Episode 17

Romance Series 19934

Pagi saat Doojoon berlari mengitari lingkungan rumah selama 40 menit. Ia kembali ke rumah dan berhenti di depan kulkas mencari sebuah botol air mineral. Dia membuka botol air itu dengan sekali putaran

Krek

"Pagi mas" sapa Ran mendapati suaminya berada di dapur sedang meneguk air dalam keadaan berdiri. Ran memerhatikan dengan teliti. Bukannya menegur tapi terhipnotis dengan posisi Doojoon yang menurutnya sangat seksi. Keringat yang bercucuran di sela sela rambut Doojoon yang berantakan tapi dirapikan oleh head band berwarna hitam melingkari kepalanya, rahang kokoh terkesan begitu cool dan sangat menggoda, kemudian terfokus pada jakun yang bergerak naik-turun sungguh membuat Ran tidak bisa berpaling

"Pengen sentuh" gumam Ran dalam hatinya

"Ran?" panggil Doojoon merasa tidak nyaman di perhatikan oleh wanitanya

"Hah? Mas kok minum berdiri" peringat Ran tersadar tapi masih mencuri pandang ke arah jakun Doojoon yang sangat mempesona

"Airnya udah habis dari tadi. Aku mandi dulu. Panggil aku kalau butuh sesuatu" pinta Doojoon mengelus kepala Ran dan pergi.

"Iya" jawab Ran masih membayangkan.

Tittt tittt

Bunyi klakson mobil Hendra masuk ke dalam halaman rumah. Raut wajah Ran ditekuk kesal ketika orang orang beranjak masuk menuju ke dapur.

"Pagi, pipi chubby nya abang" gombal Hendra mencubit pipi Ran hingga memerah, tapi wajah Ran masih saja ketus

"Ehh, kenapa nih? Mukanya kok jelek amat" tegur Hendra memerhatikan wajah Ran dengan kedua tangannya.

"Semalam gak ngajakin aku makan di luar!" Ketus Ran menatap tajam Hendra

"Semalam hujan deras banget, Elsa takut terus kita balik ke rumah aku yang dekat" alasan Hendra meyakinkan Ran.

"Tapi gak ngasih kabar ke aku!" Keluh Ran lagi seperti anak kecil

"Kak Hendra traktir aku makan bakso larva. Enak bangettttt banyak banget dagingnya" adu Muti ingin memanasi Ran

"Aku balik aja ke Jakarta!" Ran ingin sekali di bujuk oleh kakaknya

"Balik aja" tambah Muti

Melihat wajah Ran yang sangat kesal jika ditinggal oleh Andin dan Hendra semalam, apalagi mereka menikmati makanan favorit Ran yang sudah sangat lama tidak dicicipinya

"Biar aku beliin deh khusus buat Ran" ujar Hendra sudah tidak tega melihat raut wajah Ran

"Gak boleh!" Tahan Andin

"Kenapa mah? Aku kan pengen" tanya Ran lemas mendengar pendapat ibunya

"Ma'ag gak boleh makan pedes. Kamu itu selalu ngeluh ke mama sama Hendra. Sengaja gak makan biar dibeliin makanan kesukaan, pedes lagi! Pokoknya gak boleh" kata Andin membuat keputusan.

Saat ini yang bisa membantunya hanya Hendra agar bisa meyakinkan Andin.

"Kak Hendra..." panggil Ran memasang wajah memelas.

"Sarapan dulu, baru abang beliin sebentar" pesan Hendra

"Sekarang juga aku makan" Ran langsung beranjak dari tempat duduknya segera mengambil piring langsung melahap makanan seadanya di atas meja.

"Dia suka banget manja sama kak Hendra" ucap Doojoon memerhatikan Ran sedang sarapan bersama dengan Muti, Yuna dan Elsa di meja makan.

"Semenjak kecelakaan juga trauma mental yang terjadi di masa lalu, dia semakin manja seperti layaknya gadis kecil dan kekebalan tubuh yang melemah. Aku hanya bisa menerimanya dengan senang hati agar dia bahagia" Hendra tahu betul kalau selama ini Ran sangat menderita, mungkin dengan tingkahnya yang sangat manja adalah cara dia untuk melepaskan semua bebannya. Lepas dari belenggu trauma mental bukanlah hal yang mudah tapi sebuah keberanian juga pengorbanan yang harus dilalui.

"Semakin kamu mengenal Ran, semakin kamu tahu seperti apa dia yang sebenarnya" kata Hendra memerhatikan kedua adiknya yang sedang merebutkan ayam goreng yang tersisa di atas piring.

"dia terlihat sangat dewasa dan elegan. Tapi ketika dia bersama dengan kami, semua sisi tersembunyi ada di sini" kata Doojoon.

"Dari luar dia terlihat sempurna dan profesional tapi sesungguhnya dia tidak pernah menunjukkan hal itu pada kami. Melainkan Ran adik kesayangan dan anak manja papa" kata Hendra "dia memiliki banyak kekurangan. Sebelum kamu ingin menyakiti dia, berikan terlebih dulu dia padaku. Jika kekerasan fisik terjadi pada adikku karena ulahmu, aku pastikan hidupmu tidak akan pernah damai. Jika dia melakukan kesalahan, marah saja aku tapi tidak dia. Ingat itu Doojoon" pesan Hendra hanya mereka berdua yang tahu.

"Mas, sarapan yuk" ajak Ran melihat Doojoon dari tadi memperhatikannya bersama dengan Hendra

Doojoon tersenyum menghampiri Ran, para ladies yang berada di meja makan terdiam menghirup bau parfum yang sangat wangi ketika Doojoon melintasi mereka.

"Buset, masih pagi gue udah menghirup bau-bau Gangnam di sini" ujar Muti memperhatikan penampilan Doojoon yang terbilang santai.

"Pagi kak Yuna. Pagi girls" sapa Doojoon tersenyum ramah pada mereka

Muti dan Yuna saling bertatapan "apa ini yang dinamakan surga dunia" mereka berdua langsung terkena heart attack dari Doojoon. Apalagi keduanya adalah pecinta Drakor.

"Doojoon, kamu kenal Song Jong Ki gak?" tanya Yuna penasaran

"Enggak kak" jawab Doojoon sopan. Ran langsung mengambilkan nasi goreng buatan Yuna bersama dengan ayam goreng yang sudah jadi rebutan oleh Muti dan Ran.

"Kak Doojoon, pernah ketemu Cha Eun Woo gak?" tanya Muti ikut bertanya

"Udah, suami aku mau makan. Intinya dia gak minat sama artis gitu" kata Ran tidak ingin suaminya diganggu.

"Kan tanya doang, siapa tahu pernah ketemu atau bersenggolan di sana" kata Muti cemberut memainkan sendoknya

"Kamu mau? Kakak bisa bantu kok. Kakak kenal sama beberapa manager di beberapa perusahaan entertainment. Mereka kan pernah kontrak kerja jadi ambasador di perusahaan kakak di sana" Doojoon dengan santai menjelaskan hal yang paling berharga bagi kedua perempuan gila drama

Brak

"Beneran!!!"

"Serius!!!?"

Keduanya tidak bisa berkata-kata, "sebesar apa sih perusahaan Doojoon di Korea sampai Artisnya bisa jadi brand ambassador?" gumam Ran dalam hati

"Tapi kayaknya lebih ke idol group sih" terka Doojoon tidak terlalu fokus pada kontrak kerjasama karena berada di Indonesia.

"Jangan mas..."

"Kak Doojoon, aku boleh ketemu gak sama mereka" Muti mengemis demi mendapatkan keinginan dari salah satu mimpinya

"Nanti kalau liburan, kita ke Korea bareng. Tapi kakak gak bisa pastiin bisa bertemu dengan mereka" ucap Doojoon tidak ingin memberikan harapan yang nantinya akan melukai mereka.

"Alhamdulillah, Allahuakbar. Akhirnya bisa ke Korea gratis bareng kakak ipar" puji Muti sangat bahagia

"Sekalian honey moon juga kalian" kata Yuna juga berharap menatap Doojoon dengan senyuman manisnya

"Kak Yuna juga pergi kok" ucap Doojoon mengerti

"Gak gak. Pokoknya gak boleh" ucap Ran tidak ingin membebani "Mas, mereka jangan di kasih hati. Mereka becanda doang" bisik Ran pada Doojoon

"Aku serius" ucap Doojoon meyakinkan Ran.

"Tapi..."

"Syuttt. Nih, makan aja paha ayam aku. Aku ikhlas dengan segenap hati" ucap Muti bertingkah agar mendapatkan izin.

"Gak apa-apa Ran. Ini memang sudah aku rencanakan sejak lama" kata Doojoon menggenggam tangan Ran

"Aku tidak enak pada keluarga mu mas" tolak Ran sangat amat menolak.

"Aku udah ngomongin ini sama mama dan papa. Mereka juga setuju kita liburan bareng ke sana. Sekalian bertemu sama keluarga besar aku di sana" kata Doojoon menjelaskan.

****

"Oekk...oekkk..."

Semakin hari Vina selalu saja menyendiri dalam kamarnya. Bukannya tidak ingin keluar, tapi dia begitu benci dengan cahaya matahari. Entah apa yang terjadi pada dia.

"Lo kenapa lagi. Mau dibuatin jus?" tawar Doni, adik Vina yang biasanya tidak perduli pada kondisi kakaknya kini menjadi lembut dan selalu menjaga Vina tanpa tahu apa yang telah terjadi pada kakaknya.

"Jus jeruk nipis!" Singkat Vina berada di atas kasur.

"Jeruk nipis!? Ngadi-ngadi lo, kenapa gak sekalian cuka aja" kata Doni sudah lelah pada permintaan konyol Vina setiap harinya.

"Racun aja kalau gitu" tambah Vina juga sangat kelelahan karena selalu bolak balik kamar mandi.

"Racun apa? Racun semut atau racun rumput?" tawar Doni meladeni.

"Buruan o'on!" Titah Vina mengeluarkan suara lantang nya

"Sabar. Jadi mau minum apa nih!?" tanya Doni ikutan kesal

"Rujak aja." Singkat Vina menenggelamkan dirinya dalam selimut.

"Rujak di kunyah bukan di minum!" Ketus Doni kebingungan dengan pertikaian mereka yang tidak berujung. Kalau seandainya Doni membuatkan sesuatu yang bukan keinginan Vina sudah pasti mereka akan bertengkar lagi. Jadi lebih baik tanyakan dulu secara detail sebelum menyimpulkan keinginan kakaknya itu.

"Apa aja. Pokoknya yang asem" pesan Vina tidak ingin lagi mengeluarkan suara.

"Nih anak, kalau bukan kakak udah gue jadiin babu di sini" keluh Doni sepanjang jalan mengambil helm untuk membeli semua yang Vina inginkan.

Saat berada di halaman rumah, Doni menghidupkan motornya. Baru saja dia ingin keluar sudah melihat mobil Reza yang sangat dia kenal.

Tin tin

Klakson mobil berbunyi. "Mau ke mana Don?" tanya Reza akrab

"Mau beliin kak Vina rujak" jawabnya sambil memanasi motor

"Vina mana?" tanya Reza karena sudah seminggu tidak pernah mendapatkan balasan dari Vina

"Di kamar kak. Seminggu ini setiap pulang kantor tidak pernah keluar dari kamarnya. Terus muntah-muntah dan banyak maunya. Kayaknya dia ha..." Belum sempat Doni melanjutkan ucapannya, Reza sudah berkeringat dingin dan gugup di depan Doni.

"Jangan jangan... kak Reza..." terka Doni pada situasi saat ini.

"Sorry Don, gue..." Saat Reza ingin menjelaskan, tangannya sudah ditepis oleh Doni yang melangkah pergi tanpa berpamitan padanya.

"Duh! Berabe kalau gini. Cukup kakaknya aja yang kayak singa jangan adiknya juga" keluh Reza menyugar rambutnya kasar.

Ting tong...

Ting tong...

Ting tong...

Bel pintu berbunyi tapi tidak ada pergerakan sama sekali "sepertinya tante gak ada di rumah" pikir Reza masih terus menekan bel agar di dengar oleh Vina

"MAS! KALAU UDAH TEKAN BEL TAPI GAK ADA YANG BUKA PINTU BERARTI GAK ADA ORANG!" Ujar Vina emosi sambil membuka pintu dengan kasar.

"Vin..."

"Ngapain lo di sini!" Ketus Vina ketika melihat wajah Reza.

"Kita ke rumah sakit yuk" ajak Reza lembut.

"Ngapain!?" balas Vina kasar

"Cek kandungan kamu. Kata Doni kamu muntah-muntah dan berdiam diri di kamar sepanjang hari" jelas Reza masih sangat lembut pada Vina

"Gak usah! Gue cuma masuk angin aja" kata Vina dengan nada yang sangat tidak enak di dengar

"Bisa ngomong baik-baik gak?" pinta Reza dengan nada datar

"Kok kamu marah!?" Kata Vina tersinggung

"Aku gak marah" jawab Reza dingin. Ia mendekati Vina dengan tatapan penuh ketegasan

"Terus kamu kenapa deket-deket!" Vina berjalan mundur, mencoba untuk kabur tapi tangan Reza lebih cepat menarik Vina masuk ke dalam pelukannya.

"Ngapain peluk-peluk! Lepasin! Atau aku teriak biar di dengerin warga" ancam Vina mencoba melepaskan genggaman tangan Reza erat

"Coba aja teriak, biar kita langsung dinikahkan oleh warga karena berbuat mesum. Warga sini udah kenal kita berdua sering barengan, mereka gak menganggap kalau aku itu melecehkan kamu" Reza memberanikan diri, ia menatap Vina dengan tatapan sendu. Vina tidak berkutik, benar jikalau sampai ia berteriak warga pasti tidak percaya kalau terjadi yang tidak tidak pada dirinya

"Lepasin!" Vina memberontak

Cup

"Gue harus lakuin apa lagi biar lo ngerti sama perasaan gue" bujuk Reza mengecup singkat bibir Vina.

"Bukti cinta gue itu udah ada di sini" kata Reza menyentuh perut datar Vina. Jelas saja Vina terkejut sekaligus merona pada tingkah Reza yang sangat cool di matanya.

"Sekarang kita ke rumah sakit, terus lo bisa makan sepuasnya. Nurut ya sama gue. Gue pasti tanggung jawab Vin. Jangan biarkan waktu berharga kita terbuang habis karena pertengkaran ini" ucap Reza mengecup tangan Vina, tangan Reza mulai melingkari pinggang Vina "gue rindu sama lo Vin, jangan menjauh lagi" bisik Reza sambil memeluk erat Vina dalam pelukannya.

"Hiks hiks hiks, kenapa gak dari dulu lo kayak gini sih" keluh Vina meneteskan air mata

"Emangnya kenapa?"

"Nanti sekarang lo jadi good looking di mata gue, lo jadi cowok cool dan romantis banget" puji Vina mencubit perut Reza kesal

"Gue emang dari dulu udah good looking, lo aja yang gak nyadar" kata Reza tersenyum.

Bibir Vina melebar selebar-lebarnya karena sangat bahagia. Dia mulai merasakan hal yang aneh lagi, ia mulai memegang perutnya.

"Vin... kamu kenapa?" tanya Reza cemas. Ia memerhatikan Vina, dengan cepat Vina berlari ke wastafel di ikuti oleh Reza dari belakang

"Oekk...oeekkk... Hah..hah" terlihat Vina sangat kesusahan dengan muntah-muntah yang datang tanpa di sadari.

Saat ini Reza melaksanakan tugasnya sebagai calon ayah, ia mengelus punggung Vina yang masih membungkuk membuang muntah yang sangat melelahkan nya.

"Udah keluar semua?" tanya Reza masih setia menunggu. Vina mengangguk. Sejak kapan lelaki yang selalu bertengkar dengannya sangat lembut. "Ini gak bisa dibiarin, Minggu ini kita menikah biar aku bisa jagain kamu setiap waktu" ucap Reza sambil mengelap air di sudut bibir Vina dengan tisu.

"Kita berangkat sekarang?" tanya Reza menawarkan tangannya pada Vina. Bukannya menyambut tangan itu Vina malah memeluk Reza.
"Makasih Za, makasih" ucap Vina tulus.

"Sama-sama bumil ku" jawab Reza membalas pelukan Vina.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience