Entah mengapa sejak tadi, Darren tak bisa fokus. Bolak balik buka tutup layar hanya menscroll data yang ditampilkan laptopnya.
Malam bertabur bintang rupanya tak cukup menghibur hati seorang Pria berwajah Blasteran yang tampan rupawan.
Langkah kaki membawanya mencari udara segar di balkon kamarnya menikmati udara dingin malam seakan tahu bahwa Pria yang kini sedang melamun tanpa tahu arah pikirannya membawa kemana.
"Dar, boleh Dad masuk?" Daniel menghampiri putra sulungnya yang terlihat melamun di balkon kamar sambil menatap langit.
"Oh Daddy, maaf Aku tak mendengar Daddy mengetuk pintu." Darren yang baru menyadari saat Daniel menepuk bahunya.
Kedua pria yang memiliki kemiripan wajah hanya berbeda usia dan generasi kini duduk berhadapan sambil menikmati dinginnya udara malam di balkon kamar putranya.
"Bagaimana perusahaan? Apakah ada yang tidak lancar?" Daddy Daniel membuka obrolan.
"Tidak Dad, semua berjalan lancar. Daddy kenapa belum istirahat. Bukankah kata Dokter Dad harus banyak beristirahat. Perusahaan tidak apa-apa. Semua berjalan lancar. Daddy tidak perlu mencemaskannya." Darren menatap khawatir pada Daddy Daniel yang baru 1 minggu pasca operasi.
"Dad percaya padamu Nak. Kamu sangat mampu memegang perusahaan. Dad yakin. Lalu apa yang membuatmu melamun? Apakah Kamu memikirkan seseorang?" Daddy Daniel mencoba menyelami hati putra sulungnya yang introvert. Darren tidak seperti Divya dan Devano, Daddy Daniel paham betul bagaimana sifat masing-masing anak-anaknya.
"Tidak. Aku hanya sedang mencari udara segar. Belum mengantuk." Darren menampilkan senyum tipisnya.
"Dar, bolehkah Daddy mengatakan sesuatu?" Daddy menatap lekat putranya.
Darren baru kali ini melihat sang Ayah dengan wajah penuh pengharapan.
Daddy Daniel kembali menyandarkan dirinya di kursi sebelum memulai berbicara.
"Daddy sudah tua. Hampir saja Daddy game over." Daddy Daniel masih dengan candaannya.
Darren tertawa kecil mendengar candaan sang Daddy yang khas Bapak-Bapak.
"Alhamdulillah Allah masih memberikan Dad umur dan kesehatan. Dad tidak tahu sampai kapan usia Dad. Semua sudah Allah atur. Untuk itu, Daddy memiliki permintaan padamu, harapan Daddy selagi Daddy masih bernafas dan sehat Daddy ingin melihatmu menikah."
Pandangan Daddy Daniel menatap ke angkasa seakan mencari pengharapan akan doa yang baru saja ia sampaikan lewat sebuah permintaan pada putra sulungnya.
Darren melihat kesamping wajah Daddy Daniel begitu serius penuh harapan.
Tak pernah Daddy Daniel meminta apapun pada dirinya sejak ia kecil hingga kini.
Daddy Daniel dan Mommy Syahla tipikal orang tua yang mendukung pilihan anak-anaknya selama pilihan itu baik dan bisa mereka pertanggung jawabkan.
Begitupun soal jodoh, meski terkesan Mom Syahla sering menjodoh-jodohkan Darren semata-mata Mom Syahla ingin melihat putranya bahagia memiliki pendamping hidup yang bisa berbagi suka dan duka dan menemani putra putrinya saat mereka tua nanti karena orang tua tidak bisa selamanya mendampingi kala ajal sudah tiba.
"Sudah malam. Daddy akan istirahat. Kamu juga istirahat Dar. Jangan dijadikan beban ucapan Dad. Good Night." Daniel menepuk bahu Darren sebelum keluar dari kamar putranya.
"Good Night Dad. Selamat istirahat Dad." Darren dengan pandangan mengiringi langkah kaki Daddy Daniel keluar kamarnya.
Sekilas bayangan Darren teringat akan di Cafe saat ia melihat Mikhayla bersama dengan Dokter Arjuna.
Darren yang melihat Mikha dan Arjuna begitu dekat dengan posisi tangan Mikha memegang erat lengan Dokter Arjuna.
Darren mengusap kasar wajahnya.
Perkataan Daddynya barusan seakan menghantam relung hati Darren yang telah lama dingin tak tersentuh.
Seakan tandus tanpa ada getar dan dorongan asmara. Darren sendiri tak pernah menutup hatinya, hanya saja selama ini belum ada yang mampu mengetuk sisi direlung hatinya yang masih kosong
Meski begitu Darren tak mau lagi egois. Darren teringat saat Daniel mengatakan kanker saat itulah jantung Darren seakan dihujam sembilu
Perasaan khawatir cemas dan bimbang hinggap dihatinya. Hanya saja Darren yang tanpa ekspresi seakan terlihat lebih tenang dibandingkan keluarganya.
"Aku akan berusaha, bukankah tidak sulit bila hanya menikah? Soal cinta mungkin bisa berjalan dengan sendirinya." batin Darren.
Helaan nafas Darren semakin berat. Sambil menatap langit, melihat bintang nun jauh disana setinggi harapan orang tua pada dirinya soal jodoh dan menikah.
Di Kamar Mikhayla.
"Sayang, Boleh Daddy masuk?" Abimana melihat Mikhayla yang duduk di meja kerja dalam kamarnya namun tatapan melamun membiarkan pulpen yang dipegangnya menggantung diudara.
"Eh, Daddy. Silahkan Dad." Mikha yang sadar Daddynya datang segera pindah ke sofa disudut kamarnya.
"Mommy dimana Dad?" Mikha yang bingung apa yang membuat Daddynya datang mendapati dirinya yang melamun hanya terpikir pertanyaan soal Mommynya.
"Ada di bawah dengan Naka. Kamu sudah makan? sejak pulang tidak keluar kamar Sayang?" Abimana mengusap kepala putri tercintanya.
"Aku hanya lelah Dad, ga laper juga." Mikha sambil tersenyum.
"Betul tidak memikirkan sesuatu? atau sedang galau?" Abimana sok gaul seakan ia mengikuti kosakata jaman now.
"Tidak Daddy. Apa yang buat Aku galau." Senyuman Mikha justru terlihat ada yang Mikha sembunyikan.
"Sayang, boleh Daddy bercerita?" Abimana menatap manik mata putrinya yang mirip milik netranya.
Mikha mengangguk dan wajahnya sepenuhnya memandang sang Daddy yang wajahnya masih tampan meski sudah senja.
"Kadang Kita terlalu fokus terhadap apa yang Kita inginkan, hingga saat keinginan itu tidak tercapai membuat Kita kecewa dan sakit. Padahal jauh di luar sana masih banyak hal yang sebenarnya lebih baik untuk Kita, hanya saja mata hati Kita terlalu tertuju oleh rasa kecewa akan hal yang tidak mampu Kita raih." Abimana memberikan pandangan pada putri bungsunya.
"Dad, apakah Daddy dulu sedih saat hubungan Dad dan Mom sempat ditentang?" Mikha yang sudah mendengar berulang kali mengenai story percintaan kedua orang tuanya kini rasa penasaran ingin mengetahui isi hati Abimana kala itu.
"Daddy sedih, kecewa bahkan marah pada diri sendiri. Rasanya ingin sekali melakukan hal-hal diluar nalar untuk bisa mendapatkan Mommy. Tapi Daddy sadar sesuatu yang diawali dengan tidak baik tentu akan menyakiti banyak orang. Daddy tidak mau kebahagiaan Daddy menjadi luka bagi orang lain. Saat itu Daddy putuskan untuk meminta secara baik-baik. Meski jujur Daddy pasrah kala itu jika Eyang tidak merestui Daddy ya Daddy akan terima dengan lapang Dada. Alhamdulillah Allah memberikan jalan dan Eyang Sigit memberikan restu pada Daddy untuk menikahi Mommy. Kamu tahu kan bagaimana kisahnya?" Abimana sekan terbawa pada kenangan puluhan tahun bersama Tasya kala meminta izin Pak Jendral meminta putrinya sebagai Istri.
"Daddy memang luar biasa! Aku bangga dengan Daddy. " Mikha memeluk Daddynya.
Abimana mengusap lembut kepala putrinya tersayangnya.
"Daddy tidak akan memaksakan apapun kepada Kamu, begitupun soal pendamping hidup. Kalian, Naka, dan Kamu bebas memilih dengan siapapun yang Kalian inginkan, cocok dan cintai. Asalkan Kalian bisa saling mencintai. Karena cinta yang dipaksakan akan akan saling menyakiti, dan mencintai tanpa balasan dicintai akan terasa tersiksa. Jadi bila kelak jodohmu datang Daddy dan Mommy selalu berdoa agar kalian bisa saling mencintai sejak ijab qabul hingga Kalian menghembuskan nafas terakhir." Abimana mencubit hidung mancung Mikhayla.
Mikhayla meresapi perkataan Daddy Abimana dalam hati.
Seakan hati Mikha yang gersanag dan galau laksana kemarau yang terguyur air hujan.
"Kalau gitu sekarang Kamu istirahat. Bukankah besok ada jadwal praktek? Ga lucu dong kalau Bu Dokternya sakit. Daddy turun ya, mau istirahat. Good Night sweet heart." Abimana mengecup pucuk kepala putrinya sebelum meninggalkan kamar Mikha.
"Good Night Dad, Love you Dad."
Mikha sebelum Daddynya menutup pintu kamarnya.
Mikha merenungkan perkataan Daddy Abimana.
"Ya, benar apa yang Daddy katakan jika hanya sepihak yang mencintai akan terasa sakit." batin Mikha terbawa melow teringat moment dirinya yang selama ini merasakan cinta bertepuk sebelah tangan.
Share this novel