BAB 1-5

Drama Series 58757

---

#### Bab 1: Pertemuan yang Menggembirakan

Hari pertama di kantor Johor, Andri sudah menunjukkan sifat konyolnya. Dengan semangat, dia melangkah ke dalam kantor sambil menenteng tas kerja yang terlihat lebih besar dari dirinya. Dalam perjalanan menuju mejanya, dia tersandung kabel yang tergeletak di lantai dan terjatuh dengan gaya yang sangat dramatis. Suasana hening sejenak, semua mata tertuju kepadanya.

Khai, yang duduk di sudut, menahan perutnya. “Jangan-jangan kamu baru dilahirkan jadi pelawak!” ejek Khai sambil berusaha menahan tawanya. Andri bangkit dengan senyum lebar, tampak tidak terganggu dengan kejadian itu. “Eh, ini teknik untuk menarik perhatian!” Dia berlari ke mejanya sambil tertawa, membuat suasana menjadi ceria.

Elen, yang baru saja datang, bingung melihat kegaduhan. “Apa yang terjadi?” tanyanya sambil mengerutkan dahi. Nafis, yang berdiri di dekatnya, berkata sambil tertawa, “Badut baru di sini! Kita seharusnya merekrutnya untuk acara kantor!”

Di sudut lain, Kak Radiah, pengurus kantor yang tegas, mengamati keributan dengan tatapan tidak percaya. “Kamu semua tidak bisa tenang sebentar pun, ya?!” serunya. “Jika ini terus berlanjut, saya akan panggil pengurus acara!”

Bang Zul, tukang masak kedua, muncul dari dapur dengan apron penuh minyak. “Biarkan saja mereka, Kak Radiah. Lebih baik ada badut daripada saya yang selalu masak dengan bumbu yang sama!” ucapnya sambil tersenyum. Semua orang tertawa, mengawali hari yang penuh semangat dan tawa.

---

#### Bab 2: Kejadian Konyol

Suatu sore, saat istirahat, Andri yang penuh energi berteriak, “Ayo, siapa yang berani bermain badminton dengan saya?” Suasana seketika berubah menjadi hiruk-pikuk. Khai mengangkat tangan, “Saya! Tapi kamu harus janji tidak akan jatuh lagi!”

Dengan penuh semangat, mereka berlari ke lapangan kecil di dekat kantor. Andri mengayunkan raketnya dengan percaya diri, tetapi tiba-tiba dia terjatuh dan hampir menimpa Khai. “Tolong! Jangan bunuh saya dengan badminton!” teriak Khai, sambil berusaha menghindar.

Semuanya terjatuh ke tanah dengan suara keras, dan seluruh kantor pecah tertawa. “Lihat! Andri sudah mulai karier baru sebagai penjahat badminton!” teriak Iqbal. Elen yang melihat dari jendela hanya bisa menggelengkan kepala, “Kenapa saya harus bekerja dengan orang-orang konyol ini?”

Setelah bermain beberapa lama, Andri dan Khai memutuskan untuk mengadakan turnamen mini. Mereka membagi kelompok dan mulai bermain dengan semangat. Namun, setiap kali shuttlecock terbang, entah bagaimana, Andri selalu jatuh. “Saya rasa saya lebih cocok menjadi penonton!” serunya, membuat semua orang tertawa.

Di akhir permainan, mereka semua terbaring di lapangan, kelelahan dan tertawa. “Kita seharusnya menjadikan ini olahraga resmi kantor!” seru Khai. Semua setuju, dan mereka pulang dengan hati yang riang dan tawa yang tak kunjung padam.

---

#### Bab 3: Pertikaian Kecil

Hari berikutnya, Aji, anak dari Jawa yang baru bergabung, merasa tertantang dengan kehadiran Andri yang penuh canda. Aji yang introvert merasa bahwa Andri terlalu konyol untuk dianggap serius. “Kamu terlalu konyol untuk dianggap serius,” katanya dengan nada sarkastik.

Andri membalas dengan ekspresi wajah yang berlebihan, “Serius itu bikin ngantuk, Aji! Ayo kita adu canda!” Dengan tantangan itu, mereka berdua mulai saling olok-olok, dan suasana di kantor menjadi semakin meriah.

Pertikaian kecil ini segera menarik perhatian semua orang. “Siapa yang bisa membuat lelucon terbaik dalam waktu satu menit!” teriak Iqbal, memberi semangat. “Ayo, ini akan jadi pertandingan seru!”

Mereka berdua bergiliran melempar lelucon, mulai dari lelucon bodoh hingga permainan kata-kata yang tidak ada habisnya. Semua orang tertawa terbahak-bahak, bahkan Kak Radiah yang biasanya serius mulai tersenyum.

Ketika Andri akhirnya berhasil mengalahkan Aji dengan lelucon tentang ikan yang mencoba melompat ke darat untuk menghindari jaring, Aji mengakui kekalahannya. “Oke, kamu menang kali ini, Andri. Tapi tunggu saja, saya akan membalasnya!”

Semua orang bersorak, dan suasana menjadi semakin meriah. “Aduh, saya rasa saya lebih baik berurusan dengan ikan daripada melawan badut ini!” keluh Aji sambil tertawa.

---

#### Bab 4: Cinta yang Rumit

Di tengah kesibukan kerja, Khairil dan Andri bersaing untuk mendapatkan perhatian Lucy, rekan kerja yang menarik. Khairil mencoba melakukan pendekatan dengan cara yang manis, sementara Andri lebih memilih cara konyol. “Lucy, mau lihat trik badminton saya?” tanyanya dengan percaya diri.

Lucy, yang sedang membaca laporan, tersenyum dan berkata, “Baiklah, saya mau lihat. Tapi saya harap kamu tidak jatuh lagi.” Andri mengangguk, berusaha tampil percaya diri. Namun, saat ia beraksi, ia terpeleset dan jatuh dengan posisi aneh, membuat semua orang di kantor tertawa terbahak-bahak.

“Ini bukan trik, ini balet!” teriak Khai, membuat suasana semakin meriah. Khairil, yang berusaha tetap serius, justru ikut tertawa. “Kamu tahu, Andri, saya rasa kamu bisa menjadi pelawak profesional!”

Setelah insiden itu, Andri berusaha untuk menebusnya dengan mengajak Lucy makan siang. “Ayo, Lucy! Kita bisa pergi ke kafe yang enak,” tawarnya. Namun, saat mereka sampai di kafe, Andri baru menyadari bahwa dia mengenakan kaus yang terbalik.

“Saya rasa kaus ini sangat trendy,” katanya, berusaha menjelaskan. Lucy hanya tertawa, “Kamu memang selalu berhasil membuat suasana menjadi ceria!”

---

#### Bab 5: Masak yang Kacau

Suatu hari, Bang Zul, tukang masak kantor, harus pergi ke pasar dan tidak kembali. Kak Radiah panik dan berkata, “Siapa yang bisa masak? Kita butuh makan siang!”

“Elen, kamu bisa masak, kan?” tanya Kak Radiah. Elen terbelalak. “Saya? Tidak! Saya hanya bisa goreng telur!”

“Ya sudah, kita coba saja. Kita tidak punya pilihan lain!” teriak Kak Radiah.

Di dapur, Elen berusaha membuat nasi goreng, tetapi semua bahan menjadi berantakan. “Apa ini? Nasi goreng atau bubur?” Iqbal bertanya sambil tertawa melihat Elen yang kesulitan. Jiha, cucu pemilik yang pemalas dan kuat makan, muncul dan langsung menghampiri. “Wah, kok baunya aneh? Apakah bisa dimakan?”

Elen panik. “Saya tidak tahu! Saya hanya mengikuti resep yang saya temukan di internet!”

Akhirnya, mereka semua berkumpul untuk mencicipi masakan Elen. Saat mencicipi, semua orang berpura-pura menikmati. “Ini sangat… unik!” Khai berseloroh. “Rasa ini membuat saya merindukan masakan ibu!” kata Iqbal sambil tertawa terbahak-bahak.

Kak Tatik, pembantu rumah yang mendengar semua ini, datang dan berkata, “Jangan-jangan kalian semua berencana mengadakan kompetisi memasak setelah ini?” Semua orang tertawa, dan Elen hanya bisa menggelengkan kepala, “Saya rasa saya harus mengambil kursus memasak terlebih dahulu!”

---

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience