Bola Tenis

Romance Series 4504

"Bagaimana keadaan adikmu Dar?" Mainaka memberikan kompres es batu sementara Mikhayla sedang mengambil kotak P3K di mobil karena dahi Darren terluka terkena lemparan bola tennis.

Darren mengompres dahinya yang terluka merasa sedikit pening.

"Alhamdulillah adikku sudah baik-baik saja. Penculik itu sempat memberikan bius dan obat penenang kepadanya. Beruntung tidak terjadi apa-apa." Darren menatap ke arah lapangan tenis.

"Apakah sudah diketahui siapa dalangnya?" Naka menatap serius rekan bisnisnya.

"Aku sudah tahu siapa dalangnya hanya saja sulit menangkapnya. Seakan terlindungi dan tanpa jejak." Darren masih belum puas dalang penculikan belum bisa ditemukan

"Siapa nama dalang penculikan adikmu?" Mainaka penasaran.

" Matthew Thomas. Putra Alexander Thomas dan Keponakan Excel Thomas!" terlihat emosi tertahan dari raut wajah Darren.

"Boleh aku membantu mencari keberadaan mereka?" Naka meminta izin bagaimanapun ia menghormati privasi Darren.

"Aku sudah mencarinya bahkan meminta bantuan temanku di FBI namun seakan belut licin keberadaan Matthew Thomas tak terdeteksi. Aku senang sekali jika Bro Naka mau membantu kami." Darren tersenyum dan berterima kasih rekan bisnisnya Mainaka memiliki kepedulian terhadap masalah keluarganya.

"Tak perlu sungkan. Kita kan teman!" Naka menepuk bahi Darren.

"Nah itu Mikha, meski bawel tapi perhatian!" Naka menyenggol lengan Darren.

"Mikha, cepat kamu obati temanku! Bagaimana kalau di gegar otak! Kamu mau kakak tampanmu ini dituntut Tuan Darren dan aku dimasukan jeruji besi!" Mainaka mengedipkan sebelah mata pada Darren seakan ia harus didukung akan ucapannya.

Darren melotot ke arah Mainaka

"Kapan aku bilang akan menuntutnya?" batin Darren.

"Ga usah lebay Ka, dia hanya luka saja! Awas kalau kamu tuntut kakakku. Aku suntik mati sekalian!" Mikhayla sambil mengeluarkan segala obat dan perban untuk menangani luka di dahi Darren.

"Kalian ini adik kakak suka sekali melebih-lebihkan. Aku tidak apa-apa. Ini hanya luka kecil." Darren membolakan matanya melihat kedua adik kakak ribut di hadapannya.

"Oke baiklah. Aku pulang duluan. Aku mau kencan dulu dari pada jadi nyamuk disini. Bro aku duluan ya. Jangan macam-macam dengan adikku, kecil-kecil begitu dia sabuk hitam!" Mainaka berbisik ditelinga Darren.

"Mikha, kakak pamit. Kamu jangan pulang malam-malam. Banyak nyamuk nakal diluar!" Mainaka melirik kearah Darren.

"Sudah kakak hati-hati. Pulang cepat, jangan pulang Pagi, Mommy akan cemas. Salam untuk Kak Naya ya!" Mikha melambaikan tangan.

Darren melihat senyum manis Mikha saat melambaikan tangan kepada Mainaka kakaknya.

"Apa senyum-senyum!" rasa canggung itu Mikha tutupi dengan membentak Darren.

"Baru saja aku bilang manis, eh Si Galak mulai kumat!"batin Darren.

"Awwww! Pelan sedikit, ini dahi bukan raket tenis! Bisa mati pasien diobati Dokter kasar sepertimu!" Darren yang terbiasa berkata pedas.

"Obati sendiri!"

Mikha menekan kencang pada luka Darren beranjak dari hadapan Darren.

Namun reflek Darren mencegah Mikha.

Deg!

Mikha merasakan genggaman tangan hangat Darren.

"Dasar Es Balok Modus!" Menepis tangan Darren menetralkan debaran jantung yang mulai tidak kondusif.

Kedua kalinya jantung Darren berdetak kencang bagai marchingband di upacara 17 Agustus.

"Obati lukaku, Aku tidak mau wajah tampanku ada goresan luka. Kalau tidak ada aku bola itu akan mampir di dahimu!" Darren dengan menurunkan suaranya namun masih narsis memuji dirinya sendiri.

"Ya Allah, kok bisa ada makhluk berjenis Es Balok yang pedenya selangit!" Mikha membolakan mata melanjutkan memasangkan plester di dahi Darren.

Mata Darren tidak beralih dari bibir Mikha yang nyerocos bawel namun di mata Darren terlihat menggemaskan.

"Sudah selesai Tuan Es Balok!"

Mikha berdiri berjalan duluan.

Darren melihat Mikha berjalan duluan segera menyusulnya.

Langkah Darren yang lebih lebar mampu menyusul Mikhayla.

"Ngapain ngikutin aku!" Mikha memasukan tasnya dalam bagasi mobilnya.

