Es Balok Mencair

Romance Series 4504

Silaunya cahaya menyipitkan saat netra indah milik Divya terbuka. Bisa Divya tangkap langit-langit berwarna putih dengan lampu terang benderang.

"Aduh!" Divya memegang kepalanya yang terasa pening dan nyeri.

"Kamu sudah sadar Divya!"

Divya menatap seseorang yang terakhir ia temui sebelum ia menenangkan diri ke pantai berakhir penculikan dirinya.

"Kepalaku terasa pusing." Divya memegang kepalanya mengernyitkan dahi menahan rasa pening.

Dokter Arjuna reflek memegang dahi Divya namun tangan wanita cantik yang kini terlihat pucat menepis tangan Arjuna.

"Maaf." entah mengapa hati Dokter Arjuna mencelos akan penolakan Divya.

"Sayang!" Mommy Syahla melangkah cepat memeluk putrinya yang sudah sadar.

"Sudah Mommy jangan nangis. Divya tidak apa-apa." Divya menepuk punggung Mommynya yang kini menangis memeluki erat putri tercintanya.

"Sayang, bagaimana keadaanmu, masih ada yang sakit?" Daddy Daniel mengusap kepala putrinya yang sejak kemarin membuat hatinya dipenuhi rasa bersalah karena masa lalu kelam keluarganya kini Divya menjadi korban.

"Dad, Aku baik-baik saja." Divya merentangkan tangannya meminta pelukan hangat ayahnya.

"Kak Darren, Kak Andrew, Dek. Kemarilah!"

Divya memanggil Kakak dan adiknya.

Divya memeluk hangat ketiga pria tampan tersebut.

"Pagi!" Mikhayla dan Kanara mengucap salam saat masuk ruang Divya.

Mikhayla dan Kanara bergantian memeluk Divya. Bagaimanapun kejadian yang menimpa Divya membuat cemas dan khawatir termasuk rekan sesama dokter.

"Dokter Divya, alhamdulillah Dokter selamat. Aku cemas dan khawatir saat mendengar kejadian itu. Rasanya ga bisa diutarakan dengan kata-kata." Mikhayla melepaskan pelukannya dan duduk di samping Divya.

"Dokter Divya pokoknya, kita semua akan merawat dokter sampai sembuh! Jadi jangan menolak ya!" Kanara mencairkan suasana.

"Terima kasih kalian sudah merawatku dan mengkhawatirkan Aku. Maafkan di akhir masa kerjaku malah merepotkan Kalian semua. Sekali lagi terima kasih Dokter Mikha, Dokter Kanara." Divya menggenggam tangan kedua rekan sejawatnya.

"Kami tidak repot Dokter, saat jadi pasien Dokter Divya pasien yang penurut. Buktinya semalam tidur nyenyak. Tidak merepotkan." canda Kanara sambil menyunggingkan senyuman manisnya.

"Tapi saat Dokter Divya tidur bukan Kami yang menjaga Dokter. Tapi Dokter Arjuna." Mikhayla menunjuk pada Direktur Rumah Sakit yang sejak kemarin beralih tugas menjadi perawat saat Divya tidak sadarkan diri.

Divya melihat ke arah Arjuna bersamaan Arjuna yang sedang melihat kearahnya.

Entah mengapa ada rasa sungkan, berat mengucapkan terima kasih.

"Sekarang, Mommy dan Daddy Kita keluar dulu. Dokter Kanara apakah boleh sekalian Kami ajak keluar?" Devano dengan kedipan mata yang hanya bisa terlihat oleh Kanara.

"Oke sebaiknya memang Kita keluar. Ayo!" Darren tampak memberi kode pada Mikha dan bagai terhipnotis Mikha menuruti Darren keluar ruangan Divya.

"Apakah Direktur tidak ikut bersama yang lain?" Divya bermaksud meminta Arjuna meninggalkan ruangannya.

Arjuna mendekat ke brangkar Divya.

"Aku senang Kamu sudah sadar dan baik-baik saja. Maafkan jika karena Aku Kamu pergi pantai, hingga penculik itu menyekapmu." Ada rasa bersalah di hati Arjuna setelah tahu mobil Divya ditemukan di tepi pantai di hari yang sama saat terakhir kali keduanya bertemu diruang Arjuna saat Divya menyampaikan surat pengunduran dirinya.

"Direktur, terima kasih telah merawat Saya. Maafkan jika Saya Pasien yang merepotkan. Secepatnya Saya akan pulih, semoga lain waktu kita bertemu lagi."

Kata-kata Divya menyayat pilu bagi Arjuna seakan tersirat perpisahan.

Arjuna tidak mampu menjawab.

Ia sendiri bingung dengan hatinya.

"Aku permisi dulu. Jika ada yang diperlukan panggil Aku." Arjuna mengatakannya sebelum ia keluar ruangan Divya.

