Assalamualaikum" ucap Doojoon masuk ke dalam rumah.
"Wa Alaikum salam" jawab Ririn.
"Ran mana ma?"
"Di kamar nya"
Doojoon berlari menghampiri Ran, ketika membuka pintu, ia melihat Ran sudah berada dalam selimut dengan musik yang berbunyi keras di sampingnya.
"Mungkin dia sudah tidur" gumam Doojoon mengambil handuk membersihkan dirinya.
30 menit kemudian, Doojoon kembali memeriksa keadaan Ran. Bunyi music yang sangat besar membuat Doojoon berfikir ada yang salah dengan Ran yang menutupi dirinya.
Ia mendekati Ran. Menarik selimut yang menutupi tubuhnya. Kondisi Ran yang mencoba menutupi suara tangisan nya dengan suara musik keras agar tidak ada yang curiga kalau dia menangis sesenggukan. Doojoon sudah tidak tahan melihat Ran menahan semuanya.
Dia menarik Ran masuk ke dalam pelukannya "keluarkan Ran! Keluarkan semua tangisanmu! Jangan menahannya! Aku siap mendengar semua penderitaan mu" teriak Doojoon tidak kuasa melihat Ran tersiksa.
"Jangan pikirkan aku! Keluarkan semua penderitaan mu selama ini. Aku siap menerimanya. Keluarkan Ran! Pukul aku sebanyak yang kamu mau!" Pinta Doojoon masih memeluk Ran erat.
"Huaaaaa" tangisan Ran pecah saat itu juga. Penderitaan yang selama ini dia pendam mengalir bagaikan air. Semua beban dalam dirinya mencair bagaikan es.
"Aku rela terluka, tapi tidak dirimu!" Kata Doojoon sangat mencintainya.
"Kamu bohong! Kamu janji enggak akan tinggalkan aku! Kamu jahat Rangga! Kamu cuma buat aku menderita kehilangan kamu!" Teriak Ran dalam tangisan nya.
"Aku merindukannya kak! Sangat merindukannya" ucap Ran dalam dekapan Doojoon.
"Dia selalu masuk dalam ingatanku setiap hari. Aku tidak bisa melupakannya" keluh Ran merasa tersiksa jika selalu memikirkan Rangga. Semua aktivitas nya terganggu bahkan membuat Ran seperti mau gila rasanya.
"Keluarkan semuanya agar kamu merasa lega" pinta Doojoon masih memeluk erat Ran.
"Rangga brengsek! Rangga jahat ninggalin aku sendiri" jeritan kehilangan yang sangat mendalam sungguh menyiksa Ran. Ia seperti masuk ke dalam bayang bayang ilusi yang tak berujung jika mengingat Rangga.
Malam itu, Ran mencurahkan semua keluh kesahnya. Dia tidak tahu kapan tertidur di dalam pelukan Doojoon hingga mereka berdua terlelap bersama di kasur.
Ran yang terlebih dulu membuka mata melihat Doojoon masih memeluknya erat hingga pagi. Kini Ran merasa tenang karena Doojoon yang selalu mengerti apa yang diinginkannya.
"Terimakasih" kata Ran menyentuh wajah Doojoon lembut.
"Jangan menyentuhku seperti itu. Aku masih sangat ngantuk" kata Doojoon meraih tangan Ran yang berada di pipinya kemudian menggenggam tangannya erat. Ran tidak menyangka kalau Doojoon sudah terbangun hingga ia berani menyentuhnya. Ia bangkit dari baringnya tapi tetap saja Doojoon menariknya kembali hingga wajah mereka saling berhadapan. Tatapan absurd dari Doojoon ke arahnya. Tatapan itu mengarah pada mata yang membengkak karena tangisan yang pecah dalam pelukannya. "Apa hanya ini tanda terimakasih mu?" tanya Doojoon mengharapkan lebih. Tapi lebih tepatnya ia hanya ingin memastikan emosional Ran, apakah dia sudah membaik atau makin parah dari sebelumnya.
"Mmm... kak... Wajah kita sangat berdekatan" gumam Ran pelan.
"Kamu selalu memanggilku kakak. Bisakah kamu memanggil namaku?" tutur Doojoon masih menguji perasaan Ran.
"Aku... harus panggil apa?" tanya Ran ingin menuruti keinginan Doojoon.
"Terserah, asalkan bukan kakak. Mmmm... Mas? Doojoon?" jawabnya.
"Tapi sepertinya tidak sopan jika memanggil kakak seperti itu" pikir Ran menggeser kan kepala nya mundur agar bisa melihat seluruh wajah Doojoon.
