"oekkk! Oekkk!"
Sejak pagi Ran tidak henti-henti nya mengeluarkan isi perut yang kosong. Wajah pucat, lemah lesu hanya bisa berbaring di atas kasur sembari menghayal kan sesuatu yang tidak penting.
Menunggu waktu mual yang datang tiba-tiba bahkan sampai mengganggunya sepanjang pagi. Morning sickness Ran semakin parah setelah dia tahu kalau ada kehidupan di dalam perut nya
Doojoon berangkat sejak pagi dikarenakan hari ini adalah perayaan perusahaan baru juga gedung baru yang akan di pimpin oleh Doojoon sebagai seorang presiden direktur. Tentu saja hari penting ini sangatlah bersejarah bagi keduanya tapi Ran tidak bisa hadir karena kondisi nya yang tidak memungkinkan, apalagi Doojoon sangat melarang Ran pergi.
Tok tok
"Nona" panggil bi Iyem di depan pintu kamar
"ada apa bi?"
"Sarapan dulu, saya sudah buatkan makanan kesukaan nona" bujuk bi Iyem sudah kedua kalinya datang menghampiri Ran di kamarnya
Bi Iyem adalah orang pertama yang tahu kehamilan Ran ketika Doojoon berangkat ke kantor. Sebenarnya Doojoon ingin merahasiakannya tapi sudah pasti bi Iyem tahu, karena beberapa hari ini Ran sama sekali tidak pernah ikut memasak di dapur, ataupun Ran seharian hanya berada di kamar, sekalipun saat makan, Doojoon yang mengambilkan dan membawanya ke kamar.
"Iya, saya turun ke bawah" jawab Ran dengan malas.
Di meja sudah disajikan nasi goreng, ayam goreng, salad, bahkan jus buah yang sudah disajikan.
Ran mengambil piring nya lalu mengambil sesendok nasi goreng juga paha ayam.
"Oekkk" sebelum nasi itu masuk ke mulutnya, Ran kembali merasakan mual hingga akhirnya dia berlari ke wastafel dengan cepat.
Ran kembali ke kursinya menggigit paha ayam itu dengan lembut, entah rasanya seperti apa tapi sungguh lidah Ran tidak bisa menerima apapun masuk ke mulutnya.
"Sepertinya, nona hamil" ucap mereka sudah mengambil kesimpulan yang sangat benar
Bi Iyem dan beberapa pelayan yang ikut menyaksikan saja sudah merasa kesulitan melihat nona rumah mereka yang sangat tersiksa. Meskipun sudah mengonsumsi pil untuk mengurangi rasa mual, tapi tidak bereaksi bagi Ran.
Ingin rasanya Ran menangis, tubuhnya lemah, pusing, perasaan yang tidak mengenakkan ini membuat moodnya berubah-ubah, bahkan dia lebih banyak diam.
"Mama..." lirih Ran mengingat almarhumah ibunya. Jadi seperti ini rasanya menjadi calon ibu, rasanya lelah dan sulit, apakah selama sembilan bulan dia akan seperti ini terus? Bagaimana kalau dia menjadi seorang ibu? Memikirkannya saja Ran seperti tidak sanggup merasakan semuanya.
Ran hanya terbaring di sofa sembari menyaksikan siaran TV yang menyala sedari pagi. Beberapa buah yang sudah di potong-potong di depannya masih juga belum tersentuh oleh jemari Ran.
"Nona, makan dulu. Dari pagi nona belum konsumsi apa-apa" ucap bi Iyem membawa sepiring nasi dengan lauk yang berbeda. Kali ini rendang juga beberapa sayuran tumis yang sangat wangi
"Bi, rasanya pengen muntah kalau ada makanan masuk ke mulut" ucap Ran dengan manja pada bi Iyem
"Biar saya suapi, kasian janin di perut nona pasti kelaparan" tutur bi Iyem sangat khawatir dengan kondisi Ran
Mendengar hal itu, mau tidak mau Ran menerima suapan pertama dari tangan seorang ibu. Entah bagaimana rasanya, Ran terharu sampai meneteskan air mata
"Loh, kenapa menangis nona?" Tanya bi Iyem semakin khawatir
"Enggak, udah lama enggak pernah ngerasain di suapin sama seorang ibu" ucap Ran membuat bi Iyem tersenyum. Ada rasa iba dalam senyuman tulus itu, semakin menambah rasa cinta dalam setiap suapan yang Ran terima.
"Terimakasih Bi, terimakasih sudah suapi Ran" ucap nya membalas senyuman itu.
Meskipun Ran tidak menghabiskan makanannya, setidaknya ada yang bisa Ran berikan untuk janinnya meskipun dengan paksaan.
Ran kembali mengeluarkan isi perutnya yang baru terisi beberapa menit lalu, "maafin Uma ya sayang, Uma lemah banget sampai mewek enggak jelas gini" ucap Ran mengelus perutnya dengan lembut.
Waktu menunjukkan pukul 3 sore, Ran masih setia berada di sofa sembari menyaksikan siaran kartun yang ditatapnya kosong. Ran tidak tahu harus berbuat apa, kegiatan yang biasa dia lakukan kini berbanding terbalik dengan dirinya yang hanya diam, menghayal, dan berjalan-jalan menunggu rasa mual yang selalu datang sampai membuatnya pusing hingga berakhir dengan berbaring di beberapa tempat yang membuatnya nyaman. Entah bagaimana hal-hal yang tidak berarti itu membuatnya lelah hingga tidak bisa beraktivitas seperti biasa.
"Assalamualaikum" ucap Doojoon baru pulang dari perusahaan.
"Waalaikum salam" jawab Ran langsung terbangun dari sofa, dan mengambil posisi duduk
Tanpa banyak bicara Doojoon langsung memeluk Ran dengan wajah yang sangat khawatir. Mendengar laporan dari BI Iyem sungguh membuat Doojoon tidak bisa berfikir tenang.
"Hiks hiks hiks... kok lama baliknya hiks hiks...aku kangen sama kamu" ucap Ran sangat manja. Dia sangat bersemangat mengeluarkan semua keluh kesahnya selama seharian ini.
"Maaf sayang, maafin aku pulang telat" ucapnya dengan lembut
"Masih mual?" Tanya Doojoon menyeka air mata yang tidak berhenti mengalir
"Kepalaku pusing, tadi udah makan di suapin sama bi Iyem, tapi mual lagi sampai semuanya keluar. Hiks hiks...kasian janin kita belum makan apa-apa karena aku mual terus hiks hiks.." keluh Ran masih sangat amat manja seperti anak kecil.
Apalagi melihat penampakan Ran yang tidak bertenaga membuat rasa lelah itu berubah menjadi kekuatan yang siap melakukan apa saja demi wanita yang sangat dia cintai di hadapannya ini.
"Sekarang mau makan apa? Biar aku masakin" ucap Doojoon dengan kalimat yang paling lembut
"Terserah, penting kamu yang suapin" jawab Ran
"Bi, tolong ambilkan buahnya" ucap Doojoon membuat para pelayan sigap melakukan segala perintah.
"Makan buah dulu, habis itu aku masakin kamu" ucap Doojoon menyuapi buah anggur dan pir yang sudah terpotong-potong
Anehnya, saat Ran makan dari masakan dan suapan Doojoon, dia sama sekali tidak merasa mual dan moodnya langsung baik-baik saja. Seolah obat dari rasa mengidam yang Ran rasakan adalah suaminya sendiri.
Ran lahap menerima suapan dari Doojoon. "Makanya di sini atau di kamar?"
"Di kamar aja" jawab Ran
Doojoon langsung menggendong Ran menuju ke kamar sembari membawa piring yang masih berisikan buah.
"Habisin ya, aku masak di bawah" tutur Doojoon sebelum menyelimuti tubuh mungil itu dengan selimut
Ran mengangguk patuh menunggu sambil mengemil buah-buahan itu dengan lahap. Satu kalimat dari Doojoon sudah mampu membuat mood Ran sangat bahagia sampai dia menghabiskan buahnya dengan cepat.
Beberapa menit kemudian Doojoon datang dengan sebuah piring yang di penuhi oleh makanan empat sehat lima sempurna.
Lebih tepatnya makanan itu hanya di panaskan oleh Doojoon, dan yang memasaknya adalah bi Iyem. Setidaknya tangan Doojoon yang akan menyuapi tidak masalah makanan itu berasal dari mana.
"Aaa" ujar Doojoon hingga Ran membuka mulutnya lebar-lebar.
Tidak ada yang salah dengan pola makan Ran, asalkan ada Doojoon dia akan lahap menghabiskan makanan nya.
"Kamu makan juga" ucap Ran dengan makanan yang sangat penuh di mulut nya.
"Aku udah makan tadi di kantor"
"Gimana peresmian nya tadi? Lancarkan?" Tanya Ran kini kembali normal
"Alhamdulillah semuanya lancar. Kantornya sangat nyaman"
"Beneran, nanti aku jalan-jalan ke sana deh"
"Harus dong sayang, kamu nanti akan lebih sering ke sana" jawab Doojoon
"Mas"
"Hm?"
"Makasih ya, kamu pasti capek banget hadapin aku yang kayak gini" ucap Ran dengan sedih
"Enggak kok sayang. Yang lelah itu kamu setiap hari harus turutin keinginan janin kita yang banyak maunya" ucap Doojoon kembali mengelus perut yang ditutupi selimut putih
"Iya, aku aja sampai kewalahan menghadapi mereka" ujar Ran terkekeh gemas
"Setidaknya obat dari semua kelelahan kamu itu aku, kalau sampai ke orang lain, mas enggak tahu harus gimana lagi" keluh Doojoon tidak habis pikir dengan semua keluh manja Ran yang hanya untuknya.
"Iya dong, kan kamu ayah nya. Jadi mereka itu enggak boleh jauh-jauh dari kamu, soalnya aku yang kesusahan kalau mas Doojoon jauh" ucap Ran dengan senyuman
"Aku juga enggak bisa jauh-jauh dari kamu. Aku enggak sanggup"
"Kalau gitu...mas Doojoon, aku sama janin kita itu saling membutuhkan. Kayak rantai makanan gitu, saling membutuhkan satu sama lain"
"Kok jadi rantai makanan?"
"Iya mas! Janin kita butuh kamu buat makan, kamu butuh aku buat hidup. Lengkap dong!"
"Ohhh.. memangnya cuma janin kita yang butuh aku? kamu enggak butuh aku?"
"Mmmm...pikir aja sendiri" ucap Ran menaikkan kedua alisnya.
"Hmm, mulai lagi kan"
"Hehehe, I love you mas"
"Hm"
"I love cintaku, suamiku, muachhh"
"Hm"
"Ihh! Jawab dong mas!"
"Gimana jawabnya"
"Bilang gini, i love you too istriku yang paling cantik, paling imut, paling sexy, paling baik, paling sempurna dari bidadari syurgaa~"
"Pftt, kalau itu mas enggak bisa"
"Ihhh, kan emang bener"
"Ya Allah, narsis banget istriku"
"Kok malah gitu bilangnya!"
"Gimana dong sayang"
"Yang aku bilang tadi mass!!!"
"Iya iya, i love you too istriku yang paling cantik, paling imut, paling sexy, paling baik, paling sempurna dari bidadari syurgaa dan yang paling aku cintai di seluruh alam semesta ini. Puas?" Tanya Doojoon melihat Ran sangat bahagia mendengarnya
"Puas~ sini cium dulu"
Cup
Share this novel