"Hei tunggu!" Darren mengejar langkah Mikhayla yang sengaja berjalan cepat mengetahui Darren sedang mengikutinya.

"Mengapa Es Balok mengikutiku! Menyebalkan!" gumam Mikhayla.

Kini Darren berada di hadapan Mikha.

"Ada apa!" Mikha malas melihat Es Balok dihadapannya.

"Kamu masih punya hutang padaku. Tapi karena Kamu sudah ikut merawat adikku maka hutangmu ku anggap impas!"

Maksud hati ingin bercanda, sekedar basa basi tapi Darren si Es Balok, Si Kaku yang tak bisa bermanis bahasa justru membuat Mikha semakin sebal dengan kata-kata Darren.

"Ga waras!"

Mikha meninggalkan Darren yang memilih tertawa melihat wajah kesal Mikha.

"Terima kasih Tuan Daniel dan Nyonya saya sudah diajak sarapan. Saya pamit ke dalam lagi karena ada jadwal praktek sebentar lagi." Dokter Kanara pamit kepada kedua orang tua Devano.

"Jangan sungkan Dokter, justru Mom berterima kasih karena sudah merawat Divya." Mommy Syahla memegang tangan wanita cantik berkacamata itu.

"Aku antar Dokter Kanara ke dalam ya Mom, Dad." Devano sengaja sekali membuat Kanara tak bisa menolak Devano di hadapan kedua orang tuanya.

"Putra kita Dad, tuh kalo udah maunya pasti dikejar sampai dapet!"

Mommy Syahla dengan bibirnya menunjukkan kepada Daniel saat Devano mengejar Dokter Kanara yang pamit lebih dahulu.

"Dad, Dokter Arjuna itu baik banget ya. Semalaman dia menunggui dan mengecek Divya."

"Ayo Sayang, Kita kembali ke kamar Divya." Daniel tak menjawab ataupun memberikan tanggapan ucapan istrinya.

"Goblok!"

Seorang laki-laki muda. Menampar anak buahnya yang selamat tidak terciduk aparat yang memang sudah membawa semua pelaku yang terlibat penyekapan Divya ke kantor yang berwajib.

"Kali ini Aku gagal, tapi cepat atau lambat Daniel Harold harus merasakan apa yang keluargaku rasakan!" Pria berkacamata hitam mengepal tangannya menahan amarah rencananya gagal.

"Boss gimana hari ini jadi main tennis?" Lukman saat membawakan dokumen yang akan di tandatangani Darren.

"So pasti!" Darren dengan menyunggingkan senyuman di Bibirnya.

"Bagaimana kabar adik Darren?" Mainaka sambil bermain tennis bersama Mikhayla adiknya.

"Keadaannya sudah membaik." meski sambil ngobrol Mikha tetap fokus dengan pukulan bolanya.

"Kakak fokus! Kakak seperti orang tua saja! Baru sebentar sudah lelah!" ledek Mikha pada Mainaka.

"Kakakmu belakang terlalu sibuk makanya sudah lama tidak main tennis." Naka mencari pembenaran.

"Makanya ajak Mbak Kanaya main tennis bersama, kan seru!" Mikha semakin mengganggu konsentrasi kakaknya.

"Kanaya lebih suka ke salon dan shopping dibanding olahraga." Naka mendengus kesal hampir saja ia melesat lolos.

"Ya dirayu donk." Mikha tertawa.

"Naka!"

Mikha yang sedang fokus bermain meski sambil meledek sang kakak seketika terpecah konsentrasinya saat mendengar suara memanggil Naka terdengar tak asing.

Naka yang juga tak tahu kedatangan Darren terlanjur memukul bola dan saat itu pula Mikha sedang menoleh kearah Darren tak melihat bola kearahnya tak terhindarkan.

Naka dan Darren reflek berteriak sambil berlari saat melihat bola tennis yang melambung akan mengenai Mikha.

Posisi Darren yang berada di belakang Mikha membuatnya lebih cepat menyelamatkan Mikha dari hantaman bola tennis.

Darren yang berlari cepat menghalangi tubuh Mikha oleh badan Darren yang lebih tinggi dan besar dari Mikha.

Bruk!

Bola tennis itu mengenai pelipis Darren.

"Adaww!"

Darren terhuyung benturan bola tennis dipelipisnya membuatnya limbung justru berpegang pada Mikha.

Mikha yang kalah tinggi dan kalah besar jika dibandingkan tubuh Darren tak kuat menahan justru ikut terjatuh bersama Darren.

"Brakkkk!"

Kedua terjatuh dengan posisi Darren di bawah dan Mikhayla di atas tubuh Darren.

"Apa Kalian akan tetap seperti itu!" Mainaka berkacak pinggang saat kedua justru terlihat nyaman dalam posisi tersebut.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience