak jelas wajah kelelahan diantara keduanya. Kini Ran sudah berada di rumah mertuanya, yaitu rumah Doojoon.
Waktu menunjukkan pukul 10:00 malam. Tanpa meminta persetujuan dari Ran, Ririn sudah bersemangat membawa anak mantunya ke rumah, tentu saja Andin mengijinkan karena itu adalah hak mereka. Keputusan yang tiba-tiba membuat Ran tidak melakukan persiapan atau lebih tepatnya dia hanya memiliki satu baju yang saat ini sedang dipakainya.
Kamar tidur yang sudah didekorasi dengan indah untuk pengantin baru, namun Ran hanya menatap semuanya kosong. "Apa kamu tidak lelah?" tanya Doojoon masuk ke kamar menghampiri Ran yang masih menghayal dalam diamnya.
"Sedikit" jawabnya.
"Kalau begitu, kamu mandi habis itu istirahat" pinta Doojoon lembut.
"Kak"
"Hm?"
"Aku gak punya baju" ucap Ran tidak bisa mandi karena tidak memiliki pakaian.
"Mmmm, kayaknya tadi mama bilang baju kamu ada di dalam lemari" pikir Doojoon mengingat pesan ibunya dan langsung mencari pakaian Ran. Ketika melihat baju couple untuk pengantin baru di dalam lemari, Doojoon menelan ludah, sudah pasti Ran tidak ingin memakai baju yang terbuka seperti ini.
"Ada apa kak? Baju aku mana?" tanya Ran menghampiri.
"Ran... apa kamu tidak keberatan memakai pakaianku?" tawar Doojoon pada Ran.
"Kan baju aku ada, coba sini aku liha..." Ran terdiam melihat baju seksi dari ibu mertuanya.
"Sepertinya aku akan memakai baju kakak saja" ucap Ran memilih.
Doojoon langsung menarik baju kaos lengan panjang yang sangat halus dan tebal bersama dengan celana training miliknya "nih, kalau begitu aku ke bawah dulu. Satu jam lagi aku akan masuk" pinta Doojoon tahu kalau memahami Ran yang masih menjaga jarak dengannya.
"Kak" tahan Ran menarik lengan baju Doojoon.
"Apa kamu butuh sesuatu?" tanya Doojoon.
"Terimakasih sudah memahami ku" ucap Ran tersenyum melihat kelembutan Doojoon pada dirinya.
"Tidak perlu berterima kasih, sudah tugasku untuk selalu memahami mu" jawab Doojoon mengelus kepala Ran yang masih ditutupi oleh jilbabnya.
Ran menuju ke wastafel melepaskan jilbabnya dan mencari handuk untuk menutupi tubuhnya yang tidak berpakaian, dengan cepat dia mandi dan memakai pakaian yang diberikan oleh Doojoon untuknya.
Ran mencari hairdryer milik Doojoon untuk mengeringkan rambutnya yang basah. Kamar yang masih sangat asing baginya, sulit menemukan barang yang saat ini dibutuhkannya.
Tok tok
"Cari apa?" tanya Doojoon sudah selesai mandi dan memakai baju couple dari ibunya, semua ini dilakukan agar orang tua Doojoon percaya kalau mereka sudah memakai baju pemberian.
"Cari hairdryer kak" jawab Ran masih mencari-cari. Pakaian yang sangat besar membuat Ran terlihat seperti anak kecil. Memakai kaos saja sudah bisa menutupi tubuhnya hingga ke lutut.
"Ada di dalam lemari wastafel Ran" ucap Doojoon mengambilnya untuk Ran.
Ketika Ran menghilangkan handuk kecil yang membungkus kepalanya, terlihat rambut pendek sebatas bahu yang baru pertama kali Doojoon lihat.
"Kamu memotong rambut panjang mu?" tanya Doojoon memerhatikan.
"Iya kak. Jelek ya?" tanya Ran sudah memakai hairdryer pemberian dari Doojoon.
"Imut kok, kamu mirip Dora kartun yang pernah aku nonton" ledek Doojoon pada Ran.
"Kakak pernah nonton kartun itu?" tanya Ran penasaran.
"Jennie yang nonton, yang katakan peta, katakan peta" ucap Doojoon menirukan.
"Ihhh, berarti aku jelek dong" keluh Ran mencubit lengan Doojoon.
"Shttt" ringis Doojoon merasa sakit mendapatkan cubitan Ran.
"Cantik kok" puji Doojoon masih menatap Ran hangat.
Saat Ran menyelesaikan urusannya, Doojoon sudah menyiapkan tempat tidur miliknya "kakak ngapain?" tanya Ran melihatnya sibuk membawa selimut.
"Aku akan tidur di bawah" jawab Doojoon menyiapkan bantal dan selimut untuk tidur di lantai.
"Kenapa tidur di bawah?" tanya Ran sudah berada di atas kasur.
"Apa kamu ingin aku tidur sampingmu?" tanya Doojoon menghentikan kegiatannya ketika Ran menanyakan hal tersebut.
Ran terdiam. Kalau seandainya Ran menjawab iya sudah pasti ia harus menjalankan tugasnya sebagai istri jika jawabnya tidak, ia merasa tidak nyaman jika suaminya tidur di bawah tepat di sampingnya.
"Kita akan memulai semuanya dari awal Ran. Aku tidak akan memaksa mu melakukan hal yang tidak kamu inginkan" kata Doojoon.
"Setidaknya kamu sudah ada di sisiku itu sudah cukup" gumam Doojoon dalam hatinya.
"Tidak perlu berfikir keras, istirahat dan jangan lupa berdoa" tutur Doojoon menaikkan selimut Ran di atas dadanya.
"Bagaimana kalau mama tahu?"
"Mereka tidak akan tahu jika kamu tidak memberitahukan nya" jawab Doojoon.
Mereka masih berbincang dengan posisi yang tidak rata. Doojoon sudah bahagia dengan hal sederhana asalkan dia bersama Ran.
"Ulang tahun kakak kapan?" tanya Ran masih tersadar di atas kasur.
"18 November. Kalau kamu 24 April kan?"
"Kakak tahu dari mana?"
"Aku tahu semua tentangmu Ran"
"Golongan darah kak apa?" tanya Ran
"AB, kamu pasti O kan?"
"Iya"
"Makanan favorit kakak apa?"
"Mmmm, kayaknya suka semua deh. Kalau kamu?"
"Yang manis, yang pedes, yang enak banget pokoknya dan yang paling penting halal" jawab Ran.
"Kak Doojoon"
"Hm?"
"Hobi kakak apa?"
"Liatin kamu" jawabnya.
"... selamat tidur kak"
"Pftt..."
"Kenapa kakak tertawa?"
"Kamu gemesin"
"Jangan ngomong lagi kak. Nanti bangunannya kesiangan" ucap Ran mengubah topik.
"Hahaha..."
"Syuutt, nanti kedengaran sama orang di luar" tutur Ran pada Doojoon.
"Kamar ini kedap suara Ran"
"..."
"Selamat tidur Ran"
"Kakak juga" jawabnya.
Share this novel