"Dar, Kamu dipanggil Dad keruang kerjanya." Mommy Syahla memberitahu Darren kalau Daddy Daniel sudah menunggu di ruang kerja.
Tok,Tok,Tok!
Darren membuka pintu ruang kerja Daniel.
"Duduk Dar, ada yang ingin Dad katakan."
Darren mengikuti perintah Daniel kini Mereka duduk berhadapan di sofa ruang kerja Daniel.
"Daddy tanya sekali lagi dengan Kamu, apa benar yang Kamu katakan semalam?" Daniel menautkan jemarinya menatap lurus pada wajah putra sulungnya yang semalam minta dinikahkan dengan Mikhayla putri dari Abimana Aryasatya Permana rekan bisnis Daniel Harold.
"Aku serius Dad, untuk itu Aku meminta Daddy dan Mommy ikut bersamaku kerumah Tuan Abimana untuk secara resmi meminta putri Mereka sebagai calon istriku." Darren dengan kemantapan hati dan semakin yakin dengan munajatnya kepada Allah lewat shalat istikharah yang Ia lakukan.
Daddy Daniel menarik nafas panjang, mengatur hembusannya menetralkan gemuruh jantungnya, berpikir dengan jernih mengenai apa yang putranya pinta.
"Dar, Daddy dan Mommy senang Kamu sudah memiliki keinginan menikah. Hanya saja Kamu seharusnya membicarakan dulu kepada Daddy dan Mommy sebelum Kamu mengatakannya langsung pada keluarga Tuan Abimana. Daddy hanya tidak mau Tuan Abimana berpikir sikapmu seperti semalam kurang berkenan dihati keluarga Mereka. Bagaimanapun Daddy dan Mommy selalu mendukung apapun selama anak-anak Daddy dan Mommy bisa bahagia dan tidak melukai orang lain." Dengan kebijaksanaan dan penuh kearifan Daddy Daniel memberikan sudut pandangnya sebagai orang tua kepada Darren putranya.
"Iya Dad, maafkan Aku, Aku salah dalam hal ini." Darren menyadari caranya semalam memang kurang tepat.
"Apakah Kamu sudah berbicara pada Mikhayla, bagaimanapun menikah bukanlah hal sederhana, Kamu dan pasanganmu akan selamanya bersama. Bukan sehari dua hari. Menikah itu ibadah seumur hidup. Tentu saja dalam mengarunginya akan banyak rintangan yang harus Kalian lewati." pengalaman yang mengajarkan seorang Daniel Harold hingga ia bisa menjaga keharmonisannya dengan Mommy Syahla selama kurang lebih usia 40 tahun pernikahan mereka.
"Sejujurnya saja, Aku belum membicarakannya pada Mikhayla mengenai perasaanku padanya, namun semakin hari Aku semakin merasakan bahwa Mikhayla wanita yang telah mampu masuk dalam hatiku Dad. Ada rasa tak rela saat dia didekati pria lain dan Aku marah saat mendengar Ia akan bertunangan. Dan semalam Aku langsung mengutarakannya di hadapan keluarganya tanpa memberitahukan dulu kepadanya bagaimana perasaanku selama ini." Darren meluapkan segala yang Ia rasakan, bagaimana perasaannya berkecamuk dalam dada dan sesak saat pemilik hatinya akan direbut oleh pria lain.
Daddy Daniel tersenyum simpul mendengar curahan hati Putra Sulungnya yang selama ini bagai karang yang tak tergoyahkan meski seribu wanita pernah mencoba mendekat.
"Bagaimana sebelum nanti malam Kita menemui keluarga Mikhayla, Kamu hubungi dulu Mikhayla, ajak bicara dari hati ke hati dan Kamu harus sampaikan secara serius apa yang Kamu rasakan dan maksud mu dengan baik. Perempuan itu butuh didengarkan pendapatnya Dar, sebagai pria Kita tak boleh egois hanya memikirkan perasaan Kita saja, karena menikah bukan hanya menyatukan Kamu dan dia, tapi Kamu dan Mereka, Mereka dan Kita." Daddy Daniel perlahan memberikan masukan positif kepada Darren agar bisa menentukan cara tepat dan baik sebelum memulai ikatan yang sakral yaitu pernikahan.
"Darren akan bicara pada Mikha hari ini. Namun, Daddy dan Mommy siapkan jika nanti malam Kita bersilahturahmi kerumah Tuan Abimana?"
Anggukan Daddy Daniel melegakan hati Darren.
"Terima kasih banyak atas nasehat dan masukannya Dad, maafkan Aku yang tidak membicarakan dulu semua pada Daddy dan Mommy. Aku pamit Dad." Darren mencium tangan Daddy Daniel dengan takzim.
"Doa Daddy selalu menyertaimu Dar." Daniel menepuk bahu Putra Sulungnya.
Mikhayla yang pagi ini sudah siap berangkat ke Rumah Sakit karena ada jadwal praktek dan operasi sudah rapi siap untuk berangkat.
"Sayang, ayo kesini, Daddy dan Mommy mau bicara." Mommy Tasya segera menyapa Mikha dan meminta Putri tercintanya masuk ke ruang kerja Abimana.
"Baik Mom."
Mikhayla mengikuti langkah Mommy Tasya memasuki ruang kerja Daddy Abimana.
Terlihat Abimana yang kini duduk santai di sofa ruang kerjanya.
Mommy Tasya duduk disamping Daddy Abimana sementara Mikhayla duduk tepat di hadapan kedua orang tuanya.
"Daddy, Mikha sekali lagi meminta maaf pada Daddy dan Mommy." Mikhayla menundukan pandangannya.
Abimana menghela nafas panjang.
Rasanya baru kemarin ia menggendong Mikhayla saat bayi cantik nan mungil itu lahir ke dunia dengan tangisan nyaringnya.
Abimana masih ingat saat pertama kali Mikhayla memanggilnya Daddy kala itu.
Saat belajar berjalan, Abimana masih merasakan tangan mungil Mikhayla menggenggam jemari telunjuknya sambil menatap dengan senyuman yang menggemaskan Abimana.
Kini, putri kecilnya yang Ia jaga, Ia rawat dengan penuh cinta dan kasih sayang, semalam tepat di hadapannya ada seorang pria tampan, mapan, idaman dan bermasa depan cerah mengutarakan akan menikahi putrinya yang bernama Mikhayla Zalindra Permana.
Tentu saja Abimana tahu kelak suatu saat akan datang masa dimana Ia harus ikhlas dan rela Mikhayla dipinang oleh seorang pria yang bertanggung jawab, mencintai, melindungi dan berjanji menemani Putri tersayangnya hingga maut memisahkan.
Namun, Abimana juga sama seperti Ayah di luar sana, hatinya terkejut saat moment tersebut hadir di hadapannya.
"Apakah Kamu mencintainya? Apakah putri Daddy tersayang mencintai Darren Harold, pria yang dengan berani mengatakan akan menikahimu."
Abimana menatap sendu wajah Mikhayla menanti jawaban sang putri.
Pertanyaan sederhana yang dilontarkan Daddy Abimana terasa begitu sulit di jawab Mikhayla.
Bagaimana ia bisa mengatakan kalau selama ini tak pernah ada pernyataan Darren bahwa pria itu mencintainya.
Mikha sendiri tidak mengerti apa yang hatinya rasakan saat ini.
Saat Darren terbaring koma ada dorongan di hati Mikha Darren segera sembuh dan pulih.
Kala Darren menggoda dengan tingkah menyebalkannya Mikha akan rindu saat hal itu hilang seperti ada yang kurang.
Di saat Darren berkata manis dan perhatian, jantung Mikha berdebar.
"Sayang, kok melamun." Mommy Tasya melihat putrinya melamun sambil tersenyum.
Mikhayla tersadar suara Mommy Tasya menyadarkannya.
"Maaf Mom, Dad."
"Sayang kemarilah, duduk dekat Daddy."
Abimana menepuk sofa yang masih kosong disisi kirinya memanggil Mikhayla putri tercinta dan tersayangnya duduk didekatnya.
Mikhayla sejak semalam tak bisa tidur karena ia tidak bisa jika Daddynya diam saja padanya saat itu langsung Mikha memeluk Abimana dan menangis dipelukan ayahnya.
"Daddy, Mikha sedih sejak semalam Daddy diamkan Mikha. Maafkan Mikha Dad." Mikhayla tersedu dalam pelukan ayahnya.
Abimana tersenyum sambil menepuk lembut mengusap kepala sang putri.
"Sayang, lihat Dad." Abimana menegakkan tubuh Mikha kemudian menghapus airmata yang mengalir dari kedua netra indah Mikhayla.
"Daddy tidak marah padamu. Daddy hanya terkejut, bahwa selama ini belum ada pria manapun yang dengan berani mengatakan mencintai putri Daddy dan mau menikahinya." Abimana mengusap lembut pipi putrinya.
"Aku juga tidak tahu Darren akan mengatakan itu terlebih dihadapan Daddy. Aku juga kaget!" Mikhayla kini mengingat kejadian semalam ia menjadi kesal dengan Darren.
"Loh, kok cemberut? Kenapa? Kamu tidak suka pada Darren? Kalian masih sering bertengkar?" Abimana tentu saja tahu gerak gerik kedua muda mudi yang cinta tapi gengsi.
"Ya, Es Balok sering membuat Mikha emosi tingkat tinggi Dad! Ada saja yang dilakukan dia agar Mikha kesal! Seperti semalam Es Balok sengaja buat Aku kesal tingkat level 100! Mikha benci Dia Dad! Prank si Es Balok kenapa juga harus membawa-bawa Daddy dan Mommy!" Mikhayla dengan bibir yang tak henti menggerutu kesal karena tindakan spontan Darren bagai tahu bulat digoreng dadakan
"Yakin benci sama Darren? Kalau begitu kenapa putri Daddy ini begitu khawatir saat Darren koma? Terus kenapa Kamu mau setiap hari mengajak Darren bicara saat Ia koma?" Abimana menatap dengan senyum simpulnya.
Mikhayla terbata-bata sulit menjelaskan karena Ia sendiri tanpa sadar melakukan itu semua.
"Sayang, pria itu ada 2 macam. Ada yang cinta iya akan mengatakannya langsung ada juga yang cinta namun tak diucapkan namun ia buktikan melalui perbuatan. Apakah selama ini ada tindakan Darren yang Kamu anggap tidak masuk akal namun sebenarnya itu bentuk perhatian darinya. Ada rasa kehilangan saat tidak ada lagi yang biasanya mengganggu hari-harimu." Abimana menyolek hidung mancung Mikhayla.
Pikiran Mikha membawanya pada semua yang berkaitan dengannya dan Darren.
Sejak awal bertemu, sikap dinginnya, cuek, menyebalkannya, semua itu Mikha rasakan dan ada rasa kurang saat Darren terbaring koma.
"Sayang, dengarkan Dad. Daddy dan Mommy tidak akan pernah memaksakan perihal siapa pria yang akan kamu pilih sebagai pendampingmu karena bagi Kami berdua selama Kamu memilih pria tersebut, pria tersebut mencintai dan menyayangimu seperti kasih sayang yang Daddy dan Mommy berikan padamu, saling memahami satu sama lain dan saling menjaga, setia hingga ajal memisahkan, maka tak ada alasan bagi Daddy dan Mommy tidak merestui apa yang menjadi pilihanmu. Karena kebahagiaanmu adalah yang utama bagi Daddy dan Mommy." Abimana menaikkan alisnya menatap wajah Mikhayla yang sedang berpikir.
"Sayang, Mommy sarankan minta petunjuk Allah, shalat istiqarah, karena Allah lebih tahu mana yang terbaik bagimu. Ikuti kata hati Sayang." Mommy Tasya berpindah duduk kini posisi Mikhayla berada ditengah kedua orang tuanya.
"Terima kasih Daddy, Mommy, Mikha sangat bersyukur memiliki kedua orang tua yang begitu menyayangi dan mencintai Mikha. Nasehat Daddy dan Mommy akan selalu Mikha ingat sampai kapanpun."
Mikhayla memeluk kedua orang tuanya hingga airmata itu kembali membasahi pipi Mikhayla.
"Jika Darren atau siapapun berani membuatmu menangis, Daddy tak kasih ampun, bisa hilang ditelan bumi!" Abimana dengan nada serius mengatakan kalimat menyeramkan itu.
Mikhayla tertawa mendengar kalimat Abimana yang terdengar posesive.
"Dad, sabar!" Mommy Tasya mengingatkan Suami tercintanya.
Tawa ketiga begitu lepas sambil saling memeluk betapa bahagia pagi yang cerah di kediaman Abimana.
Share this novel