"Heran, ada ya orang sudah ditolong ga ngucapin makasi sama sekali. Ya mungkin dulu waktu sekolah banyak bolos jadi ga bisa mengucapkan terima kasih." Darren sengaja memancing kemarahan Mikha.

Dengan kesal Mikha menatap Darren.

Senyuman yang dipaksakan oleh Mikha.

"Terima Kasih Tuan Darren yang terhormat sudah mewakili aku silahturahmi dengan bola tenis!"

Wajah kesal Mikha justru menjadi hiburan menarik bagi Darren.

"Aku tidak butuh ucapan." Darren menaikan kedua alisnya.

"Hei Es Balok! Jangan coba-coba ya!" Pikiran Mikha terlalu jauh seakan Darren akan berbuat macam-macam padanya.

Dengan sengaja dan gemas Darren menyentil dahi Mikha.

Tak!

"Otakmu kotor!" Darren dengan santai.

"Aw! Es Balok ga ada akhlak! Sini aku balas!"

Setelah menjitak Mikha Darren sengaja menjauh ia tahu perempuan yang mulai memporak porandakan hati dingin Darren akan mengejarnya.

"Ayo balas, sini kejar!" Darren malah meledek Mikha sengaja berlari.

Bila langit mampu berkata betapa indah pemandangan kedua anak manusia yang masih belum sadar akan perasaan dihati mereka.

Semilir angin seakan membuai mereka, membiarkan keduanya terbuai perasaan yang mereka sendiri tidak yakin apakah ini sebuah rasa nyaman.

Terkadang cinta bisa dilihat oleh yang memandang dan menjadi buta bagi yang merasakan.

Seperti itulah Darren dan Mikhayla.

Keduanya merasakan kesal dan nyaman disaat bersamaan.

"Oke! Cukup! Aku lelah Es Balok!"

Mikha memegang kedua lulutnya lelah berlarian mengejar Darren.

Darren mendekat dan ia menyeka keringat di dahi Mikhayla.

Tatapan keduanya bertemu, Netra biru Darren seakan melebur bersama manik cokelat milik Mikha.

"Aku lapar! Temani aku makan!" Darren melepaskan tatapannya membuang wajahnya yang ia hindari dari tatapan Mikha.

Darren tidak mau Mikha melihat wajah memerahnya.

Sejak kapan Mikha menjadi penurut oleh kata-kata Darren.

"Mobilku bagaimana?" Mikha yang tak mungkin meninggalkan mobilnya.

Darren memanggil asistennya.

"Ada apa Boss?" Lukman mendekat kepada keduanya.

"Berikan kunci mobilmu kepada Lukman! Kamu ikut mobilku."

Kembali lagi dan lagi Mikha seakan terhipnotis kata-kata Darren.

"Kamu ikuti mobil kami." Darren memerintahkan Lukman.

"Baik Boss!" Lukman bergegas menuju mobil Mikha.

"Hei! Apa kau sudah jompo hingga tak bisa membuka pintu mobil!

Mikha yang terpesona sesaat melihat sikap manis Darren seketika kembali dibuat kesal oleh pria Es Balok si pemilik Netra biru.

Kekesalan Mikha sambil menghentakkan kakinya.

Mikha membuka pintu mobil Darren dan masuk sambil membanting keras pintu mobil namun tak sesuai harapan hanya berbunyi pelan kala pintu itu menutup.

Darren tersenyum bahagia.

Menggoda Mikha dan melihat wajah kesal wanita yang kini duduk disebelahnya seakan hobi baru yang membuat hati Darren bahagia.

"Hei kita kamu mau makan apa?" Darren meski dingin dan kaku ia masih meminta saran untuk makanan yang akan mereka makan.

"Makan Orang!" Mikha melipat kedua tangannya mendengus kesal memalingkan wajahnya keluar.

"Wah dimana restoran yang menjual menu itu? Sepertinya aku akan sering kesana!"

Jawaban Darren tak sesuai harapan Mikha yang makin kesal dibuatnya.

Tring!

Ponsel Mikha berdering.

Mikha melihat nama Dokter Arjuna yang menelponnya.

Darren penasaran dan melirik siapa yang menghubungi Mikha.

"Ngapain dia telpon Mikha? Dasar Dokter Playboy semua perempuan di PHP in!" gumam Darren.

"Suittsss!" Mikha meletakkan telunjuk dibibirnya meminta Darren diam.

"Halo Dok. Ada apa?"

"Ok. Aku akan ke RS!"

"Baik!"

Mikha menutup panggilan dari Arjuna.

"Antar aku ke Rumah Sakit sekarang. Cepat!" Mikha tanpa sadar memerintah Darren.

"Lalu kita ga jadi makan?" Darren dengan pelan.

"Ini soal nyawa Darren! Cepatlah sedikit!" Mikha menatap dengan wajah cemas.

Darren baru menyadari bahwa perempuan di sebelahnya betul-betul seorang dokter ia akan segera datang saat ada kondisi kritis yang membutuhkan penanganannya.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience