END

Romance Series 19934

Sirine mobil ambulance berbunyi sepanjang perjalanan, darah yang mengucur deras tidak lagi Doojoon pedulikan. Dia hanya menatap wanita yang terbaring lemah tidak sadarkan diri.

Genggaman tangan seorang lelaki yang sangat khawatir gemetar hebat menahan emosi yang tidak bisa tersalurkan. Bahkan rasa takut sudah menyelubungi seluruh pikiran nya.

Lirihnya kelu memanggil nama yang selalu ingin dia bahagiakan, tapi panggilan itu tidak mendapatkan respon bahkan tidak ada tanda-tanda sensorik dalam genggamannya.

"Sayang... jangan tinggalkan aku" lirih Doojoon sudah meneteskan air matanya

Mobil tiba di rumah sakit, Ran segera dipindahkan menuju ke UGD mendapatkan perawatan. Doojoon yang sama sekali tidak pernah melepaskan genggamannya itu menolak untuk berpisah sedetikpun dengan sang istri yang mengalami pendarahan.

"Mohon maaf pak, anda tidak bisa masuk" tahan seorang perawat menahan Doojoon.

"Aku tidak ingin meninggalkan istriku" tolak Doojoon bersikeras ingin masuk

"Anda juga harus mendapatkan perawatan" ucap Reza langsung menarik Doojoon menuju ke ruangan lain.

"Tapi Za, aku tidak ingin meninggalkan Ran. Aku ingin tahu apa yang terjadi di dalam" ucap Doojoon sudah tidak bisa mengendalikan pikiran nya

"Kang Doojoon! Kamu terluka parah! Dokter juga sedang berusaha di sana!" Ucap Reza kali ini sangat berani membentak sang boss demi ketentraman rumah sakit.

Dokter tiba langsung melakukan penanganan pada Doojoon yang mendapatkan luka tembak di bagian lengannya. Doojoon berhasil menghalangi tembakan yang akan di berikan pada Ran, tapi saat itu juga Ran syok, dia merasakan keram perut yang hebat sampai membuatnya pendarahan hingga tidak sadarkan diri

Doojoon yang keras kepala memilih untuk mendapatkan penanganan di depan ruangan tempat Ran sedang di periksa. Dengan penuh cemas Doojoon tidak memalingkan pandangannya melirik pintu itu.

Siapa yang berani menentang seorang bos besar, bahkan sang dokter sudah tidak sanggup berdebat dengan Doojoon yang tidak bisa di ajak kompromi

"Sudah selesai Dok?" Tanya Doojoon ingin segera masuk melihat Ran.

Baru beberapa menit dokter melakukan penanganan, tapi Doojoon tidak henti-henti nya menanyakan hal itu.

Reza hanya bisa geleng-geleng kepala di buatnya. Hingga akhirnya dokter keluar dari ruangan Ran. "Bagaimana kondisi istri saya dok?" Tanya Doojoon langsung menghampiri sang dokter tanpa peduli dengan lengannya

"Pasien baik-baik saja, dia hanya sedikit syok. Dia harus istirahat total di rumah" jawab sang dokter

"Bagaimana dengan janinnya dok?" Tanya Doojoon sangat gugup

"Janinnya baik-baik saja, tapi kandungan nya sangat lemah. Kami berharap pasien tidak melakukan hal-hal yang akan melukainya dan janinnya" jawab dokter bisa membuat Doojoon lega untuk sesaat.

"Terimakasih dokter" ucap Doojoon langsung pingsan tidak sadarkan diri. Doojoon sudah kehilangan banyak darah, di tambah lagi kondisinya yang hampir sebulan tidak istirahat dengan baik, belum pikiran nya yang tidak karuan karena video yang beredar itu, sudah pasti tubuhnya juga sudah tidak sanggup untuk bertahan.

"Muti" lirih Ran sudah sadarkan diri.

"Kakak" lirih Muti langsung memeluk Ran di atas brankar

"Kamu baik-baik saja kan?" Tanya Ran masih terbaring lemah

"Aku baik-baik saja kak, maafkan aku. Ini semua salahku" ucap Muti dengan penuh penyesalan atas apa yang telah dia perbuat

"Kamu tidak salah, semua sudah terjadi. Setidaknya kita semua masih bisa bersama" ucap Ran dengan senyuman

"Mana mas Doojoon?" Tanya Ran langsung mencari keberadaan suaminya yang tidak ada di ruangan itu. Melainkan hanya snag adik sendiri yang menemani

"Dia sedang-"

Brak!

Doojoon berlari sampai menabrak pintu ruangan Ran Dengan sangat tergesa-gesa.

"Ugh!" Ringisnya kesakitan

"Sayang!"

"Mas Doojoon!"

Melihat kondisi Doojoon memakai baju pasien dengan lengan yang sudah di berikan gips karena ada sedikit kerusakan otot terkena tembakan.

Tatapan kerinduan sudah hampir sebulan mereka terpisah, kini dipertemukan dengan kondisi yang tidak baik. Air mata Ran langsung mengalir dengan sendirinya melihat kondisi sang suami yang terluka, Doojoon langsung memeluk Ran dengan lembut

"Jangan jauh-jauh lagi dari aku hiks hiks. Aku enggak sanggup" keluh Ran sampai membuat Doojoon tersenyum mendapatkan pengakuan manja dari sang istri.

"Mas"

"Hm?"

"Bagaimana dengan janinnya?"

"Mereka baik-baik saja, mereka sangat hebat Ran" jawab Doojoon sangat bahagia mengelus perut Ran yang sudah masuk di trimester kedua

"Janin!?" Tanya seorang wanita separuh baya datang di depan pintu

"Mama, papa!"

Kedua orang tua Doojoon baru saja datang mengunjungi mereka setelah tiba di bandara

"Iya mah, aku hamil" jawab Ran dengan amat sangat bahagia memberikan informasi pada orang-orang yang sudah menantikan kedatangan mereka

Tangisan sang ibu yang merasakan bahagia tapi juga rasa sedih melihat kedua anaknya yang dalam kondisi yang tidak baik.

"Ran mau makan apa? Biar mama buatkan" ucap sang ibu mertua menghampiri keduanya. Jemari itu mengambil alih sebuah tangan yang tidak berpindah di perut Ran

Tep

"Maafkan Ran baru bisa jujur ke mama mengenai mereka" ucap Ran meraih jemari tangan ibunya yang sedang mengelus perutnya

"Mereka?"

"Iya, janinnya kembar" jawab Ran tersenyum bahagia

"Wahh! Akhirnya tidak lama lagi mama punya dua cucu. Ran mau hadiah apa? Mau rumah? Mobil? Atau nanti kita shoping!" ucap sang mama sangat amat bahagia

"Ran harus istirahat total ma" ucap Doojoon yang sudah tidak dihiraukan oleh sang ibunda

"Owhh, iya. Gimana kalau Ran istirahat di rumah mama saja, biar mama sama Jenny yang jagain Ran di sana sampai lahiran" ajak sang mama sangat bersemangat menyambut buah hati mereka.

"Tidak bisa dong Tante! Adik saya tidak boleh jauh-jauh dari saya, apalagi ini kan anak pertama mereka" ujar Hendra baru saja datang.

"Loh! Kamu kan sibuk dengan urusan kampus bersama istrimu, jadi biarkan kami saja yang merawat Ran, di sana dia akan mendapatkan apapun yang dia inginkan. Apalagi jikalau kakek tahu mengenai kehamilan cucunya" ucap ibu Doojoon tidak ingin kalah memperebutkan Ran yang hanya diam mendengarkan keduanya berdebat.

"Sudah cukup! Ma, Ran tidak akan kemana-mana dan kakak ipar yang terhormat, Ran adalah tanggung jawab saya jadi yang memutuskan siapa yang paling berhak mengurus dan menjaga Ran adalah saya" tolak Doojoon dengan sopan demi membuat keduanya tidak tersinggung

"Iya mah, Doojoon benar. Biarkan mereka berdua yang memutuskan untuk tinggal di mana" ucap sang ayah membela.

Sang ibu hanya bisa menghela nafas panjang "baiklah kalau begitu " keluh sang ibunda pasrah

"Lalu bagaimana dengan para biadab itu?" Tanya ayah Doojoon ingin mengetahui kabar para tersangka. Suasana kembali hening dengan sesak akan emosi yang membara

"Mereka tidak akan pernah bisa keluar dari penjara selama-lamanya" jawab Hendra dengan wajah tegasnya

"Aku berharap kalau mereka di hukum mati!" Lirih seseorang sangat membenci mereka

"Aku juga menginginkan hal sama"

"Setidaknya semua ini sudah berakhir tanpa harus mengorbankan nyawa" ujar Ran menatap lelaki yang sedang menatapnya hangat dengan senyuman.

"Bagaimana kabar Vina?"

"Dia baik-baik saja. Saat ini Reza sedang bersamanya di sebelah" jawab Doojoon dengan santai

"Lalu bagaimana kamu bisa kemari? Bukankah kamu juga di rawat?" Tanya sang ibu melihat infus yang masih mengikuti Doojoon kemanapun dia pergi

"Sepertinya kamu terburu-buru ke sini Doojoon" ujar sang ayah tertawa melihat tingkah anaknya yang sudah kehilangan wibawanya.

"kalau sudah bucin tingkat akut, sekalipun di depan ruangan kak Ran ada bom nuklir tetap saja kak Doojoon bisa masuk" ujar Muti menambah suasana menjadi lebih hangat

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience