Episode 45

Romance Series 19934

Jeder!!!!

Duaarrr!!!

"Mas Doojoon!" Teriak Ran berada dalam kamar terbungkus selimut di malam yang sedang dituruni hujan deras bersamaan dengan Guntur dan petir yang sangat besar.

Teriakan pun pasti tidak akan kedengaran bahkan sampai gendang telinga pecah berteriak.

Doojoon yang memang lembur mengurusi tempat perpindahan kantor barunya sampai malam ini belum tiba di rumah.

Duarr!!!

"Mass!! Hiks hiks pulang sekarang juga!" Teriak Ran ketika panggilan itu baru tersambung di handphone Doojoon

Ran yang daritadi sudah sangat cemas dan takut karena semua maid dan mbok Arsih sudah kembali ke penginapan mereka masing-masing. Yang tersisa hanya para pengawal yang selalu menjaga keamanan di luar rumah. Sedangkan Muti sedang berada di Bandung di rumah Hendra yang sedang mengadakan pengajian rutin di rumahnya.

"Astaga! Aku lupa kalau di luar hujan" gumam Doojoon dalam hatinya.

Tanpa banyak omong, para karyawan yang sedang mengemasi beberapa berkas dan barang penting milik Doojoon langsung ditinggalkan begitu saja.

"mau ke mana pak? Kerjaan masih belum selesai!" Panggil Reza yang baru saja kembali dari dapur kantor menyeduh kopi karena mereka memutuskan untuk menyelesaikan semuanya malam ini.

Sampai terlalu fokus, Doojoon saja tidak menyadari kalau hujan sudah turun dengan sangat deras. "Aku di jalan sayang, jangan takut" ucap Doojoon hanya mendengar tangisan bersama dengan suara petir yang membuat Doojoon semakin panik.

Duarr

"Mas Doojoon! Hiks hiks aku takut!" Teriak Ran mulai overthinking dengan penglihatan dan pikirannya yang tidak tidak. Apalagi Doojoon hanya memberikan sepatah kata dari seberang sana makin menyeramkan suasana

Hujan deras sekalipun mata Doojoon masih sangat jeli melintasi jalan dengan kecepatan tinggi tapi dengan hati-hati. Tapi ketika Doojoon masuk ke wilayah taman kota, terjadi kemacetan karena ada beberapa kecelakaan, bahkan pohon tumbang karena terkena petir.

Bughh!

Doojoon memukul stir mobilnya dengan keras. Istrinya yang sangat ketakutan itu pasti akan trauma sampai mengganggu kesehatan dan mentalnya sendiri.

"Sayang" panggil Doojoon ingin memastikan.

"Hiks hiks, kepala aku sakit mas, aku mau muntah" lirih Ran sudah tidak ada tenaga lagi. Tangannya yang gemetaran apalagi Ran sepertinya mulai linglung dengan kondisi di sekitarnya.

Deg

"Sayang! Dengar aku! Tarik nafas panjang dan coba berpikir sesuatu yang bahagia. Aku bentar lagi sampai! Jangan takut!" Teriak Doojoon agar Ran mendengar dengan jelas suaranya.

"Rangga... tolong aku" lirihnya lemah.

"Aaakkhhh!"

Tit-

Brak

Doojoon yang mendengar suara itu langsung keluar dari mobil dan berlari sekencang kencangnya menghampiri Ran, masih ada beberapa kilometer lagi untuk sampai ke rumahnya.

Doojoon melirik ke kiri dan ke kanan mencari kendaraan yang bisa dia pakai di situasi yang sangat genting ini.

Doojoon berhasil melewati kerumunan di kemacetan yang sangat panjang, tiba saat di depannya ada halte. Dilihat nya seseorang itu sedang menepi karena deras hujan yang masih saja turun tiada hentinya. Terdapat sebuah motor besar berwarna putih terparkir di depan lelaki yang berteduh itu.

"Permisi mas, apa saya boleh pinjam motornya?" Tanya Doojoon tanpa basa-basi karena memang dia harus segera menemui istrinya tanpa perduli siapa yang menolongnya

"Boleh, tapi mau ke mana mas?" Tanya lelaki itu dengan helm full face nya yang masih terpakai di kepala

"Saya harus segera pulang ke rumah mas! Istri saya sendiri di rumah!" Jelas Doojoon dengan kondisi yang sudah basah kuyup dan sangat kacau.

"Saya antar mas" jawab lelaki itu merasa iba. Mereka langsung menancapkan gas dengan Doojoon sebagai penunjuk arah.

Tiba di depan pagar rumah yang sudah sangat sunyi tapi ada para pengawal yang berkumpul di pos penjagaan yang sedang asik mengobrol sambil menghangatkan diri. Mereka sama sekali tidak tahu kondisi nona rumah mereka yang sudah kacau sendiri di dalam kamarnya, ya aturan yang di buat Doojoon adalah kewajiban bagi mereka, jadi tugas mereka hanya menjaga di luar rumah

Melihat sebuah motor yang berhenti di depan pagar utama, seorang pengawal langsung menuju ke sana memastikan keadaan. Melihat wajah Doojoon yang sangat khawatir dengan tatapan tajamnya yang melirik pada setiap pengawalnya yang tidak tahu apa-apa

"Terimakasih. Saya pasti akan membalas kebaikan anda" ucap Doojoon memberikan kartu namanya lalu berlari masuk ke dalam rumah.

"Tuan, kenapa kondisi anda seperti-"

"Diam!" Tegas Doojoon membuat pengawal itu takut. Mereka terdiam melihat aura tuan mereka yang sedang tidak baik

Doojoon berlari tanpa henti menuju ke ruangan Ran dengan lampu samar-samar yang memang semakin menambah nilai horor di lingkungan itu.

Gedubrak!

Doojoon menabrak pintu kamarnya kasar tidak perduli. "Mas!!!" Ucap Ran berlari berhamburan dalam pelukan Doojoon

"Jangan takut lagi, aku di sini" ucap Doojoon memeluk erat Ran melepaskan rasa takutnya yang sudah tidak karuan lagi

Nafas keduanya sangat tidak beraturan sampai berbenturan dan sangat terasa. Mata sembab juga tangis sesegukan masih terdengar di telinga Doojoon

Menatap wajah istrinya yang sudah memerah karena menangis, "mas...hiks hiks. Aku takut mas hiks hiks, ada orang yang merhatiin aku dari balkon kamar kita hiks hiks" lirih Ran bahkan suaranya pun sudah tidak karuan

Doojoon segera memastikan pintu balkon yang memang bagian atasnya adalah kaca yang bisa melihat jelas orang yang berada di luar. Doojoon langsung menarik tirai pintu itu agar tidak membuat Ran berfikir hal itu lagi.

"Gak ada, mungkin cuma bayangan pohon dari taman aja" ucap Doojoon menenangkan.

"Enggak! Aku lihat dia hiks hiks berdiri bawa tongkat" tolak Ran memang benar melihat seseorang yang sedari tadi terus mengawasi nya dari luar. Untung saja pintu balkon itu sangatlah kuat dan tebal.

"Itu pasti cuma imajinasi kamu sayang. Sekarang jangan pikirin itu lagi" kata Doojoon selalu saja mengecoh hal itu agar Ran tidak semakin takut.

Karena percaya, Ran mengangguk saja dan selalu menggenggam tangan Doojoon tanpa terlepas sedari tadi.

"Sekarang kita ganti baju dulu, kamu juga sudah basah karena meluk aku" kata Doojoon mencoba terlihat baik-baik saja agar Ran tidak merasa terpukul dengan keadaannya.

Keduanya masuk ke dalam kamar mandi membersihkan diri dengan air hangat. Ran bahkan tidak ingin pisah dari Doojoon sekalipun Doojoon sedang naked karena sangat ketakutan karena hujan masih saja turun dan tidak reda.

Kini keduanya sudah berada di kasur terbungkus oleh selimut tebal yang menyelimuti keduanya yang memang kedinginan.

"Sekarang tidur lagi, besok masih ada jam kuliah kan?" Tanya Doojoon mendekap istrinya dalam selimut

Ran mengangguk, pelukan itu semakin membuatnya tenang dan damai. Meskipun kadang Ran terbangun kaget tapi Doojoon masih bisa mengontrolnya dengan kalimat-kalimat yang membuat Ran tidak overthinking.

Takut? Jelas Doojoon sangatlah takut jika sampai Ran tidak bisa mengontrol dirinya sendiri. Sedari tadi dia menyeka keringat yang bercucuran di kepala sampai menjalar ke seluruh tubuhnya. Kecemasan semakin jelas di wajah Doojoon yang hanya bisa terlihat baik-baik saja, dia tidak berhenti memeluk erat wanitanya yang selalu terbangun kaget meskipun Ran memaksa matanya tapi selalu saja dia bermimpi buruk.

"Kamu pasti bisa Ran, kamu pasti bisa" kalimat-kalimat itu selalu terucap bersama dengan elusan lembut hingga membuat Ran kembali terlelap.

Pukul 07:00 dini hari, Ran terbangun dalam dekapan Doojoon yang masih terlelap nyenyak. Rasa lapar dan haus karena semalam dia berteriak dengan sebuah isakan ketakutan sudah pasti dia saat ini sangat membutuhkan asupan makanan. Perlahan Ran melepaskan rangkulan tangan Doojoon di pinggangnya agar bayi besarnya melanjutkan tidurnya dengan lelap.

Sruk, Doojoon semakin mengeratkan pelukannya di pinggang Ran "mau ke mana?" Ucap Doojoon dengan suara parau nya

"M-minum" jawab Ran terbata-bata

"Aku ambilin"

"Gak usah! Aku bisa sendiri" jawabnya

"Aku panggil maid aja" Doojoon meraba handphonenya di nakas samping kasur

"Beneran gak usah, tunggu aku di sini aja ya, kamu tidur lagi aja" ucap Ran meyakinkan

"Jangan lama, temenin aku bobo" rengek Doojoon masih memeluk Ran.

"Iya-iya" jawabnya.

Ran menuju ke bawah pergi ke dapur mencari makanan.

"Pagi mbok" sapa Ran mengambil sebuah gelas di lemari lalu menuang air mineral

"Pagi nona" jawab mbok Arsih sudah berada di dapur sejak pagi.

"Assalamualaikum saya pulang. Rindu aku gak?" Ucap Muti dengan narsis karena ada kakaknya yang sedang meneguk air nya.

"Waalaikum salam, kok baliknya cepet? Siapa yang antar?" Tanya Ran melihat adiknya senyum-senyum sendiri seperti menerima sesuatu dari seseorang

"Kak Hendra yang antar" jawabnya sombong

"Loh, kok gak mampir dulu" keluh Ran ingin menahan kakaknya yang sudah pergi jauh

"Udah gak keburu. Dia kan cuma perhatian sama aku aja" ucap Muti merasa bangga.

"Aku telfon aja!" Ucap Ran ketus

"Gak baik gangguin orang lagi nyetir, BAHAYA!" ucap Muti selalu saja mencari bahan.

"Ehh, ini isinya apa mbok?" Tanya Ran sudah berada di meja makan menikmati rotinya bersama dengan susu putih, sementara Muti hanya menyomot roti kering isi selai coklat dengan santainya

Sebuah kotak persegi berwarna merah terbungkus rapi dengan sebuah pita seperti hadiah pada umumnya.

"Saya tidak berani membukanya Nona, itu bukan milik saya" jawab mbok Arsih tahu akan batasannya.

"Mungkin hadiah dari kak Doojoon kali" gumam Muti penasaran dengan isinya tapi dia terlihat biasa saja karena egonya

"Coba buka nona, siapa tahu ini suprise dari tuan untuk nona" ucap mbok Arsih juga penasaran.

Tanpa basa-basi Ran yang sudah tahu Doojoon suka memberikan dia hadiah tanpa Ran tahu seperti biasa. Ran yang tersenyum cerah itu menarik pita dengan santai dan tidak terburu-buru.

Tak
Penutup kotak terbuka, Ran menemukan tulisan dalam amplop yang lalu segera membukanya

Hai sayang, aku kembali!

Kalimat itu membuat Ran menelan ludah berat, nafasnya yang tenang kini tidak beraturan. "Masih ada hadiahnya kak" pesan Muti penasaran pada sebuah bungkusan putih terikat pita lagi.

Ran mengeluarkan bungkusan kain putih yang di dalamnya ada pelapis plastik yang terikat ketat.

Sat, Ran menarik ikatan itu sampai isinya terlihat dengan jelas.

"AAAAKKKHH! mueza.." teriak Ran sangat kaget.

"Astaghfirullah!" Ucap Muti terbelalak melihat potongan tubuh kucing kesayangan Ran yang dipenuhi bercak darah bahkan bau amis dan busuknya langsung menyebar ke seluruh bagian ruangan itu.

Bahkan Muti yang terkaget-kaget itu langsung mengeluarkan semua isi perutnya. Teriakan Ran langsung membuat semua orang rumah berkumpul.

Ran yang tersungkur di lantai terlihat gemetaran dan linglung dengan raut wajah yang ketakutan.

"Kak RAN!" Teriak Muti melihat wajah Ran yang sangat pucat seketika. Mbok Arsih segera memapah Ran yang lunglai dengan nafas yang sesak

"Oekk" Ran juga mengeluarkan isi perutnya sambil menahan dadanya yang sesak juga sakit kepala yang seperti ditusuk dengan jarum.

"Nona! Nona!"

"Kakak! Kakak!"

Panggilan itu sama sekali tidak ada respon dari Ran. Ran seperti masuk ke dunia nya sendiri.

"Hiks hiks! Tolong saya... jangan sakiti saya, ampunnn..." Lirih Ran perasaan nya sudah tidak karuan. Wajah ketakutan terpampang jelas dengan getaran hebat tubuhnya

"RAN!" Panggil Doojoon berlari menghampiri Ran yang masih terkapar di lantai bersama dengan Muti, mbok Arsih dan para maid yang ikut menolong tapi Ran sama sekali tidak menyadarinya

"Ran sayang! Lihat aku! Lihat aku Ran! Lihat aku" Doojoon mencoba menarik fokus Ran yang semakin masuk ke dalam alam bawah sadarnya. Doojoon merengkuh tubuh Ran menggoyangkan lengan, bahu dan wajahnya tapi tidak ada respon sama sekali

"Panggil dokter sekarang juga!" Teriak Doojoon langsung menggendong Ran menuju ke kamarnya

Muti baru pertama kali melihatnya sungguh sangat ketakutan bahkan dia syok dan tidak bisa berkata-kata melihat kakaknya yang tidak berdaya seperti orang gila.

Doojoon kembali merengkuh tubuh Ran yang sudah berada di atas kasur "Ran, aku di sini. Hei, bangun sayang" lirih Doojoon lembut sembari mengelus wajahnya dengan tatapan kosong.

"Akhh! Hah hah!" Sakit kepala juga nafas yang tersengal-sengal seperti ada yang mengganjal di tenggorokannya membuatnya terlihat sangat tersiksa.

"Ampun!! Sakitt!! Hiks hiks tolong aku" lirih Ran menggeliat hebat tapi Doojoon tidak melepaskannya. Tangisan memohon menahan rasa sakit seolah menggerogoti seluruh tubuhnya yang tidak bisa dia kontrol. Bahkan mata yang terbuka lebar itu seolah melihat bayang-bayang sosok yang selalu menghantuinya, apalagi jika dia menutup mata, seolah semua orang sedang mengawasinya

"Ran, ini aku suamimu. Aku yakin kamu bisa melawannya Ran, sadar sayang" lirih Doojoon memeluk erat Ran.

Muti hanya bisa menyaksikan dari depan pintu bersama dengan mbok Arsih yang meneteskan air matanya. Mereka semua tidak tega melihat Ran yang selalu tersenyum ramah dan sehat itu bisa menyedihkan seperti ini.

Muti yang melihatnya hilang keberanian untuk mendekat dan hanya melihat dari kejauhan.

"Ran anak mama yang paling cantik adalah Ran yang hebat dan kuat"

Entah darimana suara yang sangat dia rindukan itu terdengar jelas di telinganya. Hingga mata Ran terbuka lebar dan kembali tenang.

"Kakak" panggil Muti melihat kakaknya sudah sadar dari traumanya.

Doojoon meregangkan pelukannya memeriksa kondisi Ran yang sudah lebih tenang "mas Doojoon hiks hiks, kucing aku hiks hiks..." Lirih Ran membuat Doojoon menangis karena lega.

"Oekk!" Ran mentah lagi di sudut kasur

Ttiittt

Telinga Ran berdengung sangat kuat, dia kembali merasakan sakit kepala yang membuatnya merintih kesakitan.

"Akhh! Sakit mas! Kepala aku sakit!"

Ada satu kondisi di mana Ran akan merasakan sakit kepala hebat jika dia mengingat kejadian kelamnya bila ada yang memancing kejadian yang terulang kembali seperti saat ini. Mungkin karena operasi beberapa tahun yang lalu.

Ran berlari ke sebuah lemari mengambil sebuah tas yang berisikan obat-obatan yang sangat dia kenal. Seperti kecanduan barang haram, seperti itulah posisi Ran yang mencoba membuka setiap pil yang sangat banyak jenisnya. Obat-obatan itu adalah penawar agar Ran agar semua rasa sakit itu hilang.

Brak!

Doojoon melempar tas itu dan menghempaskan tangan Ran sebelum Ran memasukkan semua pil itu ke dalam mulutnya. Semua pil itu berhamburan di lantai tepat di hadapan mereka. Ran seperti orang kelaparan ingin meraih pil itu satu persatu

"Enggak! Aku gak akan biarkan kamu meminum pil itu lagi!" Doojoon menahannya dengan pelukan yang tidak bisa terlepas.

Ran memberontak memukuli tubuh Doojoon agar terlepas darinya, "akhh! Hiks hiks mas...aku butuh pil-pil itu, aku tidak sanggup mas hiks hiks"

"Enggak Ran, aku mohon" lirih Doojoon hanya bisa menerima serangan dari Ran dan menahannya sekuat tenaga.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience