Dia, Si Masa Lalu

Romance Series 4504

Hari terakhir Mikha di negeri gingseng masih dalam rangkaian seminar yang ia ikuti.

Hari ini Mikha beserta seluruh peserta seminar mengunjungi RS Gangnam Severance - Universitas Yonsei.

Gangnam Severance Hospital didirikan pada 1983 untuk memperluas proyek medis Pusat Medis Universitas Yonsei. Ini adalah sebuah rumah sakit dengan peralatan bedah medik tercanggih dan penelitian lanjutan.

Rumah Sakit Kanker Gangnam Severance yang dimulai pada tahun 1996 menyediakan perawatan kanker berdasarkan layanan medis terbaik untuk menjadi 'rumah sakit mewah global'.

Mikha begitu takjub dengan kecanggihan teknologi yang berada di Rumah Sakit tersebut.

Mikha berharap kelak ia bisa membangun Rumah Sakit di negaranya seperti Rumah Sakit yang ia kunjungi saat ini.

Direktur Rumah Sakit juga dalam kesempatan ini memperkenalkan 2 orang istimewa yang kini tengah bekerjasama dengan pihak Rumah Sakit tersebut.

Semua Audiensi menunggu siapakah kedua orang tersebut.

Mata Mikha terbelalak melihat 2 sosok pria yang ia kenal sampai menutup mulut dengan kedua telapak tangannya.

Dengan ramah Direktur Rumah Sakit memperkenalkan keduanya.

"Perkenalkan Saya dr. Arjuna Satria Nugraha,Sp.B(K)Onk. Saya Direktur RSM Oncology." Dokter Satria kala diminta memperkenalkan diri pada seluruh peserta seminar.

"Perkenalkan saya Darren Harold, MBA. Saya CEO Harold Corporation." pesona Darren mampu membius audience melalui netra biru nya.

Mikha menahan nafasnya sesaat.

Seakan dunia selebar daun kelor.

Semua mata dibuat terkagum dan terpesona oleh paras, prestasi dan kecerdasan kedua pria yang tidak asing bagi Mikha.

Saat sesi tanya jawab banyak sekali para Dokter dari berbagai belahan dunia karena seminar ini di hadiri oleh peserta dari berbagai negara.

Mikha merasa sangat beruntung meski awalnya sempat kaget ia mendapat undangan kesempatan yang sangat bagus bagi profesinya sebagai dokter.

Terlihat tatapan memuju para kaum hawa melihat 2 anak Adam yang begitu rupawan, mapan dan idaman begitu cerdas dan berkelas.

Mikha menikmati persembahan langit yang seolah memberi kejutan pada dirinya.

"Hari ini Saya selaku Direktur akan memperkenalkan Direktur yang baru untuk menggantikan Saya, Mari beri tepuk tangan meriah kepada Mr. Prof. Dr. Andrew Carrington, Sp.B(Onk)."

Kali ini Mikha terasa palu godam menusuk dadanya.

Pria yang diperkenalkan sebagai Direktur tersebut adalah laki-laki yang hingga kini masih menempati ruang di hati Mikha.

Pria yang ia kenal saat ia menepuh pendidikannya,

Pria yang pertama kali ia jumpai di kampus menyapa dengan ramah,

Pria yang selalu ada dan bersedia membantu Mikha saat kesulitan perkuliahan melanda,

Pria yang pertama yang membuatnya jatuh cinta,

Pria pertama yang membuatnya patah hati,

Tanpa terasa airmata menetes dari netra cokelat milik wanita cantik yang kini terduduk lemas melihat sosok yang ia sengaja hindari bahkan sempat membuatnya sesak hanya melihatnya di cafe beberapa waktu lalu.

Bergelut dengan batinnya sendiri hingga tak menyadari serangkaian seminar yang Mikha ikuti telah berakhir.

Entah berapa kali ponsel Mikha berdering seakan sang Daddy kontak batin dengan apa yang kini putri tercintaanya rasakan.

Mikha tak fokus. Sesaat tubuhnya gontai.

"Mengapa disaat Aku sengaja menjauh, ia semakin dekat."

Kilasan demi Kilasan kebersamaan yang Mikha salah artikan sebagai rasa cinta namun sebatas perasaan melindungi layaknya kakak kepada seorang adik.

Mikha merasa betapa bodoh dirinya namun Mikha tak memungkiri apa yang ia rasakan mungkin bisa dikatakan kebodohan terindah yang pernah ada.

"Apa kurangku? Apakah hanya sebatas itu perasaanmu Kak?"

Airmata itu seolah sulit terhenti, tangis tanpa suara, perasaan yang bercampur aduk, belenggu yang belum bisa terlepas meski berusaha sekuat tenaga menekan cinta yang masih bertahta.

"Bukan salahmu, tapi hatiku yang masih belum mampu melepasmu." lirih Mikha berjalan gontai.

"Pulang!" kata itu yang terlintas di kepala Mikha kini.

Mikha dengan tergesa memasukan semua barang-barangnya tak ada apapun yang terpikir hanya kata PULANG.

Langkah kakinya ia kuatkan sambil menyeret koper dengan terburu-buru.

Berharap ada pintu ajaib yang bisa membawanya segera sampai dikamarnya dan menangis sejadinya melupakan semua.

Mikha menyerahkan kunci kamarnya saat check out.

Ia tak mendengar jelas apa yang petugas hotel katakan saat proses check out selesai hanya satu yang Mikha tuju, Bandara!

"Mikhayla! tunggu!"

Teriak keras suara yang tak ingin lagi Mikha dengar.

Nyatanya Pria yang berteriak telah berulang kali memanggil namun pikiran kacau Mikha membutakan mata menulikan telinga.

Mikha mematung saat Pria yang sekuat hati tak ingin dilihat lagi kini berdiri tepat di hadapannya.

"Senyum yang membuatku terpana, jatuh cinta dan kini terasa menyiksa." batin Mikha kala Andrew ada dihadapan matanya.

Sekuat hati menguatkan diri agar tak terlihat ada luka di dalam hati.

"Hai Kak Andrew. Ups, Hai Pak Direktur!" hal termudah untuk membuat segaris senyuman tak berlaku bagi Mikha saat ini.

"Jangan tersenyum, Senyummu menyiksaku kak!" batin Mikha menahan sekuat tenaga agar airmata tak menetes.

"Mikha, bisakah kita berbicara sebentar?"

"Sanggupkah?"batin Mikha menanyakan dirinya.

Meski logika berkata tidak namun hati mengiringi langkah mengikuti dirinya yang masih bertahta.

Mikha dan Andrew kini duduk saling berhadapan

Tidak ada kata sejenak hanya suara hembusan angin yang lirih membangkitkan roma oleh dinginnya.

"Bagaimana kabarmu?" Andrew menatap wajah yang ia jumpai setelah hilang tanpa kabar beberapa tahun lalu.

"Aku baik. Kakak sendiri?"

Bohong! bahkan sampai detik sebelum semesta menggodaku aku masih melihat wajahmu di laman sosial media yang aku follow melalui second accoundku.

"Aku baik. Aku senang melihatmu kini. Kamu kembali tanpa pamit. Aku mencarimu dan menghubungimu namun tak ada balasan. Senang rasanya bisa melihatmu hari ini."

"Oh iya, aku tak sempat mengabari kakak."

"Entah logis atau tidak hanya itu yang terpikir keluar dari mulutku."

"Mikha, "

Andrew menggantung kalimatnya, menatap lekat pada netra cokelat yang ia cari selama ini.

"Aku minta maaf!" Andrew memajukan posisi duduknya .

Raut wajah serius dan terlihat ada kesedihan dalam matanya.

"Untuk?"

Andrew menjeda kalimat selanjutnya. Mengambil nafas, menghembuskan perlahan sebelum melanjutkan apa yang ingin ia sampaikan.

"Maafkan aku yang saat itu tak tahu perasaanmu." dengan sangat hati-hati kata itu terucap dari bibir Andrew.

"Maaf bila aku juga buat kamu salah paham atas segala apa yang aku lakukan." kembali Andrew melanjutkan kata-katanya.

Tuhan, jangan kau kunci bibirku.

Mengapa lidah ini menjadi kelu?

Katakan aku tak apa!

"Kak Andrew tak perlu meminta maaf. Itu sudah berlalu. Akupun senang kak Andrew masih menganggapku adik, bukan begitu?" Senyum senatural dan wajah santai yang Mikha tampilkan butuh perjuangan menekan rasa yang bergejolak.

"Ya, aku selalu menganggap kamu adalah adikku Mikha. Aku sedih saat kamu hilang kabar rasanya seperti kehilangan adik yang aku sayangi."

Kata-kata yang seharus terdengar indah berbanding terbalik dengan perasaan Mikha yang kini hancur dan remuk.

Semesta sedang ingin bercanda, menggoda manusia dengan segala rasa yang mampu memporak porandakan perasaan.

"Dokter Mikha! Prof. Andrew! Kalian sedang apa?"

Mikha dan Andrew menoleh bersama menatap siapa pemilik suara.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience