"Rangga, kenapa kita balik?" tanya Haikal kebingungan.
"Pulang sendiri. Jangan ngomong santai ke aku. Aku atasan kamu" ketus Rangga meninggalkan Haikal di parkiran.
"Rangga lo kenapa sih, sensitif banget" keluh Haikal dijadikan pelampiasan kekesalan Rangga.
"Pak Haikal?" panggil Vina menghampiri bersama dengan Ran juga Rizki yang menggendong Elsa dalam pelukan nya.
"Kenapa kamu di sini?" tanya Vina keheranan. "Presdir Rangga mana?" tanya Vina mencari keberadaan bos mereka.
"Patung es? udah balik dia nya" jawab Haikal pada Vina tapi mata Haikal kini mengarah pada seseorang yang berada di belakang Vina.
"Vin"
"Apa Haikal, Lo mau apa?" tanya Vina santai.
"Kenalin dong sama yang dibelakang kamu" jawabnya.
"Ohhh. Dia Ran, sahabat gue" jawab Vina memperkenalkan Ran pada Haikal yang sudah kegirangan dan langsung memperlihatkan sosok diri yang kekar dan percaya diri.
"Perkenalkan, Saya Haikal. Sekertaris dari Presdir pemilik Aditya Company"
Dengan percaya diri dia memperkenalkan diri sekaligus pekerjaan yang sangat di inginkan oleh orang-orang.
"Assalamualaikum. Saya Ran Tania" jawab Ran tersenyum ramah pada teman Vina di kantor. Tentu saja senyuman itu seperti heart attack bagi Haikal yang sudah tersipu .
"Kamu mau balik ke kantor kan? Barengan sama aku aja, daripada kamu cari taksi?" tawar Vina
Tiba saat mereka berada di perusahaan yang bertingkat sangat luas, Vina langsung membawa Ran masuk ke ruangan nya. Sebuah tanda pengenal menduduki meja Vina yang bertuliskan Head of the Strategy Division
"Ran, maaf hari ini gue gak bisa temenin lo nyari apartemen. Soalnya kita ada rapat dadakan. Besok aja ya" kata Vina tidak tega melihat Ran yang sudah menunggunya dari tadi.
Ran hanya tersenyum dan mengerti akan kesibukan sahabat nya itu "biar aku saja yang nyari Vin. Kamu urus gih rapat kamu"
"Aku order taksi dulu. Nginep di rumah aku, gak ada penolakan."
Vina mengeluarkan handphone dan mengantar Ran menuju ke bawah. " Tunggu di sini, taksinnya sedang menuju kemari. Jangan ilang kamu. Telfon aku kalau sudah sampai rumah" pesan Vina pada Ran dan langsung melakukan pelukan perpisahan.
"Aku ke atas dulu, bawahan aku udah nunggu" kata Vina berlari masuk ke dalam perusahaan.
Hampir sepuluh menit Ran menunggu taksi pesanan Vina yang tak kunjung datang hingga mobil taksi itu berhenti di depannya. Saat Ran memegangi gagang pintu, seseorang langsung buru-buru masuk. Terlihat wajah lelaki itu sangat khawatir.
"Mba, istri saya mau lahiran" kata lelaki berumur sekitar 30 tahun dengan nafas terengah.
"Pakai saja pak, biar saya pesan taksi lain" kata Ran dengan sopan dan taxi itu pergi menjauh meninggalkannya.
Melihat kiri kanan tak satupun mobil berhenti di depannya hingga akhirnya dia duduk diam di bawah halte sambil menikmati pemandangan yang selalu ia rindukan yaitu kepadatan Jakarta dan keindahan nya.
Dia menyandarkan kepalanya di tiang halte menunggu taxi yang tidak jelas arahnya. Lebih baik dia menikmati angin sepoi-sepoi di siang yang terik ini. Menutup matanya sejenak untuk melepas lelah dari perjalanan jauh
"Tunggu siapa?" tanya lelaki itu dengan suara khas nya.
Tentu saja Ran langsung membuka kedua matanya, lelaki itu tepat berdiri di depan Ran dengan tatapan dingin dengan penampilan cool nya
"Rangga?"
Ran sedikit kaget melihat lelaki yang tadi tiba-tiba menghilang di aula dan kini sedang menatapnya tanpa ekspresi sedikit pun.
"Mau ke mana?" tanya Rangga yang kini sudah berubah 360°. Biasanya senyuman langsung terpasang di bibir Rangga ketika melihat seseorang.
"Tunggu taksi" jawab Ran masih memerhatikan semua tubuh Rangga
Lelaki yang saat ini berada di depannya terlihat kurus dan tak bergairah. Semangat juga senyuman hangat itu lenyap di telan bumi. Saat ini lelaki itu berdiri patung tak bersuara.
"Aku antar" singkat Rangga langsung membukakan pintu mobil.
"Gak usah, aku tunggu Vina di sini kok. Kamu balik aja" tolak Ran mencari alasan, perlahan dia mundur dan mencoba untuk kabur dari Rangga.
"Rapatnya sampai malam" kata menghela nafas panjang.
"Kamu masih tidak mengingat ku?"
Rangga mengepal kedua tangannya karena kesal melihat Ran yang masih menghindarinya.
Saat ini Ran bingung sekaligus tidak ingin lagi berhubungan dengan Rangga "aku... pergi ya" kata Ran gelagapan.
"Naik atau aku gendong kamu paksa" kata Rangga masih menunjukkan ekspresi dingin dan tegas. Daripada malu diliatin orang, Ran langsung masuk ke mobil Rangga dengan kecanggungan seratus persen.
Di dalam mobil yang hening tanpa suara, kecanggungan itu semakin naik saat alis tebal Rangga yang lurus itu melihat ke depan sangat menyeramkan bagi Ran.
"Mmm... kamu apa kabar?" sapa Ran tidak tahu harus ngomong apa.
"Baik" singkat Rangga.
"Kamu gak ikut rapat?"
"Sibuk"
"Sibuk?"
"Berisik!" kata Rangga yang tidak terbiasa diberikan banyak pertanyaan. Tentu saja Ran tersentak kaget melihat Rangga yang sudah sangat sangat berubah menjadi dingin dan tidak banyak bicara.
"Maaf" kata Rangga
"Buat apa?" Ran kebingungan memikirkan permohonan maaf Rangga."ohh, gak apa-apa" jawab Ran.
"Kamu... sudah menikah?" tanya Ran sudah kehabisan topik pembahasan.
Kriittt
Rangga menginjak rem seketika dan memarkirkan mobilnya di sudut jalan.
"Kalau belum, apa kamu mau meninggalkan suamimu?" Kata Rangga ketus menatap tajam Ran yang tidak mengerti maksudnya
"Hah, suami? Saya masih single" jawab Ran keheranan.
"Anak kecil tadi..."
"Ohh, Elsa. Dia anak kak Hendra sama kak Ayuna" jawab Ran.
"Oh" Rangga menutupi senyuman nya.
"mau ke mana?" tanya Rangga dengan santai tanpa tekanan pada nada suaranya.
"Aku sebenarnya mau cari apartemen buat tempat tinggal aku" jawab Ran malu-malu.
"Tunggu bentar" kata Rangga langsung menelfon sekretaris nya.
"Halo Presdir Ra..."
"Cariin apartemen sekarang juga" perintah Rangga tanpa basa basi.
"Tapi pak, semua ketua Tim sudah menunggu di sini" balas Haikal.
"Cancel. Aku kasih kamu waktu 5 menit. Langsung shareloc tempatnya" singkat Rangga
"Tapi pak... Tut"
"Arkhhhhh" Haikal sudah tidak berdaya dibuat Rangga
"Ada apa pak?"
Mereka keheranan melihat teriakan yang tertahan setengah dari leher Haikal.
"Rapat hari ini pak Rangga tidak bisa hadir. Manager Alvin yang akan memimpin rapat kali ini" pesan Haikal langsung mengerjakan tugas yang diberikan oleh Rangga.
"Tugas yang lain belum kelar malah nambah lagi. Rangga... lo kejam banget sih sama gue" gumam Haikal hanya bisa menurutinya.