"Justru aku merasa sebagai kakakmu bukan sebagai suamimu jika memanggilku kakak. Panggil mas saja" kata Doojoon.
"Baiklah" singkat Ran.
"Aku akan mendengar nya" pinta Doojoon menanti.
"Mmm mas... Doo..joon" lirih Ran lembut.
"Aku hanya akan menoleh jika kamu memanggil namaku. Ingat itu" pesan Doojoon pada Ran dan dijawab dengan anggukan singkat darinya.
***
"Kita mau ke mana ?" tanya Ran sudah berpakaian rapi.
"Pindah rumah" jawab Doojoon membawa Ran menuju ke bagasi motor.
Motor sport terbungkus rapi yang tidak pernah tersentuh sedikit pun terbuka lebar dengan penampilan yang sangat cool sesuai dengan pemiliknya. Mata Ran bersinar cerah melihat motor berwarna hitam sangat besar.
"Kita... naik motor?" tanya Ran melihat Doojoon sudah memakai helm yang sesuai dengan warna motornya. Ran memerhatikan pakaian miliknya yang tidak sesuai jika pergi mengendarai motor. Ia memakai terusan yang sama karena tidak memiliki baju. Doojoon terkekeh melihat penampilan Ran "aku akan meminjamkan pakaian ku" ucapnya mengajak Ran kembali ke kamar mencari pakaian yang bisa menutupi tubuhnya dengan sempurna.
Doojoon yang menyukai ukuran full size pada pakaian sehari-hari nya membuat Ran seperti terbungkus selimut jika memakai Hoodie milik Doojoon. Meskipun Ran memiliki tinggi rata-rata tapi ketika bersama dengan Doojoon dia terlihat mungil. Doojoon yang mempunyai kebiasaan mengelus punuk kepala Ran jika dia merasa gemas.
"Apa aku berangkat kayak gini?" tanya Ran memutar-memutarkan lengannya seperti baling-baling, tangannya tenggelam di dalam lengan Hoodie yang sangat besar.
Celana kulot jeans yang dipinjamkan oleh Jennie karena sudah tidak sempat untuk membeli pakaian untuk Ran.
"Aku selalu saja terpana oleh dirimu" gumam Doojoon masih menatap Ran hangat.
"Sini aku bantuin" Doojoon menarik lembut Ran ke arahnya, menggulung lengan Hoodie yang kepanjangan bagi Ran. Jilbab pasmina berwarna putih melingkari leher Ran dengan rapih. Menarik topi Hoodie yang bergantung di belakang Ran dan menaruhnya di kepala Ran. Ran seperti anak kecil yang diurusi oleh kakaknya. Mata Ran menengok ke sana kemari menunggu Doojoon memperbaiki pakaiannya. Bukannya Ran tidak ingin memerhatikan Doojoon di depannya, tapi tatapan seseorang yang berada di hadapannya tidak pernah pindah menatapnya sambil tersenyum. Ran merasa Doojoon sudah merapikan pakaiannya tapi saat ini tidak ada perpindahan dari Doojoon yang masih menatapnya sangat dalam.
"Mmm... udah selesai?" tanya Ran menundukkan kepalanya. Sikapnya seperti anak kecil. Keduanya tangannya berada di belakang, kakinya di main-mainkan menunggu Doojoon selesai.
"Ran..." lirih Ran tidak berani menatap Doojoon.
"Lihat aku..." pintanya.
Ran mendongak, melipat kedua bibirnya dan membesarkan matanya ke arah Doojoon.
"Hm?" Ran menatap Doojoon singkat, kemudian beralih ke pandangan lain.
"Kamu sangat... cantik" puji Doojoon makin mendekatkan dirinya selangkah ke arah Ran.
"Mas mau apa?" tanya Ran sangat gugup. Berdosa jika melukai hati suami apalagi jika menolak permintaan suami, tapi Ran tidak ada perasaan atau keinginan sama sekali. Apalagi situasi tenang dan hanya ada mereka berdua di kamar makin memancing kegugupan bagi Ran. "Bolehkah aku memelukmu?"
Deg
Detak jantung Doojoon terdengar dikamar yang sangat hening, Ran yang ikut berdebar bukan karena cinta tapi gugup juga takut akan menolak hal sekecil itu.
Ran terdiam, tidak ingin menjawab pertanyaan Doojoon. Ia berfikir detak jantung Doojoon yang berdetak kencang pasti akan membuat suasana semakin panas. Doojoon mencoba menangkap tangkapan mata dari Ran yang tidak pernah diam. "Apa aku terlalu terburu-buru?" tanya Doojoon dalam hatinya.
"Baiklah. Aku tidak akan memaksamu jika tidak mau" kata Doojoon tersenyum, ia menjaga jarak dari Ran.
"Mas Doojoon... aku... mau" jawabnya.
Deg, glek
Doojoon menelan ludah. Apakah se gugup ini hanya karena sebuah pelukan?
Ran selangkah maju. Mendekatkan dirinya hingga tidak ada jarak diantara keduanya. "Aku hanya bisa sampai di sini" ucap Ran menunggu rangkulan tangan untuk memeluknya.
Tangan kokoh mulai melingkari pinggang Ran dengan lembut. "I love you Ran" lirih Doojoon memeluknya erat. Ran merasakan panas di sekujur tubuh Doojoon. Ia menaikkan tangannya menuju ke sebuah debaran yang masih terdengar jelas di telinganya.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Doojoon memerhatikan Ran menutup kedua matanya. Merasakan detak jantung Doojoon yang tidak beraturan. "Aku akan bahagia. Suatu hari nanti aku akan menjawab pengakuan cinta itu dengan tulus. Terimakasih selalu sabar menghadapi ku yang seperti ini" ucap Ran masih dalam pelukan Doojoon.
"Entah mengapa aku merasakan kedamaian dalam pelukan mu. Tapi aku tidak tahu, aku melakukan ini karena kewajiban sebagai istri atau memang aku juga menginginkannya" gumam Ran.
Ia mencoba menenangkan pikiran dan perasaannya dengan sebuah hembusan nafas yang searah. Tercium aroma yang sangat wangi dari tubuh lelaki sangat menikmati pelukan darinya.
Tak, pintu terbuka lebar.
"Doojoon, koper kamu biar sama mama..." Ririn datang di waktu yang tidak tepat.
Ran belum sadar dari ketenangan yang dia rasakan dalam pelukan Doojoon, hingga saat Ririn membuka pintu saja Ran masih menutup matanya.
Saat Doojoon memberikan kode untuk diam pada ibunya, Jennie yang tidak tahu diri datang.
"Oppa!"
"Syuttt" sahut Ririn masih berada di depan pintu.
"We eyo eomma!?" Jennie kebingungan.
Ran tersadar, ia menatap Doojoon tersenyum santai. Kemudian melirik ke arah pintu. Ran disambut lambaian tangan dari dua perempuan yang masih berada di tempat sambil tersenyum menikmati. Ran salah tingkah, ia malu melihat mereka yang terlihat canggung kepadanya.
"Ehem! Oppa. Lain kali pintunya di kunci" peringat Jennie menutup pintu pelan. Terdengar tawa dari mereka saat pintu tertutup rapat.
Plakk
Ran memukul dada Doojoon keras, ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. "Kenapa mas gak ngasih kode" keluh Ran malu.
"Aku gak mau membuang waktu berharga ku sedikitpun" jawab Doojoon masih menggoda Ran.
"Kita berangkat sekarang!" Pinta Ran langsung meninggalkan kamar tanpa melihat Doojoon yang masih terkekeh melihat reaksi Ran.
Tiba saat di halaman rumah, Ran menunggu Doojoon mengambil motornya.
Brum Brum. Bunyi gas motor terdengar dari kejauhan. Matahari pagi yang cerah sedikit mengganggu pandangan nya ke depan. Doojoon yang memakai setelan hitam di seluruh pakaiannya terkesan seperti lelaki yang mengikuti trend demi memperlihatkan penampilan mempesona untuk Ran. Kini Doojoon tepat berada di depannya. Memakaikan helm untuk Ran, dan membantunya naik ke atas motor seperti putri.
"Pegangan" pesan Doojoon.
Dia memegang pundak Doojoon dijadikan pegangan. Bukannya kesal tapi ia hanya tertawa melihat tingkat kepekaan Ran yang sangat sedikit padanya. Doojoon memindahkan tangan Ran menuju ke pinggang nya dengan ketat, Ran sedikit melonggarkan pelukannya.
"Enggak nyaman?" tanya Doojoon.
Ran mengangguk pelan, "jangan ngebut" peringat Ran lembut.
"Iya, ibu ratu" jawab Doojoon.
Kalau bukan sekarang, kapan lagi Doojoon membuat Ran menerima cintanya. Untuk itu Doojoon harus mengambil langkah cepat demi kisah cinta mereka yang baru saja di mulai.
Share this novel