Di ruang kantornya, Darren berdiri menghadap kaca besar yang menampilkan padatnya lalu lintas ibu kota.
"Kenapa jadi semakin rumit." Darren mengetuk-ngetuk jemarinya di kaca yang menampilkan keindahan pusat Ibukota.
"Divya mencintai Arjuna, Arjuna mencintai Mikhayla, dan Mikhayla mencintai," Darren memetakan jalinan perasaan yang harus ia urai dalam misinya.
"Boss!"
"Sungguh?" Darren mengira suara jawaban mengenai segala kebingungannya.
"Sungguh kenapa Boss?" Lukman masuk saat Darren sedang berbicara sendiri dan tak menyadari ketukan pintu sang asisten.
"Ada apa!" Darren terperanjat ia kira itu jawaban suara hatinya ternyata panggilan asistennya.
"Saya hanya mau memberikan ini. Informasi yang Boss perlukan soal Dokter Mikha." Lukman menyerahkan amplop berwarna cokelat.
"Ya sudah. Oh iya Lukman, tolong cari tahu soal Alexander Thomas dan Excel Thomas. Cari info tentang Mereka selengkapnya, siapa saja keluarga dan apa yang Mereka lakukan saat ini. Dan cari dimana lokasi Mereka saat ini." perintah Darren pada asistennya.
"Baik Boss. Saya permisi."
Darren membuka amplop cokelat bertali. Darren membaca setiap kata demi kata informasi tentang Mikhayla.
"Ternyata dia hobi main tenis." senyum Darren mengembang.
"Apa? Jadi dia suka dengan Andrew. Tua sekali seleranya" wajah Darren tersenyum meledek.
Darren dan Andrew berbeda 10 tahun.
Tapi bukan berarti usia Darren muda, Darren sendiri sudah sering di oceh sang Mommy karena sudah waktunya menikah.
"Apa ini? Apa dia mau nonton konser BTS minggu depan? Aku harus sesuaikan jadwalku." Darren dengan rencana di kepalanya.
Mikha bersama para Dokter kini sedang meeting bersama Direktur membahas kerjasama mereka dengan pihak Rumah Sakit yang berada di Korea Selatan.
Arjuna memaparkan seperti apa rincian dan hal-hal yang berkaitan dengan kerjasama Rumah Sakit Mereka dengan Rumah Sakit disana.
"Jadi Saya harap untuk Dokter yang sudah Saya sebutkan namanya harap disiapkan segala sesuatunya yang diperlukan dalam kunjungan studi banding ke Rumah Sakit disana." Arjuna dengan penuh wibawa menampilkan pesona seorang pemimpin yang memiliki integritas tinggi.
Rapat selesai masing-masing kembali melaksanakan tugasnya.
Divya yang tersihir pesona Arjuna bahkan tak sadar kalau rekan sejawatnya satu per satu mulai meninggalkan ruangan rapat.
"Dokter Divya, masih ada yang ingin ditanyakan?" Arjuna melihat Divya sedang memandangnya belum beranjak dari kursi temoat ia duduk.
Mikhayla yang duduk disebalh Divya menyolek dan memberi kode bahwa Arjuna menegurnya.
"Iya Dok?" respon Divya
"Dokter Divya apakah tidak ada jadwal praktek, atau ada keperluan lain?" Arjuna seakan meminta Divya keluar dengan cara halus.
Mendengar Arjuna berkata seperti itu Divya sedih, karena Divya merasa Arjuna memang tidak peka terhadap perasaannya.
"Oh, Mari Dok!" Divya salting kemudian pamit meninggalkan Arjuna.
Divya dengan kecanggungannya malah menarik Mikha keluar bersamanya.
Sebenarnya Arjuna ingin memanggil Mikha untuk berbicara berdua dengannya namun sejak terakhir kepulangan mereka bersama dari Korea Selatan sikap Mikha tetap biasa saja.
Begitupun saat seluruh pegawai berbisik mengenai acara di Kampuz Z dan saat pertama kali ia dan Darren secara terbuka taruhan untuk mendekati Mikha.
Mikhayla tetap seperti biasa, ia tidak menunjukkan ketertarikan kepada Arjuna.
Padahal perempuan lain termasuk pegawai wanitanya di Rumah Sakit begitu mengagumi Arjuna berharap bisa dekat dengan pria itu.
Arjuna juga semakin penasaran tentang kedekatan Mikha dengan Prof. Andrew.
Dalam renungannya Arjuna dikagetkan oleh dering HP yang berbunyi.
"Prof. Andrew?"
Bagai gayung bersambut Arjuna tersenyum penuh arti.
"Ok. Saya berharap Tuan Darren puas dengan hasil kerja kami. Kalau begitu Kami permisi dulu."
Darren masih duduk untuk membuka sesuatu yang diberikan Pria dengan jaket kulit berbadan tinggi tegap.
"Matthew Thomas. 35 tahun. CEO. Berpindah-pindah tempat. Apa ini?"
Beberapa lembar Foto 2 orang laki-laki tampak terlihat akrab namun Darren seolah mengenal wajah salah satu pria muda di foto tersebut.
Darren membaca rincian dari foto tersebut.
"Abimanyu Satria Nugraha dan Alexander Thomas."
"Sepertinya ini foto lama." Darren menduga karena kedua pria yang ia lihat masih berusia muda.
"Wait? Satria Nugraha? Arjuna Satria Nugraha!"
Darren meraih ponselnya menekan dial number.
"Assalamualaikum. Dad, bisa kita bertemu. Ada yang ingin Darren sampaikan."
"Ok. Aku akan kesana Dad."
"Apa sudah ada info mengenai mereka?"
Darren menyerahkan fakta baru yang ia ketahui pada Daniel.
Daniel menatap satu per satu dan melihat foto-foto yang ada di tangannya.
"Abimanyu?" Daniel mengernyitkan dahinya.
"Dad, apakah Abimanyu ada hubungan keluarga dengan Arjuna?"
"Abimanyu ayah Arjuna."
"Tidak bisa dibiarkan Dad! Dad, Divya harus segera keluar dari Rumah Sakit itu! Aku takut terjadi apa-apa pada Divya." Darren meski terlihat cuek dalam kesehariannya namun ia tidak akan membiarkan ada orang yang akan mengusik keluarganya.
"Daddy selama ini tidak pernah mendengar bahwa Abimanyu terlibat dengan jaringan mereka. Dan Daddy yakin Arjuna belum mengetahui hal ini. Namun kata-katamu ada benarnya. Jadi bagaimana menurutmu? Tidak mungkin Dad mengabulkan permintaan Divya pergi. Justru akan semakin berbahaya." Daniel tampak bimbang.
"Bagaimana kalau Dad menghubungi Kak Andrew? Aku yakin Andrew akan menjaga Divya. Tinggal bagaimana kita bisa meyakinkah Divya tanpa harus memberitahu soal ini." Darren menatap Daniel dengan lekat.
"Baiklah. Dad akan menerima usulanmu. Dad akan segera menghubungi Andrew dan minta Andrew untuk menerima Divya di tempatnya. Soal Divya, Dad akan membicarakan padanya." Daniel menerawang apakah langkah tersebut tepat.
"Baiklah Dad. Aku balik dulu ke kantor. Aku akan meminta seseorang untuk mengintai Arjuna. Aku tidak ingin Divya dalam bahaya.
"Thanks Son, Dad senang Kamu begitu melindungi Adikmu." Daniel menepuk putra sulungnya.
"Kak buka dong!" ketukan pintu terdengar dari luar kamar Divya.
Divya yang sedang leyeh-leyeh dikamarnya mendengarkan musik seakan malas melakukan apapun meski biasanya weekend ia tidak pernah ada dirumah.
Ceklek!
"Apa sih Dek, ganggu aja!" Divya menyender pada daun pintu kamarnya.
"Ayo turun! Dipanggil Dad dan Mom!" Devano menarik tangan kakak perempuannya.
"Dasar Adek ga ada akhlak, pantas Kanara nolak. Hobinya maksa!"
Divya mengikuti Devano turun menuju ruang keluarga dilantai bawah.
"Halo Adek Centil!"
Divya dengan senyum lebar langsung berlari memeluk kakak sepupunya.
"Kak Andrew! Ups! Prof. Andrew! Ah! Kakak lama sekali kita tidak bertemu. Aku sampai iri saat mendengar rekan-rekanku bertemu Kakak disana." Divya yang sudah nyerocos hanya ditanggapi dengan senyum oleh Andrew.
"Sudah jadi Dokter hebat, masih saja manja!" Andrew mencubit hidung Adik Sepupunya.
"Hai Bro!" Darren yang baru saja sampai melihat Andrew sudah ada di rumahnya segera memeluk Kakak Sepupunya.
"Darren, Mau selalu saja sibuk! Apakah Adikku ini sudah punya pacar?" Andrew menyenggol lengan Darren dan memberi kode pada Divya agar Divya membocorkan.
"Huh, kalian berdua itu sama saja! Ganteng tapi Jomblo! Divya dengan mulutnya yang tanpa saringan segera menjawab dengan candaan.
"No! Ada wanita yang Aku cintai, suatu saat akan Aku kenalkan padamu!" Andrew membela diri.
Tentu saja kata-kata Andrew menarik perhatian Darren.
"Bro, kenapa melamun? Pasti memikirkan wanita! Come On ceritalah!" Andrew meledek Darren.
Darren tersadar dari lamunannya hanya tersenyum.
"Kak Darren itu ga punya cewek. Mana mau cewek sama dia. Yang ada punya musuh!" Divya kembali menceritakan hal yang membuat Andrew semakin kepo.
"Musuh?" Andrew mengernyitkan dahi.
"Kalian ini tidak lapar huh, sejak tadi ribut saja! Ayo makan!" Mommy Syahla dengan bawel mengingatkan putra putri dan keponakannya.
"Ah, Aku selalu rindu guru terbaikku! Miss Lala yang cantik! Aunty, Aku rindu masakanmu!"
Andrew yang memang dulu mengenal Mom Syahla sebagai guru sekaligus wali kelasnya sebelum Syahla dinikahi Daniel pamannya.
"Kamu memang dari dulu selalu bisa membuat Miss tersenyum. Aunty juga teringat Abizhar sahabat baikmu." Mom Syahla yang digandeng oleh Andrew menuju meja makan.
"Ya Aku juga rindu oleh sahabat-sahabatku Aunty. Kami sering berkabar. Abizhar dan yang lain titip salam untukmu Aunty." Andrew yang kini mengambil makanan yang dimasak oleh Mom Syahla.
"Ah jadi ingat puluhan tahun lalu saat kalian masih SD." Wajah Mom Syahla tersenyum sorot matanya menerawang kembali pada kenangan saat ia menjadi guru.
"Oh iya Kak Andrew, apa dulu Mom guru yang bawel?" Divya merasa bakat bawel Mommynya karena ia dulu adalah seorang guru yang terbiasa ngomel di kelas.
Mom Syahla melotot dengan kata-kata Divya.
"Mommy mu ini, guru terbaik dan favorit Kami. Aku yang saat itu menjadi siswa pindahan begitu menyukai Miss Lala kami. Selain cantik, baik dan Miss Lala kami ini sangat asik!" Andrew tidak basa basi atau manis di bibir, baginya dan teman-temannya Miss Lala memang guru terbaik.
"Wah Mommy terbang setinggi genteng deh di puji segitunya Kak!" Devano meledek sang Mommy.
Daniel yang baru saja masuk langsung bergabung dengan keluarganya.
"Aku tidak berlebihan Dev, buktinya Uncle kebanggaanku jatuh cinta pada guru kesayangan Kami!" Andrew melihat Daniel datang bangkit dari kursinya mencium tangan sang Paaman dan memeluk hangat.
Daniel menepuk punggung Andrew. Daniel yang sejak dulu telah menganggap Andrew seperti putranya bahkan saat ia sendiri masih belum menikah.
"Betulkan Uncle apa yang Aku katakan?" Andrew menanyakan pada Daniel.
"Ya, Uncle akui, Aku jatuh cinta pada pandangan pertama sejak insiden jeruk itu!" Daniel teringat kenangan puluhan tahun lalu.
Semua tertawa.
"Kalau tidak karena temanmu Caca melempar jeruk dan Aku terkena lemparan nyasarnya mungkin Aku sampai saat ini akan tetap menjadi Jomblo Manula!" Daniel selalu bisa menciptakan suasana hangat ditengah keluarganya.
Tentu saja candaan Daniel membuat semua tertawa terbahak, Darren yang biasanya datar kini bibirnya ikut tersungging senyuman.
Share this novel