Tring Tring..
Handphone Rangga berdering, pertanda kalau Haikal sudah mengirimkan lokasi yang akan mereka tuju. Ran dan keheningan mobil yang semakin sesak saat mereka berdua sangat canggung.
"Assalamualaikum kak, tadi Baby Elsa udah dianterin sama kak Rizki" kata Ran saat Hendra menelfon nya.
"Waalaikum salam, kamu di mana? Udah dapat apartemen? Kalau gak dapat biar aku antar kamu tiap hari ke kampus" tawar Hendra pada adiknya.
"Ran gak mau ngerepotin kak Hendra, kakak juga sibuk banyak urusan. Ran sekarang lagi nyari kok" jawabnya lembut.
"Sama Vina kan nyarinya?"
"Vina lagi sibuk. Gak usah khawatir kak, Aku bisa sendiri" Ran selalu saja menjadi kekhawatiran Hendra.
"Telfon kakak kalau ada apa-apa" pesan Hendra pada adiknya.
"Iya sayang" jawab Ran menggoda kakaknya dan langsung mematikan panggilan itu. Terlihat senyuman Ran menggelengkan kepalanya melihat sikap Hendra yang sangat protektif pada dirinya.
"Senyuman kamu selalu bikin nular" gumam Rangga dalam hatinya.
"Nomor kamu" kata Rangga mengulurkan tangannya.
"Hm? Buat apa?" tanya Ran kebingungan.
"Lokasi"
"Ohh"
Ran langsung memberikan nomor telepon miliknya. Pesan langsung masuk ke gadget milik Ran mengenai informasi apartemen. Ran melihat dengan teliti setiap lokasi bibit bebet bobot dari apartemen itu. Yang benar saja, semua apartemen itu sangat mewah dan mahal, mata Ran terbelalak melihat angka yang banyak. Sedangkan uang yang saat ini dimilikinya hanya cukup untuk membeli apartemen yang sederhana dan murah.
"Mmm... sepertinya aku tidak bisa menyewa apartemen yang kamu berikan. Maaf" kata Ran menolak dengan sopan. Mata dingin Rangga tepat mengenai Ran yang sangat gugup. Tatapan itu pertanda kalau saat ini Rangga meminta alasan.
"Mmm... kalau aku sewa, artinya aku gak bisa belanja kebutuhan sehari-hari dan juga aku maunya di lingkungan perkampungan biar bisa berbaur dengan masyarakat" jawab Ran memberikan opini nya.
Rangga tersenyum tidak lebar, dia langsung menuju ke tempat yang menurutnya cocok dengan Ran. Jalan menuju ke tempat itu memakan waktu sekitar tiga puluh menit, rumah yang berada tepat di depan lapangan bermain anak-anak di sisi kiri dan kanan juga dipenuhi oleh rumah warga yang berdekatan membuat Ran sudah menyukai tempat itu. Tiba saat di depan pintu gerbang rumah yang memiliki teras taman yang luas, kolam renang juga kolam ikan yang sudah dipenuhi oleh ikan koi berwarna warni. Rumah bertingkat dua yang tidak luas dengan warna putih yang mendominasi membuat Ran terpana dan teringat akan rumah nya di Bandung. Sebuah kalimat terbesit di pikiran Ran, berapa harga yang akan ditetapkan oleh penjual rumah yang sangat cantik ini?
Ran terpana akan keindahan dan kehijauan daun rindang di rumah itu, beberapa pohon buah tumbuh di belakang rumah yang terhubung dengan taman teras depan rumahnya, seperti pohon mangga, pohon kelapa juga pohon alpukat yang sangat terawat. Terdapat pondok kecil ditengah taman bersama dengan bunga-bunga berwarna warni, anehnya tak satupun jenis tanaman mawar di taman itu.
"Manusia seperti apa yang mau menjual rumah se sempurna ini" gumam Ran dalam hatinya. Ketika mereka memasuki rumah itu, suasananya sangat berbeda dari luar. Arsitektur yang sangat modern dan berkelas menyambut Ran ketika mereka di ruang tamu. Setiap ruangnya memiliki tema yang berbeda hingga siapapun yang tinggal di tempat ini akan betah. Perasaan yang Ran saat berada di rumah itu seperti sedang refreshing, tidak bisa dijelaskan lagi dengan perasaan damai yang dimilikinya saat ini. Lagi-lagi Ran berfikir "duit aku cukup gak ya?" Ran hanya bisa menghela nafas berat, sangat sulit untuk memilih pilihan yang akan diambilnya.
"Kalau duit gue gak cukup gimana? Kalau gak di beli... rumah ini adalah rumah impian ku dari dulu. Aku gak mau dibeli sama orang" lirih Ran menyandarkan kepalanya di dinding.
"Kamu suka?" tanya Rangga menghampiri Ran yang sudah tidak semangat memikirkan rumah ini.
"Emm. Suka banget. Tapi..."
"Nih, kuncinya buat kamu" kata Rangga memberikan kunci rumah itu pada Ran. Ran langsung menyatukan kedua tangannya menerima kunci rumah itu.
"Makas... eh! kok! hah?" Ran syok menyadari bahwa dirinya langsung mengambil kunci itu tanpa membicarakan harga dan kesepakatan pada sang pemilik rumah
"Pemilik rumah nya mana?" tanya Ran menunggu pemilik rumah namun hanya mereka berdua yang berada di rumah itu. "Kamu..."
"Iya, rumah ini punya aku" jawab Rangga melangkah mendekati Ran.
"Sorry, aku... gak bisa" jawab Ran langsung melepaskan kunci itu di lemari kecil di sudut ruangan.
"Aku gak ngasih kamu" kata Rangga mengerutkan keningnya.
Ran yang sangat percaya diri itu berfikir kalau Rangga akan memberikan rumah itu secara gratis
"Hah?" Ran mengangkat kedua keningnya
"Pft..." Rangga makin mendekatkan diri hingga jarak mereka kini tinggal selangkah lagi akan menempel. "Kamu terlalu percaya diri. Berapa kamu mau?" tanya Rangga memojokkan Ran hingga bersandar di dinding.
"Emm, kita terlalu dekat" kata Ran menghindari tatapan Rangga.
"Satu Milyar" kata Rangga tidak ingin berpindah.
"Hah! Kok mahal benget!" Ran langsung menatap Rangga berharap kalau dia akan menurunkan harga.
"Itu udah paling murah, meskipun rumah ini tidak luas tapi semuanya berbahan kelas dunia" jawab Rangga menarik ulur pada Ran. Dia menyandarkan dirinya di dinding melipat dua tangannya di dada, samping Ran.
"2 Milyar" Rangga menaikkan harganya.
"Ihhh, kok malah naik" keluh Ran mencubit lengan Rangga karena kesal. Wanita yang tidak pernah berubah dan kadang lepas kendali kalau bersama orang yang dia anggap nyaman.
"Sshhh"
Ringis Rangga menatap tajam Ran yang kelepasan pada Rangga. Tentu saja dia keget pada tingkahnya barusan.
"100 juta" singkat Rangga
"SERIUS!!" Ran sudah memancarkan mata cerahnya saking bahagianya.
"Asal kamu nikah sama aku" tambah Rangga serius. Senyuman Ran langsung jatuh dan tertunduk diam.
"Aku... gak bisa" jawab Ran tegas dan langsung meninggalkan rumah itu juga Rangga yang tidak percaya pada reaksi Ran.
"Apa aku terlalu terburu-buru?" Pikir Rangga kesal.
"Tunggu saja Ran, aku akan membuatmu tergila-gila padaku hingga sedetikpun kamu tidak ingin berpisah dariku" gumam Rangga yang hari ini sangat bahagia.
Hai guyss... salam toleransi bagi kita semua. buat temen-temen yang sudah melihat cover buku dari novel ini, tujuannya untuk membuat kalian lebih mendalami karakter tokoh pemeran utama dalam novel ini. biar kalian lebih tahu sih wajah Ran dan jodohnya seperti apa. jadi saya harap kalian tidak merasa ada hal yang sedikit membuat kontroversi antara si lelaki dari cover buku ini. terimakasih.
Share this novel